Vaksin Polio Masih Perlu
Vaksin Polio Masih Perlu

Vaksin Polio Masih Perlu

Dunia belum 100% bebas polio. Anak-anak perlu mendapat vaksinasi polio, untuk menghentikan penyebaran virus ini.

 

Kawasan Asia Tenggara telah dinyatakan bebas polio oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Dengan keluarnya sertifikat ini pada 27 Maret 2014, 80% populasi dunia kini hidup di daerah bebas polio. Bagaimanapun jangan lengah; masih ada 20% populasi dunia yang belum bebas polio. Tanpa perlindungan vaksinasi, infeksi virus polio liar dari luar negeri bisa kembali menjangkiti anak-anak kita.

Sejak 1995, tidak lagi ditemukan virus polio liar di Indonesia. Tahun 2005, muncul kasus polio di Jawa Barat. “Itu sebelum kita mendapat sertifikat dari WHO,” ujar dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc-VPCD.

Tidak diketahui pasti, bagaimana virus polio liar kembali masuk ke Indonesia; ditengarai berasal dari Nigeria. Anak-anak di desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, bisa tertular karena ternyata cakupan vaksinasi polio 0%; seluruh bayi dan balita di daerah tersebut tidak divaksin. Begitu muncul virus polio liar, anak-anak pun terserang dan menderita lumpuh layu. Hanya dalam hitungan bulan, 10 propinsi di Indonesia ikut terjangkit polio. Baru hilang setahun kemudian setelah dilakukan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) hingga 9 kali. Sebanyak 385 anak lumpuh selama wabah tersebut (2005-2006).

Penularan virus polio utamanya melalui jalur fekal-oral. Feses (tinja) penderita yang mengandung virus polio mencemari sumber air atau makanan, kemudian air/makanan tersebut dikonsumsi oleh orang yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap polio. Betapa mudahnya virus polio menyebar ke berbagai daerah, bila mencemari air sungai. Semua anak yang mengonsumsi air tersebut dan tidak mendapat vaksin polio, bisa tertular.

Virus polio akan menempel di usus, kemudian masuk ke aliran darah dan menyerang saraf sehingga penderita menjadi lumpuh. Satu-satunya cara melindungi anak dari infeksi polio yakni dengan vaksinasi, yang akan memicu terbentuknya antibodi terhadap virus ini. Dengan demikian, bila di kemudian hari anak terpapar oleh virus polio liar, tubuh sudah siap membasmi.

Vaksin polio ada yang diberikan secara oral (OVP), ada yang dengan suntikan/injeksi (IPV). OVP menggunakan virus polio yang sudah dilemahkan (vaksin hidup), sedangkan IPV merupakan vaksin mati. Di Indonesia, program pemerintah menggunakan OPV. “Prinsipnya sama saja. Bisa digunakan bergantian, tidak masalah,” tegas dr. Dirga.

Secara perlahan, pemerintah akan mengganti penggunaan OPV ke IPV. Di negara yang sudah bebas polio, biasa digunakan IPV. Tentunya, tidak bisa diganti sekaligus; perlu waktu untuk transisi. Jogjakarta merupakan pilot project. Di Daerah Istimewa ini, vaksin polio sudah diberikan sepenuhnya melalui IPV. Untuk daerah lain, IPV masih perlu dilakukan atas biaya sendiri. Pilihan kembali pada orangtua, mau menggunakan OPV atau IPV. Yang penting, berikan sesuai jadwal: saat bayi baru lahir (OPV 0), dilanjutkan dengan rangkaian dasar saat anak berusia 2-4-6 bulan. (nid)