Pada penderita diabetes, kualitas sirkulasi darah yang buruk dalam jangka panjang dapat merusak jaringan saraf. Komplikasi diabetes pada sistem saraf ini disebut neuropati diabetikum.
Kerusakan sistem saraf (neuropati) yang paling jelas dan umum terjadi di kaki dan tungkai; ditandai rasa kesemutan, kehilangan sensasi (mati rasa) atau nyeri di jari-jari kaki, kemudian naik secara bertahap hingga tungkai.
Dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K)., dari Departemen Neurologi FKUI/RSCM menjelaskan, kaki merupakan yang pertama terganggu pada diabetasi (penderita diabetes). “Saraf di kaki adalah saraf panjang. Pangkal saraf ada di daerah pinggang, menjulur ke bawah. Makin panjang saraf, makin rentan terjadi gangguan fungsi, karena makin sedikit suplai nutrisi sampai ke ujung saraf,” katanya.
Pada dasarnya, saraf sensorik memiliki fungsi proteksi pada tubuh. Misalnya saat menginjak paku. Rasa sakit timbul, membuat kita bereaksi. “Kalau ada gangguan saraf sensorik, begitu terkena luka yang bersangkutan tidak merasakan apa-apa. Tahu-tahu luka sudah membesar,” ujar Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI Pusat itu.
Gangguan dapat mengenai pencernaan, membuat penderita diabetes sulit BAB (buang air besar) atau justru diare. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan perut lambat mengosongkan isinya, yang disebut gastroparesis.
Jika parah, gastroparesis menimbulkaan rasa mual yang terus-menerus, muntah, kembung dan hilang nafsu makan. Kondisi ini berisiko menyebabkan gula darah berfluktuasi, akibat abnormalitas pencernaan makanan.
Baca juga : Ancaman Nyata Diabetes di Indonesia
Tekanan darah dapat turun, sehingga pasien merasa pusing terutama saat duduk hendak berdiri. Bisa sampai pingsan. Gangguan pada sistem saraf otonom, selain menyebabkan tidak bisa menahan rasa berkemih, juga menyebabkan disfungsi ereksi; pada wanita menyebabkan kekeringan vagina.
Bahaya lain ketika hipoglikemia (gula darah drop sampai < 70mg/dL). Pada diabetasi tanpa komplikasi saraf (neuropati), gejalanya: keringat dingin, pusing / gemetar, linglung. Pada yang disertai neuropati, gejala sering tidak tampak. Hipoglikemia yang tidak tertanggulangi dengan cepat, dapat menyebabkan kerusakan otak.
“Itu sebabnya, sejak awal orang terdiagnosis diabetes disarankan mengonsumsi nutrisi yang baik, jika perlu ditambah vitamin neurotropik (vitamin B1, B6, B12). Biasanya, pasien tidak tahu kapan kadar gula mulai darah naik, dan sejak kapan sarafnya terganggu,” papar dr. Luthy.
Vitamin neurotropik dapat menjaga dan menormalkan fungsi saraf, dengan memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf dan memberi asupan yang dibutuhkan. Vitamin ini juga terlibat dalam metabolisme energi sel, sehingga dapat dipakai untuk mengatasi kelelahan dan membantu penyembuhan penyakit.
Asupan vitamin B12 yang lebih banyak, dibutuhkan tubuh karena yang mampu diserap <2%. Sejauh ini, penelitian belum bisa menentukan jumlah yang pas kebutuhan vitamin B12.
“Pasien neuropati diabetikum perlu lebih banyak vitamin B, untuk meregenerasi saraf yang rusak,” ujar dr. Luthy. (jie)