Saat ini diabetes sudah dianggap sebagai pandemi global, terutama diabetes tipe 2 yang lebih banyak disebabkan karena gaya hidup sedentari (kurang gerak) dan konsumsi gula berlebih.
Data International Journal of Health Sciences menyebutkan diperkirakan hingga tahun 2025 sekitar 380 juta orang didiagnosa menderita diabetes. Diabetes tidak boleh dipandang enteng, komplikasi diabetes bisa memicu penyakit kronis lain, seperti penyakit kardiovaskular (serangan jantung dan stroke), gagal ginjal, kebutaan, dll.
Seseorang akan mengalami kondisi prediabetes, sebelum ia dinyatakan diabetes. Ini adalah kondisi di mana kadar gula lebih tinggi dari normal, namun belum masuk kategori diabetes.
Baik IDF (International Diabetes Federation) atau PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) mengategorikan prediabetes bila gula darah puasa >100 mg/dl dan gula darah sewaktu >140 mg/dl, Dianggap diabetes jika gula darah puasa > 126 mg/dl dan gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
Di banyak kasus, diabetes tipe 2 dialami oleh mereka yang tidak menjaga gaya hidup, bukan hanya faktor memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. Ini berarti mereka yang gemuk atau langsing sama-sama berisiko diabetes, jika tidak menjaga makan dan aktif bergerak.
Olahraga sangat penting untuk menjaga gula darah tetap normal, atau bagi prediabetes mencegah kondisinya tidak berkembang lebih buruk menjadi diabetes. Bahkan bisa menurunkan gula darah ke normal.
Latihan otot dan resistensi insulin
Meningkatkan massa otot melalui olahraga/latihan beban (baik menggunakan alat atau dengan berat tubuh sendiri) akan membantu kondisi resistensi insulin, dan memperbaiki sensitivitas insulin.
Insulin adalah hormon yang membantu mengontrol gula darah. Tingkat sensitivitas insulin bisa berubah akibat gaya hidup dan proses penuaan. Sensitivitas insulin yang tinggi memungkinkan sel-sel tubuh menggunakan glukosa darah lebih efektif, sehingga menurunkan gula darah.
Resistensi insulin adalah penanda prediabetes. Orang dengan resistensi insulin membutuhkan lebih banyak hormon insulin agar gula bisa disimpan di sel.
Dr. Thomas Barber, associate clinical professor di Warwick Medical School, menjelaskan, aktivitas olahraga dan pelepasan miokin dari otot dapat menciptakan manfaat kardiometabolik.
“Memiliki massa otot yang lebih besar akan meningkatkan laju metabolisme secara keseluruhan, dengan demikian membantu menjaga berat badan. Saat berolahraga, Anda mengoksidasi lemak, membakar jaringan lemak, Anda menggunakannya di otot Anda, dan itu semua juga akan membantu,” urainya melansir Medical News Today.
Sebuah penelitian tahun 2020 menilai hubungan antara latihan otot/ kekutan dengan resistensi insulin. Riset ini melibatkan lebih dari 6.000 pria dan wanita di AS.
Hasil analisis menunjukkan partisipan (pria) yang tidak melakukan latihan otot memiliki nilai indeks resistensi insulin lebih tinggi, tatapi tidak pada wanita. Ini berlawanan dengan partisipan yang melakukan latihan otot intensitas sedang-tinggi.
Partisipan yang tidak melakukan latihan otot 2,5 kali berisiko mengalami resistensi insulin, dibandingkan yang melakukan latihan otot intensitas sedang hingga tinggi.
“Kesimpulannya, terdapat hubungan yang kuat antara latihan kekuatan dan resistensi insulin pada pria, namun tidak pada wanita,” tulis peneliti di Journal of Diabetes Research.
Dr. Baber juga menambahkan, tidak hanya olahraga intensitas tinggi yang bermanfaat untuk mencegah diabetes. “Kita tahu bahwa saat berdiri, Anda membakar lebih banyak kalori. Ini baik untuk kesehatan. Jika jalan-jalan lebih baik lagi,” ujarnya.
“Dan ada beberapa penelitian menarik yang mengamati perubahan perilaku sedentari, seperti berdiri setiap satu atau setengah jam dan hanya berjalan-jalan beberapa menit, kemudian melakukan squat di sudut ruangan. Melakukan aktivitas ini sepanjang hari dapat memberi efek transformatif pada kadar gula darah,” jelasnya.
Olahraga secara umum, termasuk latihan otot bermanfaat signifikan untuk menjaga kadar gula darah. Latihan otot bisa dipakai sebagai Upaya mencegah diabetes, termasuk bagi mereka yang sudah prediabetes. (jie)