Atasi Depresi Setelah Melahirkan | OTC Digest

Atasi Depresi Setelah Melahirkan

Suatu hari, seorang gadis kecil bermimpi menjadi seorang ibu. Keinginannnya sangat besar, melebihi apa pun. Ia sangat yakin, mimpinya akan menjadi kenyataan. Gadis cilik itu pun tumbuh dewasa dan bertemu dengan pujaan hatinya, dan akhirnya mereka pun menikah.

Namun, sayang, Wanita muda ini memiliki masalah kesuburan. Untuk bisa mendapatkan momongan, ia dan suami harus berjuang selama bertahun-tahun. Sampai suatu hari, akhirnya dia hamil. Sembilan bulan berlalu dengan nyaman, buah hati yang telah lama dinanti pun lahir. Mimpinya menjadi kenyataan. Tetapi, bukannya bahagia, ia justru menangis. Ia sendiri bingung, mengapa ia sangat sulit berada di dekat putri pertamanya, Rowan. Bahkan, diceritakan bahwa ia pernah menabrakkan mobilnya dengan si kecil Rowan berada di kursi belakang.

Di atas adalah kisah nyata dari Brooke Shields, artis ternama Hollywood yang dituangkan dalam buku Down Came The Rain: My Journey Through Post Partum Depression. Buku ini bercerita, bagaimana Brooke harus berjuang mengusir rasa depresi, setelah melahirkan Rowan.

Depresi usia persalinan yang dialami Brooke, bukan hal yang aneh. Sekitar 80 % ibu yang baru melahirkan, diketahui mengalami perasaan tidak menentu usai persalinan (baby blues). Selama 5 - 12 hari, ibu yang baru sering menangis, cemas, terlalu peka atau kesulitan tidur. Bila kondisi ini berlangsung lebih dari dua minggu, ada kemungkinan ibu mengalami depresi pascapersalinan (post-partum depression).

Dr. Suryo Darmono, SpKJ dari RS St. Carolous, Jakarta, menyatakan, “Semua gejala gangguan mental/emosional setelah melahirkan terjadi dalam rentang waktu masa nifas, yaitu 4 minggu. Jika setelah melahirkan wanita itu baik-baik saja, dan 2 bulan kemudian mengalami depresi, kita sudah harus mempertimbangkan, mungkin itu bukan depresi pascapartum.”

Depresi pasca bisa memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada ibu, bayi/anak dan keluarga secara keseluruhan. Penelitian menunjukkan, perkembangan kognitif dan emosional serta perilaku sosial bayi/anak, dapat terpengaruh. Pernikahan juga dapat terganggu, dan pasangan bisa menjadi depresi.

 

Depresi pospartum

Depresi postpartum terjadi pada 10-15% wanita pada populasi umum. “Di Indonesia, angkanya cukup tinggi. Sekitar 10%,” ucap dr. Suryo.

Di samping murung dan sedih, penderita juga mengalami gejala depresi pada umumnya: perasaan letih-lemah-lesu, kelelahan, perasaan bersalah, gangguan selera makan, gangguan tidur, bahkan pikiran ingin bunuh diri.

“Pada depresi pascapartum, bisa dilihat bahwa gejala-gejalanya kemudian sangat berhubungan dengan perawatan anak,” jelas dr. Suryo. Ibu menjadi tidak berminat merawat bayinya, timbul perasaan putus asa dan bersalah yang kemudian dikaitkan dengan perasaan bersalah terhadap si kecil.

Terkadang, timbul perasaan benci terhadap bayinya. Bisa juga muncul perasaan bahwa ia tidak mampu menyayangi bayinya. Penderita kemudian merasa bahwa dia tidak akan sanggup membesarkan si kecil.

Semua pandangan negatif yang berhubungan dengan depresi, kemudian dikaitkan dengan bayinya. “Pada akhirnya, dampaknya adalah bahwa si ibu tidak bisa merawat bayinya dan dirinya sendiri dengan baik,” tambah dr. Suryo. Kadang, pada depresi yang lebih berat, sang ibu betul-betul sampai tidak mau makan. Ia menarik diri, mengurung diri di kamar dan sama sekali tidak mau merawat bayinya.

 

Penyebab

Seperti yang telah disinggung, banyak faktor yang berkontribusi untuk terjadinya gangguan psikiatri pospartum. Faktor biologis seperti hormonal dan kondisi fisik yang terkait kehamilan, faktor psikososial dan faktor sosioekonomi merupakan penyebab utama terjadinya gangguan ini.

 

Faktor Risiko

Setiap wanita bisa mengalami depresi postpartum. Seorang wanita kemungkinan akan mengalami depresi pasca-melahirkan, jika ia memiliki:

  1. Sejarah mengidap depresi atau penyakit mental lainnya.
  2. Pernah mengalami depresi pasca-melahirkan.
  3. Sejarah keluarga yang mengidap depresi.
  4. Mengalami stres di rumah atau di tempat kerja selama hamil.
  5. Kurang mendapat dukungan emosional.
  6. Memiliki masalah perkawinan atau masalah hubungan.

Wanita yang tidak memiliki faktor risiko seperti di atas, juga dapat mengalami depresi pasca-melahirkan.

 

Gejala depresi pasca melahirkan

Anda mungkin sedang mengalami depresi pascamelahirkan jika:

  1. Merasa tidak berharga, merasa bersalah atau tidak dapat mengatasi kehidupan Anda.
  2. Mengalami perubahan cepat tingkatan suasana hati dari sedih menjadi marah.
  3. Tidur kurang baik atau terlalu banyak tidur.
  4. Selalu merasa lelah sepanjang waktu.
  5. Hanya tertarik sedikit pada bayi Anda.
  6. Tidak menikmati hidup lagi.
  7. Mengalami perubahan nafsu makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit).
  8. Kesulitan untuk berkonsentrasi.
  9. Menarik diri dari keluarga atau teman.
  10. Pernah berpikir untuk mencelakai diri sendiri atau bayi Anda.

Hubungi dokter, jika Anda memiliki beberapa gejala yang ada di dalam daftar tersebut. Apalagi jika keadaan semakin parah dan tidak ada perubahan selama beberapa minggu. Pengobatan dapat membantu penderita menjadi lebih baik, ibu dapat menikmati waktu bersama si buah hati dan suami. (vit)

 

Baca juga:
Asam Folat Cegah Depresi Pascamelahirkan
Peran Suami Cegah Depresi Pascamelahirkan
Terapi Depresi Pascamelahirkan