manfaat probiotik untuk hipertensi dan kolesterol

Bagaimana Probiotik Turunkan Tekanan Darah dan Kolesterol

Hipertensi dan hiperkolesterolemia semakin jamak terjadi di masyarakat, tidak hanya di perkotaan, kejadian pada masyarakat rural pun tinggi. Berita baiknya memperbaiki komposisi bakteri usus membantu mengontrol tekanan darah dan kolesterol.

Data Organisasi Kesehatan Dunia 2021 mencatat 67% orang berusia 30 – 79 tahun di seluruh dunia memiliki hipertensi, 2/3-nya berasal dari negara berpendapatan rendah dan menengah. WHO (2019) juga menyatakan prevalensi hiperkolesterolemia di dunia tinggi (45%), di Asia Tenggara sekitar 30% dan Indonesia 35%.   

Hipertensi dan kolesterol tinggi merupakan dua dari 5 penyakit yang termasuk sindrom metabolik – lainnya adalah hiperglikemia (gula darah tinggi), obesitas sentral (penumpukan lemak perut) dan trigliserida tinggi.

Gaya hidup menjadi faktor risiko utama penyebab sindrom metabolik. Saat ini masyarakat cenderung mengonsumsi makanan tinggi lemak, gula, garam serta minim serat. Ini banyak dijumpai pada makanan cepat saji sebagai ciri gaya hidup “modern”.

Kurangnya asupan serat masyarakat Indonesia tercermin dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Tercatat 95,5% masyarakat Indonesia kurang konsumsi serat yang berasal dari sayur dan buah.

Kecukupan konsumsi serat bermanfaat bagi kesehatan, termasuk memperbaiki imunitas tubuh, mengurangi peradangan akibat alergi dan bermanfaat bagi mikrobiota usus yang akan membuat nutrisi terserap optimal.

Gaya hidup “modern” membuat tubuh menimbun lemak dan mengubah pola bakteri di usus. Makanan tidak sehat adalah nutrisi bagi bakteri patogen (bakteri berbahaya), sebaliknya serat adalah makanan bagi bakteri baik (probiotik).

Saat kita terus mengonsumsi makanan tidak sehat, populasi bakteri patogen meningkat, sebaliknya bakteri baik akan terdesak. Akhirnya kita akan semakin gemuk karena bakteri patogen turut memengaruhi selera makan dengan memilih makanan yang tidak sehat.

Ternyata “memodifikasi” bakteri usus terbukti membantu mengatur tekanan darah dan kadar kolesterol. Mengonsumsi minuman probiotik – yang merangsang pertumbuhan bakteri baik di usus – membantu mengembalikan ekosistem normal usus, di mana bakteri baik lebih mendominasi dibanding bakteri patogen.

Probiotik dan hipokolesterol

Kolesterol dan garam empedu sangat berkaitan. Garam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol larut air yang sudah tidak dibutuhkan.

Berbagai mekanisme terjadinya penurunan kolesterol oleh bakteri baik (probiotik) telah banyak dibuktikan. Ezim bile salt hydrolase (BSH) yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat di usus, seperti Lactobacillus, Bifidobacterium, dan Enterococcus, berperan mengurangi kolesterol darah.

Mann dan Spoerry (1977) adalah yang pertama kali melaporkan efek penurunan kolesterol oleh susu yang difermentasi dengan bakteri Lactobacilli ssp. pada masyarakat suku Maasai, Afrika.

Studi lain oleh Inggrid S Surono, menunjukkan bakteri asam laktat dari dadih (yogurt tradisional dari susu kerbau) memperlihatkan potensi pengikatan kolesterol. Terjadi penurunan serum kolesterol dan LDL kolesterol pada tikus setelah pemberian susu fermentasi Lactococcus IS-10285 yang menghasilkan enzim Bile Salt Hydrolase (BSH).

Enzim BSH menghasilkan asam empedu terdekonjugasi (tidak terikat) dalam bentuk asam kholat bebas yang kurang diserap oleh usus halus, dibanding asam empedu terkonjugasi.

Dalam buku ‘Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan’ dijelaskan garam empedu dekonjugasi membantu menurunkan kadar kolesterol karena ia lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan, dibanding garam empedu yang terkonjugasi. Dengan demikian asam empedu yang kembali ke hati berkurang, sehingga total kolesterol dalam tubuh turut berkurang.

Probiotik dan hipertensi

Studi juga menunjukkan manfaat bakteri probiotik dalam mempengaruhi tekanan darah. Sistem enzim angiotensin vasoconstrictor dan enzim kallikrein-kinin vasodilator berperan penting dalam menjaga tekanan darah. Surono S dalam bukunya (Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan) menjelaskan adanya penghambat aktivitas angiotensin converting enzyme pada yogurt.

Aoyagi, Matsubara, dkk, melakukan uji klinis untuk melihat manfaat pemberian susu fermentasi mengandung L. casei strain Shirota (LcS) dan kejadian hipertensi dalam periode 5 tahun pada 352 lansia di Jepang.

Awalnya subyek dengan tekanan darah normal dibagi menjadi dua: mendapatkan susu fermentasi LcS <3 kali seminggu, atau >3 kali seminggu. Kejadian hipertensi selama periode 5 tahun signifikan lebih rendah pada lansia dengan susu fermentasi >3 kali seminggu. 

Peneliti juga melakukan berbagai model percobaan terhadap potensi bahaya yang sudah disesuaikan. Mereka mendapati tekanan darah secara signifikan tetap di kisaran normal selama 5 tahun pada subyek yang mengonsumsi susu fermentasi >3 kali seminggu, dibanding < 3 kali seminggu.

Namun perlu dicatat, konsumsi probiotik saja tidak akan efektif mengurangi tekanan darah atau kolesterol jika tidak dibarengi merubah pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik kearah yang menyehatkan (jie)

________________________________________________________

Ilustrasi: https://www.freepik.com/free-photo/senior-woman-visiting-therapist-clini...