Selepas periode ASI eksklusif (6 bulan pertama) bayi membutuhkan tambahan gizi tambahan dari MPASI (makanan pendamping ASI). MPASI yang berkualitas mendukung tumbuh kembang si kecil, sekaligus mencegah kejadian stunting di masa depan.
Kenapa si kecil tidak boleh sembarang mengonsumsi MPASI? Fitri Hudayani, SST, SGz, MKM, RD, CHNMP, Ketua DPP Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI), menjelaskan MPASI tidak hanya menyediakan kecukupan energi dan zat gizi, tetapi juga harus menstimulasi perkembangan keterampilan makan dan oral-motor (mengunyah dan menelan).
“MPASI yang adekuat akan mencegah kekurangan gizi (gizi makro dan mikro) dan gangguan tumbuh kembang. Sekaligus mempersiapkan anak menuju pola makan keluarga,” katanya. Termasuk sebagai usaha untuk mencegah stunting.
MPASI yang berkualitas harus mencakup karbohidrat, protein (hewani atau nabati), sayur dan buah, serta lemak sehat (minyak kelapa, minyak zaitun atau mentega).
“Makanan harus bervariasi, karena tidak ada satu makananpun yang memenuhi semua kebutuhan gizi,” terang Fitri kepada OTC Digest. “Jangan hanya berikan makanan sumber karbohidrat – misalnya bubur nasi saja, harus dilengkapi protein, sayur, buah dan lemak.”
Protein hewani penting di setiap tahapan untuk mencegah stunting. Dibanding protein nabati, ia memiliki nilai biologis yang lebih tinggi, dan lebih mudah diserap tubuh.
Tekstur dan rasa harus berkembang sesuai usia, agar anak belajar mengunyah, mengenali rasa alami dan tidak pilih-pilih makanan di masa depan.
Pada usia 6-8 bulan tekstur yang disarankan adalah lumat atau saring, bukan cair seperti jus, melainkan kental. “Jika teksturnya cair, anak memang lebih mudah makan, tinggal ditelan, tetapi pembelajaran mengunyahnya kurang. Juga kalau banyak cairan anak menjadi cepat kenyang, tetapi densitas (kepadatan) gizinya rendah,” Fitri menambahkan.
Makanan cincang halus / finger food mulai dikenalkan di usia 9-11 bulan. Masuk 12 bulan mulai konsumsi makanan keluarga yang mudah dikunyah, tidak merangsang (terlalu pedas, asin atau manis).
Frekuensi dan porsi MPASI:
- 6-8 bulan: 2-3 kali makan utama + 1-2 kali selingan
- 9-11 bulan: 3-4 kali makan utama + 1-2 kali selingan
- 12 bulan ke atas: 3-4 kali makanan utama + 1-2 kali selingan
- Sesuaikan porsi dengan nafsu makan anak
Fitri menekankan, MPASI boleh ditambahkan minyak/santan, karena merupakan sumber lemak yang berperan dalam produksi hormon pertumbuhan. “Misalnya usia 12 bulan boleh dikenalkan opor, itu ada protein dan lemak. Tinggal bumbunya jangan terlalu menyengat,” ia mengingatkan.
Jangan ditambahkan garam dan gula berlebih. Tujuannya agar ambang rasa (indera pengecap) terhadap rasa manis/asin tidak terlalu tinggi. “Kalau ambang asinnya sudah tinggi, anak akan mencari makanan yang asin-asin. Sehingga jika (diberikan) makanan sehat yang seharusnya tidak terlalu asin, anak tidak suka. Buat dia terasa hambar,” katanya.
Probiotik mendukung MPASI yang sehat
Salah satu hal penting pencegahan stunting adalah menjaga pencernaan sehat. “Pencernaan yang sehat mendukung penyerapan makanan lebih optimal, sehingga tumbuh kembang bisa dikejar atau dipertahankan sesuai usianya,” ujar Fitri. “Probiotik bisa menjadi bagian dari MPASI.”
Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, Guru Besar Bidang Mikrobiologi Pangan, Universitas Gadjah Mada, menjelaskan tubuh yang sehat perlu didukung oleh mikrobiota usus yang sehat pula.
Cara lahir (normal atau operasi caesar), konsumsi ASI atau susu formula, keragaman makanan dan kondisi lingkungan mempengaruhi perkembangan mikrobiota usus bayi. “Bayi yang lahir normal kondisi mikrobiota di saluran cernanya lebih baik, dibanding lahir caesar,” terang dosen yang akrab disapa Trisye ini.
Ia mengingatkan, kita menginginkan saluran cerna dalam kondisi normobiosis, di mana saluran cerna didominasi oleh bakteri baik (probiotik), misalnya bakteri Lactobacillus casei strain Shirota (LcS) atau golongan Bifidobacterium.
Dominasi probiotik di dalam usus akan memperkuat sel epitel usus, hingga meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek (SCFA). Asam lemak ini penting dalam tumbuh kembang anak dengan mendukung kesehatan saluran pencernaan, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan memperkuat sistem imun.
“Sebaliknya jika saluran cerna didominasi oleh patogen (disebut dysbiosis) akan merusak keutuhan lapisan sel pelindung (sel epitel) saluran cerna. Kolonisasi patogen akan menyebabkan infeksi,” ujar Prof. Trisye.
Jumlah bakteri baik di usus bayi berhubungan erat dengan ASI. ASI mengandung makanan yang dibutuhkan bakteri baik. Setelah konsumsi ASI menurun, jumlah bakteri baikpun menurun, menyesuaikan pola makan anak.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 menyatakan, 53,4% anak usia 6-23 bulan makanannya tidak beragam. Padahal, kondisi normobiosis usus sangat bergantung dengan keragaman konsumsi makanan.
“Konsumsi probiotik dapat digunakan untuk memperbaiki dysbiosis pada anak-anak malnutrisi, sehingga lingkungan saluran cerna menjadi lebih baik, ditunjukkan dengan peningkatan jumlah probiotik dan penurunan bakteri kurang baik di usus, serta peningkatan SCFA,” Prof. Trisye memaparkan. “Peningkatan berat badan lebih besar pada subyek dengan konsumsi probiotik.”
Penelitian Mai, TT. et al, menunjukkan konsumsi rutin susu fermentasi berisi LcS terbukti dapat memperbaiki status nutrisi anak-anak di Vietnam, sekaligus mencegah terjadinya konstipasi dan diare. LcS juga dapat mencegah terjadinya gangguan saluran pernapasan.
Namun Fitri mengingatkan, probiotik bukan pengganti makanan utama, hanya sebagai pendukung. Tidak semua bayi cocok dengan probiotik, perhatikan reaksi pencernaan dan alergi. (jie)
Baca juga: Asupan Gizi Selama Kehamilan Cegah Stunting, di Mana Peran Probiotik?