Kita kerap mendengar kejadian keracunan setelah menyantap makanan di pesta ulang tahun, pernikahan atau bahkan makanan siang untuk anak sekolah. Salah satu gejala khas yang muncul adalah diare.
Keracunan makanan terjadi akibat kontaminasi kuman (mikroba), racun (toksin) atau bahan kimia berbahaya dalam makanan. Menimbulkan gejala seperti mual, muntah, sakit perut/kram perut, sakit kepala, demam hingga diare.
“Gejala ini bisa muncul 1 hingga 2 hari setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi,” ujar Meike Mayasari, SGz, MPH, dietisien RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta. “Namun, gejala juga dapat muncul beberapa jam atau beberapa minggu kemudian. Diare akibat keracunan makanan dapat juga disertai darah atau lendir.”
Secara umum penanganan diare utamanya adalah mengganti cairan yang keluar dan mencegah dehidrasi. Setidaknya 6 - 8 gelas (1,5-2,0 L) cairan setiap hari. Sangat disarankan untuk minum satu gelas cairan tambahan untuk setiap tinja encer yang dialami.
“Minumlah sebagian besar cairan di sela waktu makan (misalnya antara makan siang dan makan malam). Sehingga tidak terlalu kenyang untuk mengonsumsi makanan yang Anda butuhkan. Sebaliknya minum di saat makan bisa mempercepat pengosongan lambung, dan mungkin memperburuk diare,” terang Meike.
Minuman seperti jus buah, minuman olahraga, teh herbal, sup dan larutan rehidrasi oral lebih disarankan. Sebaliknya hindari konsumsi minuman berlaktosa, minuman mengandung sirup jagung tinggi fruktosa/sorbitol, madu, kopi, teh hitam atau hijau, cola atau alkohol.
Bahan makanan yang disarankan saat diare
Diarea akibat keracunan makanan bisa menyebabkan penurunan nafsu makan, padahal penderita membutuhkan asupan nutrisi untuk pemulihan.
“Makanlah dalam porsi kecil dan sering sepenjang hari. Kemudian, duduk dan bersantailah 20-30 menit setelah makan. Konsumsi makanan/minuman yang mengandung natrium dan kalium,” saran Meike.
Ia melanjutkan, beberapa bahan makanan yang direkomendasikan selama diare antara lain:
- Biji-bijian. Tepung putih, roti, bagel, roti gulung, krackers, pasta terbuat dari tepung putih/tepung olahan. Sereal panas/ dingin terbuat dari tepung putih/ tepung olahan. Atau, biji-bijian dengan serat makan <2 gram per sajian.
- Daging/sumber protein lainnya. Daging, unggas, ikan, telur atau berbahan kedelai yang dimasak dengan baik dan lunak, dibuat tanpa tambahan lemak. Termasuk selai kacang lembut.
- Sayuran yang dimasak dengan baik tanpa biji/ kulit, kentang tanpa kulit, atau jus sayuran yang disaring.
- Buah-buahan. Jus buah tanpa ampas, kecuali jus prem. Pisang matang, melon atau buah kalengan lunak.
- Susu dan produk susu. ASI dan susu formula bayi, buttermilk, susu evaporasi, susu skim/ rendah lemak, susu bubuk, susu kedelai fortifikasi, susu almond fortifikasi, yogurt (tanpa tambahan kacang atau buah) dengan kultur aktif hidup, keju, es krim rendah lemak (tanpa kacang/buah). Jika intoleransi laktosa, pilih produk bebas laktosa.
- Minyak dan lemak. Mentega, krim keju, margarin (bebas lemak trans), mayones - tidak lebih 2 sdm/ makan.
Nutrisi spesifik: probiotik
Saluran cerna manusia dihuni oleh trilyunan bakteri, baik bakteri baik (probiotik), patogen (menyebabkan penyakit) atau bakteri komensal (netral).
Pada orang sehat komposisi bakteri ini seimbang – disebut normobiosis – dengan didominasi bakteri probiotik. Selain itu, mukosa usus tebal, dipenuhi oleh bakteri baik, peptida antibakteri dan sistem imun juga melimpah.
Sementara pada penderita diare, usus ada pada kondisi dysbiosis, di mana mukosa usus menipis, patogen mulai meningkat, sementara jumlah bakteri baik berkurang.
Manfaat probiotik untuk mengatasi diare telah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian. Pada dasarnya, probiotik bekerja dengan membentuk kolonisasi dan memicu pertumbuhan bakteri baik di usus. Dengan demikian, mikroorganisme patogen tidak bisa melekat di dinding usus. Probiotik juga mengaktifkan sistem imun pada saluran cerna, sehingga patogen penyebab diare bisa segera dibasmi.
Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS, peneliti probiotik dan Guru Besar Teknologi Pertanian UGM, menjelaskan dari meta-analisis tahun 2021 oleh Rao Huang, dkk, terbukti bila penambahan probiotik pada terapi diare pada anak bisa memperpendek durasi diare, meningkatkan efek terapeutik setelah pengobatan 2 hari, dan mengurangi waktu rawat inap.
Prof. Trisye - demikian ia biasa disapa – menambahkan, bakteri bisa disebut probiotik yang memiliki manfaat kesehatan tertentu, ia telah melewati persyaratan ketat, teridentifikasi genus, spesies hingga strain-nya. Salah satunya adalah L. casei strain Shirota (LcS).
Riset tentang konsumsi susu fermentasi mengandung LcS menjelaskan, “Konsumsi rutin susu fermentasi berisi LcS terbukti dapat mencegah terjadinya konstipasi, diare, serta memperbaiki status nutrisi anak-anak di Vietnam,” ujarnya kepada OTC Digest.
Riset tahun 2010 di India melibatkan 3.758 balita. Sebagian anak mendapat susu fermentasi mengandung LcS, dan sebagian lagi mendapat plasebo berupa susu asam tanpa LcS.
Setelah konsumsi selama 12 minggu, kejadian diare pada kelompok probiotik sangat rendah, yaitu 0,88 kasus/anak/tahun. Sedangkan pada kelompok plasebo mencapai 1,029 kasus/anak/tahun.
Studi tersebut membuktikan perbedaan signifikan antara kelompok probiotik dan plasebo dalam penurunan kejadian diare.
Manfaat lain dari LcS adalah meningkatkan lingkungan usus sehat dan memodulasi sistem imun tubuh. Intervensi probiotik terbukti mengembalikan komposisi bakteri usus (menjadi normobiosis) dan menghambat pertumbuhan patogen,
“Probiotik dapat digunakan untuk pencegahan dan penanganan berbagai tipe diare,” pungkas Prof. Trisye. (jie)