Inti dari diet keto adalah menciptakan tubuh berada dalam kondisi ketosis. Ini adalah proses normal yang terjadi saat tubuh kekurangan asupan karbohidrat. Untuk mengompensasinya, tubuh akan mulai memecah lemak sebagai sumber energi. “Klaimnya, keto diet membuat fat loss lebih cepat karena cadangan lemak dipecah,” ujar dr. Diana F. Suganda, M.Kes, Sp.GK dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya. Ketosis juga terjadi saat kita berlatih fisik, kelaparan, atau berpuasa.
Dalam kondisi normal, tubuh menggunakan glukosa – yang berasal dari asupan karbohidrat maupun gula – sebagai sumber energi. Saat kadar glukosa tidak mencukupi, tubuh mulai memecah glikogen, cadangan lemak di hati dan otot. Setelah itu, mulailah tubuh memecah lemak dari sel-sel lemak, menjadi gliserol dan asam lemak, yang kemudian masuk ke aliran darah dan tiba di hati.
Selanjutnya, asam lemak dipecah lagi menjadi keton. Tidak seperti asam lemak, keton bisa melewati penghalang antara darah dengan otak (blood-brain barrier) dan menyuplai energi bagi otak saat tidak ada glukosa. Dalam produksi keton, turut dihasilkan aseton sebagai produk samping. Bila zat ini tidaksegera digunakan, ia akan dihancurkan dan dibuang dari tubuh melalui urin. Asetonlah penyebab dari nafas beraroma buah pada kondisi ketosis atau ketoasidosis.
(Baca juga: Diet “Kekinian” yang Sebenarnya Tidak Direkomendasikan)
Kondisi inilah yang ingin dicapai dengan diet keto, sehingga tubuh dibuat ‘kelaparan’ dengan asupan karbohidrat sangat minim. Dari anjuran 50-60%, dikurangi jadi hanya 10%, sekitar 50 gr/hari. “Itu setara dengan dua kaleng minuman soda,” terang dr. Diana, dalam diskusi “Mengenal Diet Populer” yang diselenggarakan RS Pondok Indah di Jakarta (17/01/2018). Sudah pasti nasi, roti, mie, pasta dan kue-kue dihindari. Bisaanya, sumber karbohidrat hanya dari sayur dan buah tertentu.
Sayur yang mengandung pati seperti kentang dan jagung dihindari. Juga buah-buahan yang manis, karena dianggap tinggi karbohidrat dan gula. Sebaliknya, sumber lemak ditingkatkan menjadi 65% dari total asupan nutrisi dalam sehari.
Pro dan kontra
Pendapat yang pro terhadap diet keto menyatakan bahwa diet ini akan meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, karena lemak adalah sumber makanan yang sulit dicerna, maka rasa kenyang bertahan lebih lama, energi lebih stabil, dan sumber energinya lebih awet.
Namun jeleknya, berdasarkan pengamatan dr. Diana terhadap pasiennya, banyak yang salah kaprah. Mengganggap bahwa sumber makanannya harus tinggi lemak, mereka asal saja memilih lemak. Awalnya memang yang dipilih adalah sumber lemak sehat (tidak jenuh). Namun akhirnya lebih banyak yang tidak sehat (lemak jenuh dan/atau lemak trans), seperti makanan yang digoreng. “Banyak yang ngemil kerupuk kulit disiram kuah gulai,” ujarnya.
Demikian pun protein. Mereka cenderung memilih sumber protein yang tinggi lemak seperti daging dengan banyak lemak, atau paha ayam dengan kulit. “Padahal harusnya yang digunakan adalah protein lean, misalnya dada ayam tanpa kulit,” ujarnya. Asupan protein sangat penting karena bila kurang, bisa-bisa cadangan potein yang dibakar untuk menggantikan sumber glukosa, hingga otot menyusut.
(Baca juga: Diet Keto: Baik untuk Pasien Epilepsi dan Kanker, Berbahaya bagi Diabetesi)
Tingginya asupan sumber lemak jenuh membuat profil lemak darah menjadi jelek. Bisa terbentuk aterosklerosis (timbunan lemak di dinding pembuluh darah), membuat pembuluh darah jadi berkerak, sempit dan mengeras. Dalam jangka panjang, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah pun meningkat.
Bolehkah menjalani diet keto untuk menurunkan berat badan? “Saya tidak menganjurkan untuk jangka panjang,” ucap dr. Diana. Menjalankan diet keto jangka panjang, dikhawatirkan terjadi peningkatan profil lipid seperti telah disebutkan.
Selain itu, bila dilakukan dengan cara yang kurang tepat, massa otot bisa habis. Pilihan makanan pun lebih terbatas karena makanan tinggi pati dan karbohidrat dihindari. Diet ini termasuk fad diet; hasilnya signifikan dalam waktu cepat, tapi sulit dipertahankan. (nid)