Vaginismus Sering Distigma Negatif, Kenali Gejala dan Penyebabnya
vaginismus_stigma_negatif

Vaginismus Sering Distigma Negatif, Kenali Gejala dan Penyebabnya

Stigma negatif seperti cacat, tidak sempurna, hingga tidak solehah karena tidak mau melayani suami, sering dilekatkan pada perempuan dengan vaginismus. “Tuduhan-tuduhan ini membuat perempuan frustasi, hingga kualitas hidupnya buruk,” ungkap dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG. Tidak jarang, vaginismus merusak hubungan suami-istri, bahkan hingga berakhir dengan perceraian.

Vaginismus termasuk salah satu gangguan seksual penyebab infertilitas pada perempuan. Saat hendak bersenggama, tiba-tiba saja otot dasar panggul di sekitar vagina tegang hingga mengunci. Alhasil, tidak mungkin melakukan penetrasi. Berdasarkan konsensus terbaru, “Terjadi kesulitan yang persisten terus menerus sejak awal, atau berulang, saat ingin memasukkan sesuatu ke vagina.” Jangankan bersenggama, memasukkan jari atau tampon saja sulit.

Ini adalah kondisi yang tidak bisa dikendalikan oleh perempuan; karenanya sangat tidak adil menempelkan stigma buruk pada penyandang vaginismus. Adalah otot-otot dasar panggul (levator ani dan coccygeus) yang berkontraksi pada vaginismus. “Begitu ada rangsangan, otot-otot ini berkontraksi atau mengejang, hingga vagina tertutup,” terang dr. Yeni, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh BAMED Women’s Clinic beberapa waktu lalu di Jakarta. Ini terjadi di 1/3 daerah bagian luar vagina.

Baca juga: Vaginismus, Kala Mrs. V “Ngambek”

Tidak semua perempuan yang tidak bisa bersenggama berarti vaginismus. “Belum tentu. Perempuan dengan vaginismus biasanya lebih tertekan dan sering menghindari aktivitas seksual, dibandingkan dengan yang mengalami dispareunia,” tutur dr. Yeni. Sangat tipis perbedaan antara vaginismus dengan dispareunia (nyeri saat bersenggama). Pada vaginismus, nyeri disertai dengan rasa takut terhadap penetrasi dan kejang otot.

Vaginismus bisa dialami oleh perempuan dari segala kelompok usia; biasanya ditemukan pada perempuan dengan kondisi tertentu. Misalnya vestibulodinia (nyeri di area bibir vagina), pasca menopause, trauma yang berhubungan dengan operasi daerah genital, abnormalitas hymen, infeksi saluran reproduksi, menjalani radioterapi pada daerah panggul, hingga diabetes.

Baca juga: Gangguan Seksual Vaginismus akibat Diabetes

Pada usia menopause, vaginismus berhubungan dengan penurunan kadar estrogen, yang membuat vagina lebih kering dan berkurang kelenturannya, sehingga nyeri saat bersenggama. Pada abnormalitas hymen, “Bisa jadi tidak ada lubang pada selaput dara. Atau ada lubang, tapi selaput daranya sangat tebal sehingga tidak bisa robek atau ditembus.” Pemeriksaan fisik sangat penting untuk melihat apakah ada kelainan pada organ genital yang memicu vaginismus.

Selain akibat kelainan fisik, vaginismus juga bisa dipicu oleh masalah emosi atau psikologis. Misalnya ketakutan akan seks yang menyakitkan, dan keyakinan bahwa melakukan hubungan seks itu tidak benar atau memalukan. “Ini karena pendidikan yang sangat konservatif saat anak-anak; ditanamkan tidak boleh berhubungan seksual. Akhirnya terbawa sampai dewasa dan menikah; tidak bisa mengubah pola pikir,” lanjut dr. Yeni.

Bisa pula akibat pengalaman traumatis di usia dini, misalnya dilecehkan atau diperkosa, “Ini yang paling sering.” Penyebab emosi lain misalnya stres berlebihan, reaksi negatif yang berlebihan terhadap stimulasi seks, kecemasan, tidak percaya pada pasangan, dan orientasi seks berbeda.

 

Pemeriksaan dan diagnosis

Vaginismus lebih mengarah pada sindroma klinis, ketimbang diagnosis yang definitif. Diagnosis vaginismus kerap sulit karena tampilan klinisnya mirip dengan dispareunia. “Kalau mencoba berhubungan seksual dan 50% tidak berhasil, bisa dikatakan vaginismus,” terang dr. Yeni.

Untuk memastikannya, diperlukan riwayat medis, psikososial, hingga hubungan seksual yang detil termasuksetiap episode pengalaman seksual yang traumatis. Dokter juga akan menanyakan seputar pengetahuan seksual serta sikap keluarga tentang perilaku seksual, yang relevan dengan penilaian psikologis. Untuk pemeriksaan ini saja, tidak selalu mudah. Sebagian perempuan sangat tertutup dan curiga kepada dokter; membuat pemeriksaan fisik jadi lebih sulit lagi. Berdasarkan pengalaman dr. Yeni, umumnya perempuan mau melakukan pemeriksaan fisik setelah empat kali konsultasi.

Baca juga: 7 Macam Disfungsi Seksual yang Bisa Dialami Perempuan

Pemeriksaan fisik pada organ genital penting untuk mengetahui apakah ada kelainan organik. “Pemeriksana genital juga bisa menjelaskan berbagai tingkat kecemasan,” ucap dr. Yeni. Bisa ditemukan derajat nyeri dari ekspresi verbal, ketidaknyamanan hingga penolakan, menarik diri, atau berteriak.

Vaginismus adalah masalah yang kompleks. Sebaiknya tidak didiamkan karena sangat mungkin menurunkan kualitas hidup bahkan memicu kegagalan pernikahan. “Bila mengalami gejala vaginismus berulang-ulang, dan terapi sendiri tidak membawa perubahan, segeralah ke dokter,” pungkasnya.

Lalu, bisakah vaginismus disembuhkan? Bagaimana terapinya? Simak dalam artikel selanjutnya. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Woman photo created by jcomp - www.freepik.com