Dislipidemia atau gangguan kadar lemak dalam darah merupakan salah satu risiko utama penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke. Pada kongres tahunan Annual Scientific Meeting of the Indonesian Heart Association (ASMIHA) 2025 disebutkan standar kadar kolesterol harus lebih rendah lagi.
Menurut data terbaru U.S. National Institutes of Health (NIH) tahun ini, sekitar 40 juta orang dewasa di Indonesia mengalami kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein; disebut juga kolesterol jahat) tinggi yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Banyak yang belum mendapatkan terapi, sehingga menjadi faktor utama meningkatnya angka kematian akibat penyakit kardiovaskular.
Tantangan ini diperkuat dengan penelitian internasional. Studi INTERASPIRE (European Heart Journal, 2024) melaporkan bahwa di Indonesia, hanya 16,6% pasien penyakit arteri koroner yang berhasil mencapai target kolesterol LDL <70 mg/dL, sementara kepatuhan terhadap panduan terapi secara keseluruhan masih sangat rendah.
Mayoritas pasien gagal mengontrol tekanan darah, memiliki prevalensi tinggi diabetes dan obesitas, serta minim partisipasi dalam program rehabilitasi jantung.
Standar baru terapi kolesterol: “Lower is Better”
Dr. Ade Meidian Ambari, SpJP(K), PhD, Presiden Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), menjelaskan bahwa dahulu target LDL-kolesterol untuk pasien kardiovaskular risiko tinggi adalah <100 mg/dL atau <70 mg/dL.
“Namun, pada kadar tersebut pun, banyak pasien masih berisiko tinggi mengalami kejadian kardiovaskular mayor seperti serangan jantung dan stroke,” terangnya.
Ia menekankan bahwa pedoman ESC/EAS 2021 bahkan menurunkan target untuk pasien risiko sangat tinggi menjadi <55 mg/dL, menegaskan kembali prinsip bahwa “semakin rendah, semakin baik”.
“Dalam lanskap terapi global yang terus berkembang, monoterapi saja tidak cukup. Pendekatan dual-inhibition(terapi kombinasi) dengan rosuvastatin dan ezetimibe menjadi jalur optimal untuk mencapai target kolesterol LDL dan mempertahankan hasil jangka panjang,” dr. Ade menjelaskan.
Terapi dual-inhibition mengombinasikan rosuvastatin, yang menekan sintesis kolesterol di hati, dengan ezetimibe, yang menghambat penyerapan kolesterol di usus halus. Kombinasi ini memungkinkan pasien mencapai kadar target dengan lebih efektif dan aman dibandingkan monoterapi.
Dr. Ade menambahkan, “Bagi pasien risiko sangat tinggi, strategi dual-inhibition yang menekan sintesis sekaligus penyerapan kolesterol adalah cara paling efektif mencapai target LDL-kolesterol.”
Studi RACING
Dalam simposium tersebut dipaparkan data perbandingan antara monoterapi dan terapi kombinasi.
Prof. JeeHoon Kang, dari Seoul National University Hospital mempresentasikan hasil studi RACING yang melibatkan 3.780 pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD) di Korea Selatan.
Studi ini menunjukkan bahwa kombinasi dosis tetap rosuvastatin dan ezetimibe, mencapai tingkat keberhasilan target LDL-kolesterol satu tahun yang lebih tinggi dibandingkan monoterapi statin intensitas tinggi (73% vs. 55%), dengan tingkat penghentian terapi yang lebih rendah. Berarti lebih menguntungkan untuk kepatuhan jangka panjang. Riset sudah diterbitkan di jurnal The Lancet, 2022.
“Dengan dual-inhibition, terapi ini menurunkan beban efek samping sekaligus meningkatkan efektivitas, yang sangat mengesankan. Pedoman 2025 akan menetapkan target LDL-kolesterol yang lebih ketat,” tutup Prof. JeeHoon Kang. (jie)
Baca juga: Mouthwash Menurunkan Kolesterol, Tak Hanya Menyegarkan Mulut