Indonesia masuk ke dalam negara kedua dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Ternyata diabetes adalah salah satu pendorong utama epidepmi TB di seluruh dunia.
Laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak setengah juta kasus TB disertai dengan diabetes, pada tahun 2021. Ini berarti satu dari lima penderita TB juga mengalami diabetes.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Diabetes melitus meningkatkan risiko terjadinya TB dan reaktivasi tuberkulosis laten (sudah memiliki kuman TB, namun dalam kondisi tidak aktif).
Hubungan diabetes dengan TB
Dr. Ahmad Fuady, MSc, PhD, peneliti TB Indonesia menjelaskan, “Kalau orang kena diabetes, ada kecenderungan daya tahan tubuhnya menurun. Pertama, sebenarnya kuman itu datang kita tidak langsung sakit (TB laten). Bisa ditahan oleh kondisi (imunitas) tubuh kita. Tetapi ketika ia diabetes, kondisi tubuh kita menurun, maka akan munculah dia, yang tadi dia (kuman TB) tidur terus muncul.”
Dalam Konsensus Pengelolaan TB-DM di Indonesia dijelaskan, bahwa penyakit diabetes yang bersifat kronis (berlangsung tahunan) akan melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga penderitanya berisiko 3 kali lipat menderita TB aktif.
Juga dijelaskan, pengobatan pasien TB dengan komorbid diabetes lebih banyak mengalami kegagalan, dibanding pasien TB tanpa DM.
Diabetes dapat mempengaruhi efek obat anti tuberkulosis (OAT), sehingga mengurangi aktivitas bakterisidalnya. Selain itu, interaksi antara OAT (terutama rifampicin) dengan obat penurun gula bisa mengganggu kontrol glikemik, sehingga memperburuk hasil penanganan TB pada pasien diabetes.
“Kadang-kadang penderita TB dengan diabetes, gejala TB-nya menjadi tidak khas,” imbuh dr. Fuady. “Misalnya batuk berdahak. Kok ini tidak khas TB ya, yang harusnya batuk 2 minggu, ini kok batuknya jarang-jarang, tetapi bolak-balik.”
“Dari tanda-tanda khas TB, mungkin keringat malamnya tidak keluar, tetapi ia ada batuk yang hilang timbul,” kata dr. Fuady dalam peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia yang diadakan oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Senin (25/3/2024).
Pada TB laten penderita umumnya tidak mengalami gejala. Penderita baru menyadari dirinya menderita tuberkulosis setelah melakukan pemeriksaan untuk penyakit lain.
Sementara bagi penderita TB aktif, gejala yang muncul berupa:
- Batuk yang berlangsung lama (lebih dari 2 minggu)
- Batuk biasanya disertai dahak atau batuk berdarah
- Nyeri dada saat bernapas atau batuk
- Keringat malam hari tanpa disertai aktivitas
- Hilang nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Demam dan menggigil
- Kelelahan
Diabetesi wajib skrining TB
Dr. Fuady menekankan penting bagi penderita diabetes melakukan skrining tuberkulosis. “Walaupun tidak ada riwayat keluarga dengan TB. Semua penderita diabetes dianjurkan skrining TB, apalagi ada satu atau gejala yang muncul, perlu periksa lebih lanjut,” katanya.
Selain melalui anamnesis (tanya jawab dengan dokter), perlu juga melakukan foto toraks untuk mencari abnormalitas paru, atau pemeriksaan dahak.
Lantas bagaimana pengobatannya? Melalui pemeriksaan tes cepat molekuler, dengan cepat bisa diketahui pasien masih sensitif dengan obat TB lini pertama atau sudah kebal (TB resisten obat / TB RO), dr. Fuady menerangkan.
“Tetap ada kemungkinan untuk langsung resisten obat, meskipun kemungkinannya jauh lebih kecil. Kalau sudah kebal, langsung diberi obat untuk yang resisten,” pungkasnya. (jie)