alergi kronis bisa picu penyakit lain
alergi kronis picu penyakit lain

Awas, Alergi Kronis Bisa Memicu Penyakit Lain

Alergi merupakan suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat asing pemicu alergi (alergen). Sayangnya, alergi kronis bisa memicu penyakit lain (berkembang menjadi penyakit lain). 

Respons alergi bisa berbeda-beda, tergantung dari sumber alergen dan bagaimana cara alergen itu masuk ke tubuh.

Menurut Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI, Presiden PP PERALMUNI (Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia), ada beberapa cara alergen masuk ke dalam tubuh, yaitu lewat saluran napas, pencernaan, suntikan atau kontak langsung dengan kulit. 

Reaksi umum alergi bisa berupa: bersin dan hidung gatal, berair atau tersumbat (rinitis alergi); mata gatal, merah, berair (konjungtivitis); sesak napas dan batuk; ruam merah yang menonjol dan gatal; bibir, lidah, mata atau wajah bengkak; sakit perut, muntah atau diare; kulit kering, merah dan pecah-pecah.

“Reaksi alergi yang umum dijumpai, tambahnya, bisa berupa alergi kulit seperti urtikaria (biduran) dan alergi pernafasan berupa rinitis alergi,” ujar Prof. Iris, dalam acara #IncidaluntukPejuangAlergi, Kamis (6/10/2022). 

Di Indonesia, angka kejadian alergi berkisar antara 20 - 64%. Laporan survei yang dilakukan Nielson tahun 2005 mencatat gejala alergi yang umum dijumpai berupa alergi kulit dan rinitis alergi yang mencapai 24%. 

Kejadian dermatitis atopi (eksim) di Indonesia di angka 23,67%. Biduran dan rinitis alergi merupakan penyakit atopik yang paling sering muncul, dengan riwayat alergi dalam keluarga sebesar 60,79%.

Gejala atau reaksi alergi memiliki tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari yang umum sampai yang parah (anafilaksis). 

Berkembang menjadi bentuk lain

Prof. Iris menjelaskan, jangan anggap remeh karena alergi kronis bisa memicu penyakit lain. “Jangan sampai jadi kronis, bisa jadi sinusitis, bahkan asma,” katanya. 

Rinitis alergi jika tidak diobati dapat menyebabkan sinusitis, otitis media (radang telinga tengah) atau polip hidung. Asma dapat berkembang menjadi pneumotoraks atau emfisema subkutan. 

Dermatitis atopik (eksim) berubah menjadi infeksi sekunder akibat bakteri Staphylococcus, dermatitis kontak (karena antibiotik), atau dermatitis tangan (melalui kontak yang berlebihan dengan air). 

Komplikasi yang terjadi pada mata yaitu keratokonjungtivitis atopik, keratoconus dan katarak atopik.

Data juga menyatakan sebanyak 69,8% kasus rinosinusitis alergi yang teridentifikasi positif disebabkan oleh alergi terhadap tungau debu rumah (TDM), yang mana 42.5% diantaranya terjadi pada anak-anak. 

Rinosinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus (rongga yang terletak di belakang dahi, tulang pipi, batang hidung, antara kedua mata) dan hidung.

“Kalau inflamasinya kronis harus dikontrol. Yang paling berbahaya adalah anafilaksis, bisa tidak sadar, bahkan kematian; biasanya disebabkan oleh alergi obat,” jelas Prof. Iris.   

Selalu sedia obat alergi 

Perlu dipahami alergi tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dicegah kekambuhannya atau ditangangi secepat mungkin sebelum menjadi parah.

Pencegahan alergi dimulai dengan mengubah gaya hidup, seperti menggunakan filter udara dan menghindari alergen. Olahraga teratur untuk meningkatkan daya tahan tubuh juga sangat penting. 

Segera minum obat anti-alergi saat gejala muncul. Perawatan alergi mencakup obat seperti antihistamin (cetirizine; misalnya yang dijual dengan merek dagang Incidal-OD®) untuk mengontrol gejala yang ada. 

Obat ini dapat digunakan saat alergi terjadi dan saat merasa gejala reaksi alergi untuk mencegah reaksi berlebihan. 

“Oleh karena itu, bagi pejuang alergi penting sekali untuk mengetahui faktor pemicu alerginya (alergen) agar bisa menghindar dari kemungkinan timbulnya gejala. Dan yang terpenting, selalu sediakan antihistamin sebagai obat darurat untuk mengantisipasi munculnya gejala alergi tanpa diduga,” tutup Prof. Iris. (jie)

Baca juga: Deteksi Alergi Spesifik dengan Bioresonansi