Badai Sitokin, Ibarat Bunuh Tikus Dengan Bom

Badai Sitokin, Ibarat Bunuh Tikus Dengan Bom

Pasien COVID-19 meski sudah dinyatakan negatif, jangan buru-buru senang. Bahaya lebih besar masih mungkin terjadi, yakni serangan badai sitokin, seperti dialami Deddy Corbuzier. Badai sitokin bukan sejenis virus atau bakteri, namun sangat berbahaya. Deddy Corbuzier dengan kondisi fisik yang sangat prima, hampir saja “lewat".

Sitokin, menurut National Cancer Institute, tak lain adalah glikoprotein yang diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh. Dalam kondisi normal, sitokin bertugas membantu sistem kekebalan tubuh melawan infeksi virus dan bakteri penyebab penyakit. Badai sitokin (cytokine storm) terjadi ketika tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah, dalam waktu sangat cepat.

Kondisi ini menyebabkan sel imun, selain menyerang virus atau bakteri, juga menyerang jaringan dan sel yang sehat, menyebabkan terjadinya peradangan pada sejumlah organ tubuh, membuatnya rusak atau tidak bisa berfungsi optimal. Pasien akan menderita sakit yang lebih parah, dan bila tidak tertangani dengan baik, bisa meninggal.

Baca juga: Deddy Corbuzier Kena COVID-19, sempat Kritis akibat Badai Sitokin tapi Cepat Pulih

Secara umum, badai sitokin terjadi karena respons imun atau kekebalan tubuh yang berlebihan. Ibaratnya, ada tikus masuk ke dalam rumah. Karena terlalu siaga dan waspada, sistem imun tubuh mengerahkan semua persenjataan yang dimiliki, termasuk bom, untuk secepatnya membunuh tikus. Tikus mati, sejumlah organ tubuh ikut rusak. Bisa parah atau sekedar kerusakan kecil. Paru-paru Deddy Corbuzier, ketika dironsen diketahui mengalami kerusakan 30-60%. Beruntung, kondisinya cepat pulih karena kesehatannya memang prima.   

Apa yang dapat memicu terjadinya badai sitokin, termasuk gejala berat ringan yang dialami pasien, belum diketahui pasti. Di kalangan dokter dan ilmuwan, penyebab badai sitokin masih menjadi tanda tanya. Seperti dikatakan dr. Hendra Gunawan, Sp.PD, “Mekanisme terjadinya badai sitokin masih belum sepenuhnya diketahui, masih dalam penelitian.”

Baca juga: Ibu Hamil boleh Vaksinasi COVID-19 Tanpa Rekomendasi Dokter Kandungan

Badai sitokin bisa terjadi pada pasien penyakit flu atau pernapasan lain, yang disebabkan virus corona seperti SARS, MERS dan COVID-19. Sering berkaitan dengan penyakit tidak menular, seperti multiple sclerosis dan pankreatitis.

Badai sitokin yang menyerang pasien COVID-19, banyak yang membuat kondisinya semakin parah. Penelitian terhadap pasien covid-19 menunjukkan, badai sitokin berkorelasi langsung dengan cedera paru-paru, kegagalan multi-organ, dan prognosis COVID-19 yang parah.

Gejala Badai Sitokin

Gejala akibat badai sitokin berbeda pada masing-masing orang. Ada yang hanya mengalami gejala ringan seperti flu. Ada yang gejalanya parah sampai mengancam jiwa. Gejala badai sitokin di antaranya:

  1. Batuk-batuk
  2. Demam
  3. Merasa sangat lelah, lesu
  4. Gangguan pernapasan
  5. Pembengkakan, biasanya di kaki
  6. Mual dan muntah
  7. Tubuh dan persendian sakit seperti kena pukul bertubi-tubi
  8. Sakit kepala
  9. Merasa bingung, halusinasi
  10. Tekanan darah rendah

Baca juga: Belajar dari Meninggalnya Raditya Oloan, Bagaimana Asma Memperburuk COVID-19?

Penyebab Badai Sitokin pada Pasien COVID-19

Menurut data, tidak semua – bahkan kecil jumlah pasien COVID-19 yang megalami gejala badai sitokin yang berat. Penelitian yang dimuat Journal of Microbiology and Molecular Biology Review, mereka yang memiliki gen spesifik yang membuat sistem kekebalan tubuhnya bereaksi dengan cara tertentu, umumnya lebih rentan terserang badai sitokin saat terinfeksi virus COVID-19.

Terapi Badai Sitokin

Meski belum ada obat khusus untuk badai sitokin, ada beberapa terapi yang dapat membantu menahan efek badai sitokin, sehingga dapat menurunkan potensi kematian. Para peneliti terus mengeksplorasi berbagai terapi. Ada terapi yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Ada terapi biologis kineret (anakinra), yang biasa digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan kondisi medis lain, yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.

Di Indonesia, selain memberikan sejumlah obat-obatan, seperti dialami Deddy Corbuzier, dokter menambahkan zink dan vitamin D dosis tinggi. (sur)

____________________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com