intervensi gizi untuk diabetes dan perlemakan hati

Intervensi Gizi untuk Diabetes dan Perlemakan Hati, serta Peranan Probiotik

Diabetes mellitus tipe 2 (DM 2) dan perlemakan hati merupakan salah dua dari berbagai manifestasi yang bisa muncul akibat sindrom metabolik (SM). SM sendiri adalah sekelompok kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas sentral, dislipidemia, dan rendahnya kolesterol ‘baik’ HDL. Selain meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke, SM juga bisa menimbulkan DM2 dan perlemakan hati.

Intervensi gizi adalah salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes, bahkan merupakan terapi utama dalam pengobatan perlemakan hati. Untuk itu, peranan dietisien ataupun nutrisionis sangatlah krusial. Jangan sampai begitu pulang, pasien kebingungan bagaimana pola makannya,” ungkap Triyani Kresnawan, DCN, MKes, RD, FISQua. Ini diungkapkannya dalam webinar kesehatan untuk dietisien/nutrisionis bertajuk Gizi untuk Diabetes dan Perlemakan Hati, Sabtu (11/2/2023).

Intervensi Gizi untuk DM2

DM2 termasuk salah satu penyakit kronis yang paling banyak di Indonesia. Kementrian Kesehatan menyebut, satu dari 10 penduduk Indonesia dewasa menyandang diabetes. Triyani menjelaskan, tujuan diet diabetes tak lain untuk mencegah komplikasi, dengan modifikasi pola makan dan gaya hidup.

Terapi gizi yang dirancang oleh dietisien bersifat individual, disesuaikan dengan kondisi tiap pasien. “Targetnya yaitu mencapai dan mempertahankan kadar gula darah, HbA1c, profil lipid, tekanan darah, dan berat badan (BB) normal,” ujarnya.

Perencanaan kebutuhan energi mengikuti patokan basal 25-30 kkal/kg BB ideal. Baru kemudian dilihat faktor penentu kebutuhan energi pasien, antara lain:

  • Jenis kelamin. Perempuan 25 kkal, laki-laki 30 kkal.
  • Usia. Di atas 40 tahun dikurangi 5% dari basal, dan umur 60 – 69 tahun dikurangi 10% dari basal).
  • Aktivitas. Istirahat +10%, aktif ringan +20%, sedang +30%, dan berat +50% dari basal.
  • Koreksi Berat Badan. Dikurangi 20-30% dari basal.

“Perhatikan selalu jumlah, jenis, dan jadwal makan,” ucap Triyani. Memonitor asupan karbohidrat masih jadi strategi kunci untuk mencapai kontrol glikemik. Namun bukan berarti asupan karbohidrat sangat minim. “Karbohidrat dianjurkan 45 – 65% dari total asupan kalori. Asupan <130 g/hari tidak dianjurkan,” tegasnya.

Link Sertifikat Webinar 11 Februari 2023 (Mohon segera diunduh)

Adapun asupan protein yaitu 10 – 20% dari total asupan energi, dan lemak 20 – 25%. “Tentu yang diutamakan adalah lemak tidak jenuh. Lemak jenuh cukup <7%; lemak tak jenuh ganda <10%, dan sisanya lemak tak jenuh tunggal,” papar Triyani.

Jadwal makan yang dianjurkan yaitu 3x makan utama, dan 2x snack. Pembagian porsi makan meliputi: sarapan 25% dari total energi, makan siang 30%, makan malam 30%, dan makanan selingan atau snack 10 – 15%.

Triyani meningatkan pentingnya memperhatikan nilai indeks glikemik (IG) dan beban glikemik (BG) dalam tiap makanan. IG menunjukkan seberapa cepat gula/karbohidrat diserap tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Yang disarankan adalah makanan dengan nilai IG rendah (0-55) dan sedang (56-69).

“Namun selain IG, BG juga harus diperhitungkan,” ujarnya. BG penting untuk memprediksi kenaikan gula darah dari berbagai jenis dan jumlah makanan. Rumus menghitung BG yaitu IG:100 x jumlah karbohidrat (g) per sajian. Disebut rendah bila nilainya <10; menengah 11-19, dan tinggi >20.

Suatu makanan bisa saja memiliki IG tinggi dan BG rendah, misalnya wortel impor dan kentang rebus. “Ini tidak berpengaruh signifikan pada kadar gula darah,” terang Triyani. Sebaliknya, bisa saja IG rendah tapi BG tinggi, yang bisa menaikkan gula darah bila dikonsumsi dalam jumlah besar, misalnya jus buah murni. Yang terbaik tentu saja IG dan BG rendah, seperti kedelai, tahu dan tempe. IG dan BG tinggi seperti sirup dan soft drink sudah tentu harus dihindari.

Pola makan seperti ini diperuntukkan bagi diabetesi yang belum ada komplikasi. Mereka dengan komplikasi tertentu, tentu membutuhkan terapi gizi yang berbeda pula. Misalnya pada diabetes nefropati yang belum membutuhkan hemodialysis, yang kini disarankan yaitu diet PLADO (Plant-Dominant Low-Protein Diet for Conservative Management of Chronic Kidney Disease). “Pada diet ini, sumber protein nabati diberikan >50% dari total asupan protein,” jelas Triyani. Lebih jauh tentang diet PLADO akan dibahas dalam artikel berikutnya.

Terapi Gizi untuk Perlemakan Hati

Perlemakan hati adalah penumpukan trigliserida (TG) dan lemak lain di dalam sel hati. “Perlemakan hati bisa disertai dengan peradangan hati, dan kematian sel hati atau steatohepatitis,” ujar Meike Mayasari, S.Gz, MPH, RD dari RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

Kasus perlemakan hati sebenarnya cukup tinggi. Secara global, angkanya 25% atau 1 dari 4 orang. Pada populasi obesitas, perlemakan hati bukan karena alkohol (NAFLD) mencapai 90%, dan NASH (non-alcoholic steatohepatitis) 3-5%. maupun NASH. Adapun pada pasien DM2, kasus NAFLD mencapai 60%. Namun demikian, isu perlemakan hati relatif jarang dibicarakan.

