Gangguan Seksual Vaginismus akibat Diabetes | OTC Digest
vaginismus_diabetes_perempuan

Gangguan Seksual Vaginismus akibat Diabetes

Selama ini kita sering mendengar soal terganggunya fungsi seksual laki-laki akibat diabetes. Ternyata, perempuan pun bisa mengalami gangguan fungsi seksual akibat penyakit yang menjangkiti 10 juta orang di Indonesia. “Kejadian vaginismus pada penyandang diabetes itu tinggi,” ungkap dr. Dante Saksono H, Sp.PD-KEMD, konsultan endokrinologi dari FK Universitas Indonesia/Rs Cipto Mangunkusumo, dalam diskusi di Jakarta, Rabu (24/10/2018). Vaginismus adalah kondisi di mana otot-otot dasar panggul di sekitar vagina mengejang/berkontraksi hingga “mengunci” ketika dimasuki sesuatu, misalnya saat bersenggama.

Perempuan penyandang diabetes, terutama yang tidak terkontrol, rentan mengalami infeksi pada area V hingga timbul keputihan yang abnormal. Secara umum, daya tahan tubuh penyandang diabetes menurun sehingga lebih rentan terhadap berbagai infeksi. Selain itu, kadar gula yang tinggi dalam darah juga merembes ke mukus (lapisan lendir) pada vagina dan vulva. Akhirnya, bakteri atau jamur yang memang normal berada di area tersebut mendapat suplai gula berlimpah, sehingga tumbuh tak terkendali. Muncullah infeksi dan keputihan abnormal, yakni keputihan yang disertai bau tidak sedap, gatal, dan warna cairan yang tidak biasa.

Baca juga: Vaginismus, Kala Mrs. V “Ngambek”

“Infeksi bisa membuat elemen-elemen di vagina berubah, termasuk sekret (cairan) yang dikeluarkan vagina saat berhubungan seksual. Vagina menjadi lebih kering,” papar dr. Dante. Vagina yang lebih kering akan terasa sakit saat berhubungan seksual. Bila ini terus terjadi, lama-lama secara psikologis terganggu. “Akhinya saraf-saraf di area vagina lebih bekontraksi saat berhubungan seks,” imbuh dr. Dante. Terjadilah vaginismus sekunder.

Keputihan abnormal sendiri sudah cukup untuk membuat hubungan seksual terasa tindak nyaman atau sakit. Pengobatan dengan antibiotik untuk mengatasi keputihan akubat infeksi bakteir pun bisa membuat vagina agak kering. Pada usia muda, hal ini mungkin tidak terasa. Namun pada usia 50-an di mana produksi lubrikan vagina secara alamiah sudah mulai menurun, hal ini akan sangat mengganggu. Apalagi, penyandang diabetes biasanya usia 40-50 ke atas.

Bila ada keluhan vaginismus dan/atau keputihan, jangan malu mengutarakannya kepada dokter yang merawat diabetes Anda. Jangan menganggapnya sepele, dan berharap akan sembuh sendiri. Bagaimanapun, vaginismus maupun keputihan abnormal bisa menurunkan kualitas hidup bahkan bisa merenggangkan hubungan rumah tangga, entah disadari atau tidak.

Baca juga: Cegah Diabetes Lewat Deteksi Dini

Keputihan abnormal harus diobati sampai tuntas agar jangan terus berulang. Dengan menyembuhkan infeksi dan keputihan, diharapkan keluhan vaginismus pun akan hilang.kadar gula darah pun harus terkontrol. “Untuk penyandang diabetes, kadar gula darah paling optimal yakni 100-180 mg/dL,” terang dr. Dante. Nilai rata-rata kadar gula darah dalam 3 bulan (HbA1c) idealnya <7%. Jangan alpa minum obat sesuai anjuran dokter. Perhatikan pula pola makan dan lakukan latihan fisik secara teratur

Untuk membantu mengatasi masalah vaginismus, belajarlah untuk mengontrol dan merelaksasi otot-otot sekitar vagina. Tidak lain untuk melatih Mrs. V kembali merasa nyaman dengan penetrasi. Lakukanlah latihan Kegel, dengan menahan otot-otot yang biasa Anda tegangkan ketika menahan pipis atau menghentikan aliran urin saat pipis. Tahanlah otot-otot tersebut selama 2-10 detik, lalu relaksasikan. Lakukan latihan ini sebanyak 20 kali dalam satu sesi latihan. Ini bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, dan bisa dilakukan sesering mungkin.

Seandainya keluhan vaginismus masih ada meski infeksi abnormal telah sembuh dan latihan Kegel telah dilakukan, utarakanlah kepada dokter. Mungkin diperlukan penanganan lebih lanjut, misalnya ke dokter kandungan atau psikolog yang biasa menangani vaginismus. (nid)

__________________________________

Ilustrasi: Designed by Freepik