Suami artis peran Joanna Alexandra, Raditya Oloan (36 tahun) meninggal dunia Kamis (6/5/2021) pukul 18.13 WIB justru setelah dinyatakan negatif COVID-19. Raditya Oloan diketahui memiliki komorbid asma, dan mengalami badai sitokin pasca COVID-19.
Sebelumnya pada 14 April 2021, Raditya Oloan dirawat di RS Wisma Atlet setelah positif COVID-19. Ia sempat dilarikan ke IGD RS Wisma Atlet karena saturasi oksigennya menurun terus. Karena kondisinya tidak lekas membaik Radit pun dirujuk ke RSUP Persahabatan.
Setelah perawatan, ia telah dinyatakan negatif COVID-19 pada 30 April 2021. Namun pada 1 Mei, kondisi Raditya menurun dan kritis. Ia kembali harus masuk ruangan ICU dan sempat tak sadarkan diri. Pada 6 Mei, Raditya Oloan menghadap Tuhan.
Sang istri, Joanna Alexandra, lewat akun instagramnya bercerita bila kondisi Raditya semakin menurun akibat infeksi bakteri di tubuhnya. Ditambah lagi, akibat infeksi virus corona fungsi ginjal Raditya ikut terganggu. Ini membuanya juga harus menjalani Continous Veno-Venous Hemofiltration (CVVH).
CVVH adalah pengobatan sementara untuk pasien gagal ginjal akut yang tidak dapat mentolelir hemodialisi dan tidak stabil.
Raditya juga diketahui mengalami kondisi badai sitokin. “Dia mengalami badai sitokin yang menyebabkan hiper-inflamasi di seluruh tubuhnya,” tulis Joanna.
Sebagaimana diketahui asma dan penyakit lain yang mengganggu fungsi pernapasan bisa meningkatkan risiko infeksi berat COVID-19.
Bagaimana asma memperburuk infeksi?
Penderita asma mengalami infeksi di saluran napas bawah (lower respiratory tract/ LRT) lebih sering dibandingkan orang tanpa asma. Episode LRT pada orang asma pun lebih lama dan berat.
Pada mereka yang asmanya tidak tekontrol baik, infeksi virus di saluran napas memberi lebih banyak gejala akut, dibanding mereka dengan asma yang terkontrol.
Lebih jauh, infeksi rhinovirus (virus yang menyebabkan pilek) bisa menyebabkan perburukan asma. Hal ini disebabkan oleh respons kekebalan antivirus yang tertunda pada penderita asma, khususnya respons interferon yang tertunda dan tidak memadai.
Interferon adalah sitokin (protein) antivirus yang mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi dan meningkatkan produksi antibodi.
Mengingat hubungan antara asma, fungsi kekebalan dan keparahan infeksi di saluran napas, para ahli menyatakan bila asma dianggap sebagai komorbid untuk COVID-19.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pemerintah AS menyatakan penderita asma derajat sedang – berat, atau tidak terkontrol berisiko lebih besar dirawat di rumah sakit karena COVID-19.
Ikuti tatalaksana asma
Sebagai tindakan pencegahan kekambuhan asma, CDC menyarankan:
- Usahakan asma Anda terkontrol dengan mengikuti rencana pengendalian asma. Setiap penderita asma membutuhkan rencana tindakan asmanya sendiri. Konsultasikan dengan dokter untuk membuat rencana yang sesuai dengan Anda.
- Hindari pemicu serangan asma, seperti asap rokok, tungau, hewan peliharaan yang berbulu atau jamur di ruangan.
- Teruskan obat-obatan yang sudah diresepkan, termasuk inhaler berisi obat steroid (kortikosteroid).
- Jangan hentikan pengobatan apa pun atau mengubah rencana perawatan asma Anda tanpa konsultasi dokter.
- Pastikan Anda memiliki persediaan obat asma selama 30 hari.
- Berhati-hati di sekitar bahan-bahan pembersih dan disinfektan.
Saat harus membersihkan rumah
CDC juga memberikan panduan bagi penderita asma saat harus membersihkan rumah, untuk mencegah kekambuhan:
- Minta bantuan orang lain yang tidak memiliki asma untuk membersihkan dan mendisinfeksi permukaan benda di sekitar Anda.
- Berada di ruangan lain saat (dan beberapa saat sesudah) ruangan sedang dibersihkan atau didisinfeksi.
- Gunakan pembersih atau diinfektan hanya saat diperlukan. Dalam situasi rutin, permukaan benda bisa dibersihkan hanya menggunakan air dan sabun.
- Buatlah daftar rumah sakit di dekat Anda yang menyediakan perawatan asma / nebulizer.
- Jika Anda mengalami serangan asma, menjauhlah dari pemicunya, seperti bahan pembersih atau disinfektan atau area yang didesinfeksi. Dan, ikuti rencana penanganan asma Anda. (jie)