Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. “Sebagian berupa stroke sumbatan (iskemik), dan sepertiga dari sumbatan disebabkan oleh atrial fibrilasi,” ungkap dr. Dony Yugo Hermanto, Sp.J.P Subsp.Ar (K), FIHA dari RS Pondok Indah – Pondok Indah. Atrial fibrilasi adalah salah satu bentuk aritmia yang berbahaya. Mendeteksi aritmia sebenarnya bisa kita lakukan dengan cara sederhana.
Aritmia adalah gangguan irama jantung, di mana detak jantung tidak normal sebagaimana mestinya. Bisa terlalu cepat, terlalu lambat, tidak beraturan, atau bahkan jantung hanya bergetar dan tidak bisa memompa.
Irama jantung diatur oleh aliran listrik jantung, yang dihasilkan oleh generator listrik jantung. Gangguan pada aliran listrik ataupun generator listrik akan mengganggu irama jantung. “Bisa karena listrik konslet, kadang tidak ada listrik sama sekali, hingga jantung berhenti,” ujar dr. Dony dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Ada cukup banyak jenis aritmia. Yang sering dijumpai antara lain atrial fibrilasi di mana denyut jantung tak beraturan dan cepat yang disebabkan oleh badai listrik di jantung, takikardi di mana jantung berdetak lebih cepat dari normal, dan brakikardi di mana detak jantung terlalu lambat.
Aritmia yang berbahaya dan mengancam nyawa disebut aritmia letal. Misalnya fibrilasi ventrikel, di mana ventrikel hanya bergetar dan tidak memompa darah. “Ini adalah jenis aritmia yang paling berbahaya, yang bisa menyebabkan sudden cardiac death atau kematian mendadak akibat jantung,” tegas dr. Dony.
3 Cara Mendeteksi Aritmia Sendiri
Denyut nadi dornal yaitu 60 – 100 kali per menit, dengan irama yang teratur. Mendeteksi aritmia bisa dilakukan sendiri dengan cara sederhana di rumah. Berikut ini beberapa caranya.
1. MENARI
Cara yang paling sederhana yakni dengan MENARI (meraba nadi sendiri). hanya membuuhkan konsentrasi dan penghitung waktu (bisa menggunakan HP). Caranya, letakkan telunjuk, jari tengah dan jari manis pada pergelangan tangan bagian dalam, tepat di bawah pangkal ibu jari. Tekanlah dengan lembut sampai denyut terasa, lalu hitung berapa denyut nadi selama 30 detik. Setelah itu kalikan dua; itulah hasil denyut nadi dalam satu menit atau 1 bpm (beat per minute).
2. Gunakan oximeter
Rasanya, hampir semua rumah memiliki alat kecil ini lantaran pandemic COVID-19. Ternyata, oximeter tak hanya bemanfaat untuk mengukur saturasi atau kadar oksigen dalam darah (SpO2), tapi juga detak jantung (PR).
Caranya, pertama pastikan dulu untuk beristirahat setidaknya 5 menit sebelum melakukan pengukuran. Letakkan tangan di dada setinggi jantung, lalu tahan. Nyalakan oximeter, lalu jepitkan pada salah satu ujung jari. “Biarkan selama minimal satu menit, hingga pembacaannya stabil,” ujar dr. Dony.
Jangan lupa untuk mencatat hasil beserta tanggal dan waktu pengecekan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari, untuk melihat pola denyut nadi. Bila ada tanda irama jantung yang tidak normal, segeralah berkonsultasi ke dokter. Untk hasil yang lebih akurat, jangan memakai cat kuku atau kuku palsu saat pengukuran.
3. Memakai smartwatch
Ini adalah cara yang paling canggih untuk melakukan pemeriksaan nadi sendiri. ukurlah detak jantung menggunakan fitur heart rate monitor. Keunggulan menggunakan smartwatch dan aplikasinya, riwayat hasil pengukuran akan tercatat. Lakukanlah pemeriksaan beberapa kali dalam sehari setiap hari, untuk melihat pola yang lebih detil. “Smartwatch generasi baru bahkan bisa melakukan rekam jantung atau EKG,” ujar dr. Dony. Bila ada irama jantung yang tidak normal, aplikasi pada smartwatch akan mengirimkan tanda peringatan. Bila demikian, segeralah berkonsultasi ke dokter.
Ketiga cara di atas cukup efektif memeriksa denyut nadi, tapi masih memiliki keterbatasan. Kadang diperlukan pemeriksana yang lebih canggih di RS. “Ada aritmia yang karakteristiknya hanya muncul sesekali, tidak tiap hari. Karenanya, ada perekaman EKG ambolatori yang bisa dibawa pulang,” terang dr. Dony.
Ambulatori EKG adalah pemeriksaan elektrokardiogram untuk merekam aktivitas listrik jantung, yang dilakukan terus menerus selama periode 24 – 72 jam atau tujuh hari, tergantung kebutuhan. Ada Holter EKG yang bentuknya seperti monitor kecil, dan bisa dikenakan di leher atau pinggang. Ada pula alat implantable loop recorder yang seperti susuk dan ditanam di bawah kulit dada. “Alat ini bisa merekam irama jantung dalam jangka panjang, sampai tiga tahun,” ucap dr. Dony.
Jangan remehkan aritmia. Kadang tak bergejala, tapi bisa sangat fatal. Mendeteksi aritmia bisa dimulai dengan cara sederhana. Bila merasakan gejala aritmia atau hasil pemeriksaan sendiri menunjukkan hal yang tidak normal, segeralah ke dokter untuk melakukan pemeriksaan yang lebih canggih.
Apakah aritmia bisa diobati? Baca artikel berikutnya di sini. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Image by freepik