deteksi dini dan kenali gejala demensia alzheimer

Deteksi Dini dan Kenali Gejala Demensia Alzheimer

Demensia atau pikun menjadi penyebab utama ketergantungan lansia pada orang lain. Padahal seharusnya seorang lansia tidak harus mengalami demensia. Deteksi dini mutlak diperlukan untuk mengenali gejala demensia, terutama disebabkan penyakit Alzheimer, agar tidak terlambat pengobatan.

Demensia merupakan sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi ingatan, emosi dan perilaku aktivitas sehari-hari. Demensia Alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 63%. 

Masyarakat sering menyebut kondisi ini sebagai pikun. Pikun sering dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga demensia Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia).

Deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Selain itu penanganan Alzheimer sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan.

Ketua umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP PERDOSSI), Dr. dr. Dodik Tugasworo, SpS(K) mengatakan, meskipun demensia sebagian besar dialami oleh lansia, kondisi ini bukanlah hal yang normal.

“Estimasi jumlah penderita penyakit Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Trennya jumlahnya akan semakin bertambah,” terangnya dalam kampanye #ObatiPikun, yang diadakan secara virtual, Senin (14/9/2020).

Baca: Membedakan Gejala Lupa Alamiah Atau Pikun Akibat Penyakit Alzheimer

Penting untuk mendeteksi gejala penurunan fungsi otak sebelum terlambat, dan menjadi demensia. Menurut dr. Astuti, SpS(K), Ketua Kelompok Studi (Pokdi) Neurobehavior PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) setidaknya ada 10 gejala umum demensia Alzheimer, yakni:

  1. Gangguan daya ingat, seperti sering lupa akan kejadian yang barus saja terjadi, lupa janji, menanyakan hal yang sama berulang kali, dll.
  2. Sulit fokus, ditandai kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti lupa cara memasak, tidak dapat melakukan perhitungan sederhana, bekerja dalam waktu yang lebih lama dari biasanya, dll.
  3. Sulit melakukan kegiatan familiar seperti sulit merencanakan/menyelesaikan tugas sehari-hari, bingung cara mengemudi atau sulit mengatur keuangan.
  4. Disoreintasi. Bingung akan waktu (tanggal & hari-hari penting), bingung di mana ia berada dan bagaimana sampai di sana atau tidak tahu jalan pulang.
  5. Kesulitan memahami visuo spasial. Penderita menjadi sulit untuk mengukur jarak, membedakan warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, kerap tumpah saat menuangkan air di gelas, dll.
  6. Gangguan berkomunikasi seperti sulit berbicara dan mencari kata yang tepat untuk menjelaskan suatu benda, atau sering berhenti di tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.
  7. Menaruh barang tidak pada tempatnya. Lupa di mana meletakkan suatu barang, kadang curiga ada yang mencuri/menyembunyikan barang tersebut.
  8. Salah membuat keputusan. Kadang berupa hal sederhana seperti berpakaian tidak sesuai, memakai kaus kaki berbeda atau tidak memahami jumlah yang perlu dibayar dalam transaksi.
  9. Menarik diri dari pergaulan. Tidak punya semangat ataupun inisiatif untuk melakukan aktivitas/hobi yang biasa dilakukan.
  10. Perubahan perilaku & kepribadian.

Deteksi dini lewat aplikasi

Saat ini deteksi dini demensia atau kepikunan bisa dilakukan lewat bantuan aplikasi khusus di ponsel/website. Salah satunya adalah yang dikembangkan oleh dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS(K) dan tim.

“Kami mengembangkan aplikasi E-MS (E-Memory Screening) yang diharapkan menjadi tes massal kepada setiap orang untuk mendeteksi secara cepat dan sedini mungkin kemungkinan mengarah ke demensia,” terang dr. Pukovisa dalam kesempatan yang sama.

Sebagai informasi, E-MS dapat diunduh di Playstore dan Appstore mulai tanggal 20 September 2020. Apabila dari skor E-MS menunjukkan mengarah ke abnormal, maka aplikasi ini juga menyediakan fitur direktori rujukan kepada para pakar di sekitar pengguna aplikasi berbasis GPS (termasuk informasi jarak, nama dokter beserta keahliannya di bidang demensia), dan call center RS tempat praktek yang dapat dihubungi. (jie)

Baca juga : Pengobatan Alzheimer