Perlemakan hati sering kali tidak bergejala, atau gejalanya tidak spesifik seperti kelelahan, dan rasa tidak nyaman/penuh di perut bagian kanan. Kadar SGOT/SGPT pun tidak selalu abnormal. “Perlemakan hati hanya bisa diketahui melalui pencitraan, misalnya USG. Seringnya ditemukan tidak sengaja, ketika pasien menjalani pemeriksaan pencitraan untuk tujuan lain,” papar Meike.

NAFLD bisa berkembang menjadi NASH/fibrosis. Bila tidak ditangani bisa terus berkembang menjadi sirosis, dan akhirnya kanker hati. Pasien perlemakan hati harus segera mendapat terapi, karena dampaknya tidak main-main.

“Hingga saat ini, belum ada pengobatan farmakologi yang jelas untuk perlemakan hati. Intervensi gizi dan latihan menjadi terapi lini pertama,” tegas Meike. Namun sayangnya, pedoman pasti untuk terapi gizi pada perlemakan hati pun belum ada. “Sejauh ini, kemunculan NAFLD dikaitkan dengan pola makan Western diet. Sebaliknya menurut studi, diet Mediterania dan diet DASH memiliki efek menguntungkan pada NAFLD. Jadi kedua pola makan inilah yang biasa diterapkan pada pasien NAFLD,” imbuhnya.

  • Diet Mediterania

Definisi diet Mediterania cukup bervariasi. “Namun secara umum, diet Mediterania tinggi serat, tinggi proporsi asam lemak tak jenuh baik tunggal (MUFA) maupun ganda (PUFA), dan rendah lemak jenuh” terang Meike. Pola makannya banyak konsumsi sayur, buah segar, gandum utuh, ikan, biji-bijian, kacang-kacangan, dan polong-polongan.

  • Diet DASH

Diet DASH sebenarnya cukup mirip dengan diet Mediterania. Diet DASH memiliki proporsi rendah lemak, tinggi serat, rendah garam, serta tinggi kalsium, potassium (kalium) dan magnesium. “Makanan meliputi tinggi sayur dan buah, produk susu rendah lemak, kaya akan ikan, biji-bijian dan kacang-kacangan, serta rendah protein hewani dan gula,” papar Meike.

Asupan asam lemak tak jenuh berperan penting dalam terapi gizi untuk NAFLD. Suplementasi PUFA berupa Omega-3 bisa menurunkan kandungan lemak hati dan skor steatosis. Adapun asupan MUFA dari extra virgin olive oil antara lain memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulator, serta menurunkan oksidasi lipid dan kerusakan DNA.

Asupan serat juga tak kalah penting. Pola makan rendah serat berkaitan dengan NAFLD. “Rendahnya konsumsi serat disertai pola makan lain yang kurang baik, bisa menginduksi terjadinya disbiosis (ketidakseimbangan mikroflora usus), yang bisa memicu peradangan sistemik serta peradangan dan kerusakan hati,” tutur Meike.

Peranan Probiotik

Hal serupa disampaikan oleh Ni Putu Desy Aryantini, S.KM, M.AFH, Ph.D, peneliti probiotik dari PR Science PT Yakult Indonesia Persada. “Kondisi disbiosis bisa merusak lapisan barrier usus dan membuat sel-sel epitel usus merenggang. Akhirnya endotoksin maupun bakteri patogen bisa keluar dari lumen usus dan masuk ke aliran darah (translokasi). Hal ini akan menginduksi terjadinya peradangan sistemik,” paparnya. Peradangan sistemik dalam jangka panjang turut berperan dalam terjadinya berbagai penyakit kronis, termasuk DM 2 dan perlemakan hati.

Probiotik berperan mengembalikan keseimbangan mikroflora usus, dengan merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat di usus. “Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri bermanfaat seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium membuat lingkungan usus menjadi asam, sehingga bakteri patogen sulit tumbuh,” ujar Desy.

Flora usus yang sehat juga meningkatkan produksi SCFA yang menutrisi sel-sel usus besar. Secara perlahan, barrier dan permeabilitas usus pun membaik. “Studi oleh Junko Sato (2017) menemukan, pemberian probiotik mampu menurunkan translokasi bakteri pada pasien DM2,” ucap Desy.

Adapun penelitian oleh E. Naito (2017) menemukan, pemberian probiotik berupa minuman susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain selama 8 minggu, mampu menurunkan kadar glikoalbumin, HbA1c, dan kolesterol LDL. Penelitian dilakukan terhadap 100 orang obes dengan pra diabetes, yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok (kelompok probiotik dan plasebo). Pada kelompok plasebo, tidak ditemukan hasil yang telah disebutkan.

Terkait perlemakan hati, studi yang dilaporkan oleh Koga, dkk (2013) menemukan bahwa konsumsi L. casei Shirota strain mampu meningkatkan fungsi liver, serta menurunkan indikasi inflamasi.

Yakult dengan kandungan L. casei Shirota strain bisa dijadikan bagian dalam pola makan sehat untuk DM2 dan perlemakan hati. Cukup 1 botol sehari untuk memelihara keseimbangan flora usus. Yang penting dikonsumsi secara rutin dan kontinyu, setiap hari. (nid)

___________________________________

Ilustrasi: Ihttps://www.freepik.com/free-photo/young-woman-with-eating-disorder-food...">Freepik