Setelah merayakan hari raya Idul Fitri, kita kembali ke aktivitas normal, demikian pula pola makan kita. Sayangnya banyak orang mengalami gangguan pencernaan pasca lebaran, salah satunya diare.
Triyani Kresnawan, DCN, MKes, RD, FISQua, dietisien senior dari Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) menjelaskan, selain beribadah, salah satu manfaat berpuasa adalah pola makan menjadi teratur.
“Pola makan akan teratur selama satu bulan penuh. Namun di momen lebaran, saking bungahnya kerap kali kita makan berlebihan,” ujarnya pada OTC Digest.
Perubahan pola makan di waktu lebaran bisa menyebabkan gangguan pencernaan, termasuk diare akut.
“Ada perubahan pola makan yang drastis / tiba-tiba. Biasanya makanan berlemak dan pedas, ada opor ayam, sambal goreng hati, ketupat, rendang, dll,” Triyani menjelaskan.
Selain itu biasanya juga diikuti dengan makan yang terlalu cepat, makan berlebih (konsumsi makanan berat dan banyak), kurang aktivitas fisik, kurang minum, ditambah kelelahan.
“Makanan yang berlemak, pedas dan berlebihan sering kali sulit dicerna, pola makan yang tidak terkontrol, seperti ‘balas dendam’ setelah sebulan berpuasa,” imbuhnya. Diare juga kerap dipicu oleh konsumsi makanan yang kurang bersih (tercemar patogen).
Terapi gizi dengan diet BRAT
Diare yang terjadi pasca lebaran biasanya adalah diare akut, atau kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, penting untuk tetap terhidrasi dengan mengonsumsi cairan yang cukup, seperti oralit, air putih, atau kaldu.
“Kalau diare kita perlu konsumsi makanan yang mudah dicerna. Hindari dulu makanan yang pedas, yang merangsang. Kadang saat lebaran banyak juga yang membuat manisan atau asinan, menggunakan cuka yang asam-asam. Itu hindari dulu,” jelas Triyani.
Penderita disarankan menerapkan pola makan khsuus, disebut diet BRAT (banana/pisang; rice/nasi;applesauce/ jus apel; toast/roti).
Kenapa pisang? “Karena ia mengandung pektin yang bisa mengentalkan feses,” terang Triyani.
Pektin adalah jenis serat larut air yang ditemukan dalam dinding sel tanaman dan berperan sebagai perekat antarsel.
Kemudian, “nasi dalam bentuk lembek atau bubur. (Konsumsi juga) jus apel, selai apel atau saus apel. Jadi dibikin seperti jus kemudian direbus/dimasak tanpa kulitnya,” Triyani menyarankan.
Saus apel – tanpa kulit - diketahui juga mengandung serat larut air dan pektin, yang membantu menyerap air dan membentuk gel di saluran cerna. Ini akan mengentalkan feses yang cair.
“Roti yang dipilih adalah roti putih, bukan roti gandum,” imbuhnya. “Untuk lauknya bisa ayam tanpa lemak/kulit, atau ikan.”
Namun perlu diperhatikan, International Foundation for Gastrointestinal Disorders (IFFGD) mengatakan karena terbatasnya nutrisi yang dikonsumsi saat melakukan diet BRAT, disarankan tidak untuk jangka panjang.
Probiotik mengatasi disbiosis
Selain diet BRAT, ahli menyarankan untuk sementara menghindari produk susu, dan menambahkan probiotik dalam diet sehari-hari.
Probiotik (bakteri baik, misalnya strain Lactobacillus casei atau Bifidobacterium) berperan untuk mengatasi kondisi disbiosis (ketidakseimbangan mikroorganisme usus; didominasi oleh patogen) yang terjadi saat diare.
Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS, Guru Besar Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, menjelaskan, mikrobiota usus jika dalam kondisi seimbang (normobiosis) akan mendukung kesehatan usus dan tubuh.
Manfaat probiotik untuk mengatasi/mencegah diare telah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian. Salah satunya yang dilakukan oleh Dipika Sur, dkk (2011).
Penelitian dilakukan di Kolkatta, India. Sebanyak 3.758 anak usia 1-5 tahun secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapat minuman susu fermentasi mengandung L. casei strain Shirota (LcS; sekarang disebut Lacticaseibacillus paracasei Shirota), dan kelompok lainnya mendapat minuman nutrisi, setiap hari selama 12 minggu.
Hasilnya, kejadian diare pada kelompok yang mengonsumsi LcS lebih rendah secara signifikan.
“Manfaat probiotik untuk saluran cerna antara lain meningkatkan barrier sel epitel (sel yang melapisi seluruh permukaan tubuh), menghambat penempelan patogen, hingga memroduksi zat antimikroba,” terang wanita yang akrab disapa Prof. Trisye ini.
Penelitian terbaru dilakukan oleh Truong Tuyet Mai, dkk (2021). Pada penelitian tersebut, 1.000 anak usia 3-5 tahun di provinsi Thanh Hoa, Vietnam, dibagi secara acak menjadi dua kelompok.
Selama 12 minggu, satu kelompok mengonsumsi susu fermentasi yang mengandung LcS, dan kelompok lainnya tidak mendapat apapun.
“Konsumsi rutin susu fermentasi berisi LcS terbukti dapat mencegah terjadinya konstipasi, diare, serta memperbaiki status nutrisi anak-anak di Vietnam. LcS juga dapat mencegah terjadinya gangguan saluran pernapasan,” kata Prof. Trisye.
Probiotik mendukung kesehatan usus, dan usus yang sehat mendukung tubuh sehat. Termasuk untuk mencegah atau mengatasi diare akut. (jie)