Lupa bisa terjadi pada siapa saja, tetapi juga bisa sebagai penanda pikun. Padahal pikun adalah penyakit yang tidak wajar dialami oleh lansia. Sebagian besar pikun disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Penting untuk bisa membedakan lupa alamiah atau karena pikun akibat penyakit Alzheimer.
Pikun identik sebagai penyakit lansia, sehingga kita menganggapnya wajar. Tetapi tahukah Anda bila seharusnya lansia tidak mengalami pikun.
Secara alamiah akan terjadi penurunan fungsi kognitif otak dengan pertambahan usia; orang kerap menyebutnya dengan faktor ‘U’ (umur). Tetapi pada beberapa orang yang mengalami demensia, penurunan fungsi otak ini terjadi lebih cepat.
Dr. Astuti, SpS(K), Ketua Kelompok Studi (Pokdi) Neurobehavior PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) menjelaskan demensia merupakan sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi kognitif (ingatan), emosi dan perilaku aktivitas sehari-hari. Kejadian demensia meningkat 2 x lipat setiap 10 tahun setelah usia 60 tahun.
Secara global lebih dari 50 juta orang di dunia mengalami demensia, masyarakat menyebut kondisi ini sebagai pikun, “Demensia Alzheimer adalah jenis demensia terbanyak, sekitar 62%,” terangnya dalam konferensi pers virtual kampanye #ObatiPikun, Senin (14/9/2020).
Di Indonesia pada 2013 tercatat sebanyak 1 juta orang menderita Alzheimer, diprediksi akan meningkat 2x lipat pada 2030 dan 4x lipat pada 2050.
Lupa menjadi penanda pikun paling jelas. Tetapi tidak semua lupa disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Dalam kesempatan yang sama dr. Pukovisa Praworoharjo, SpS(K), menjelaskan ada ciri tertentu lupa yang perlu diwaspadai sebagai penanda pikun:
- Lebih sering lupa, “Sehingga penting memiliki aktivitas yang sama seperti sebelum pensiun, agar dapat mendeteksi dini lupa yang semakin sering,” kata dr. Pukovisa.
- Lebih sulit mencari barang/mengingat. Lebih menguras tenaga dan emosi untuk mencari barang/ingatan lainnya karena kesulitan runtun dalam mengingat.
- Penurunan kualitas mengingat dalam berbagai aktivitas, produktivitas, hobi dan ibadah.
- Lupa hal baru sesaat dan variasi aspek lupa meningkat, misalnya lupa nama orang yang baru dikenal, makan/minum apa sebelumnya, lupa membawa/menaruh barang, lupa janji/kegiatan, lupa di mana tempat parkir, lupa rakaat sholat, dll.
- Derajat semakin parah, ditandai dengan lupa informasi lama (otobiografi), seperti nama anak/keluarga terdekat, almamater sekolah, alamat rumah, dll.
- Derajat semakin ‘menyiksa’. Misalnya rumah nyaris kebakaran karena lupa mematikan kompor, lupa mengambil kartu ATM di mesin ATM, ketinggalan barang/uang di fasilitas publik, dll.
Dr. Astuti menambahkan, lupa pada orang normal suatu saat akan ingat lagi, entah dalam jam atau beberapa hari kemudian. “Tetapi tidak pada penderita demensia Alzheimer. Lupa mulai terjadi tiap hari, disertai curiga dan menuduh orang lain,” imbuhnya.
Lupa pada orang muda
Bagaimana jika sering lupa dialami oleh orang yang lebih muda, lantas apakah ini juga tanda pikun di usia produktif?
Otak manusia berkembang sempurna sampai usia 20 tahun, dr. Astuti menjelaskan, secara alamiah (setelah umur 20 tahun) sel-sel otak ‘rotok’ seiring pertambahan usia. Paling cepat di otak kanan bagian depan, yang adalah pusat atensi / konsentrasi.
“Pada orang muda tanpa penyakit lain – infeksi otak, epilepsi, pernah cedera kepala, pengguna napza – biasanya karena gangguan atensi, pikirannya ke mana-mana / tidak fokus,” kata dokter dari Departemen Neurologi FK UGM Yogyakarta ini.
“Di dalam fungsi kognitif ada 5 domain, yang utama adalah atensi. Begitu atensinya terganggu, maka fungsi eksekutifnya, memorinya, kemampuan komunikasi, visuo spasial pasti juga terganggu.” (jie)
Baca juga : Enam Hal yang Bisa Kita Lakukan untuk Mengurangi Risiko Demensia