Arya Permana asal Karawang, Jawa Barat, menjadi sorotan. Di usia 10 tahun, berat badannya 190 kg. Pernah, dalam setahun bobot Arya naik 70 kg. Badannya yang super berat, membuatnya harus berhenti sekolah. Ia tidak kuat berjalan pulang pergi ke sekolahan. Tim dokter RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung , yang berjumlah 13 dibentuk khusus untuk menangani Arya. Semula, anak Ade Somantri (40 tahun) ini biasa makan 5 piring sehari. Di bawah bimbingan dokter, kini ia hanya 3 piring sehari. Menunya: nasi merah,sayur dan buah-buahan.
Obesitas – meski tidak sampai berlebihan seperti Arya - dapat memicu penyakit diabetes, hipertensi, serangan jantung, stroke, gangguan tidur, kanker, dll. Menurut dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, Sp.GK, dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, masyarakat Indonesia konsumsi buah per kapitanya sedikit. Litbang Deptan (2011) merilis, konsumsi buah sayur orang Indonesia < 50 kg/kapita/tahun, jauh dibanding China yang hampir 300 kg/kapita/tahun. Dan menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013, 93,5% penduduk > 10 tahun kurang makan buah dan sayur.
Menurut the New England Journal of Medicine 2016, makin kecil (< 4 porsi/hari) konsumsi buah dan sayur, angka kematian akibat sakit jantung dan stroke naik. Riskesdas 2013 mencatat, sekitar 36,6% penduduk Indonesia usia >15 tahun memiliki gangguan gula darah puasa. Artinya, mereka tergolong prediabetes atau sudah menderita diabetes. Dan angka obesitas pada pria usia >18 tahun, dari 13,9% (2007) naik menjadi 19,7% (2013); angka obesitas wanita lebih tinggi. Riskesdas 2013 juga menyatakan, ¼ penduduk Indonesia mengalami hipertensi.
“Sebanyak 90% penyakit-penyakit tersebut disebabkan pola makan tidak sehat dan kurang aktivitas fisik,” tutur dr. Fiastuti.
Tentang buah dan sayur, The National Health and Medical Research Council (NHMRC) merekomendasikan 2 jenis buah dan 5 macam sayur sehari. Atau, 2-3 porsi buah dan 3-5 porsi sayur /hari, menurut Pedoman Gizi Seimbang Kementerian Kesehatan RI.
Yang perlu diperhatikan pada buah adalah kadar gulanya. Buah yang tinggi gula seperti pisang, mangga, aple merah, semangka, plum, nanas dan melon, menyebabkan gula darah melonjak. Buah seperti apel hijau, kiwi, lemon dan keluarga beri, termasuk rendah gula dan tidak membuat kadar gula darah melonjak tinggi, sementara perut terasa kenyang lebih lama.
“Batasi makan buah yang tinggi gula. Perbanyak buah rendah gula,” ujar dr. Fiastuti.
Densitas nutrisi
Kiwi adalah buah dengan densitas nutrisi tinggi. Densitas adalah ukuran banyak sedikitnya nutrisi yang terkandung pada buah, dibanding kebutuhan nutrisi harian. Dalam 100 kkal buah kiwi kuning nilai densitas nutrisinya sebesar 29,8, sementara kiwi hijau sekitar 20. Sebagai perbandingan, densitas nutrisi pada stroberi 24,9, lemon 24, melon 10,3 dan apel 3,5 per 100 kkal.
Kiwi dikenal tinggi serat, vitamin C, memiliki nilai indeks glikemik (kecepatan menaikkan gula darah) rendah. Juga mengandung enzim khusus, actinidin, yang dapat membantu mempercepat pencernaan dan penyerapan protein. Enzim ini membantu mengurangi rasa begah di perut usai makan daging.
Riset Prof. dr. Richard Gearry dari University of Otago, Christchurch, membuktikan pengaruh positif kiwi hijau bagi kesehatan pencernaan. Riset dilakukan pada 60 responden, usia 18-65 tahun, dengan indeks massa tubuh 18-35 (normal-obesitas). Responden diberi buah kiwi dan psyllium (suplemen serat) secara bergantian, dalam periode tertentu. Riset ini meneliti kebiasaan buang air besar (BAB) harian.
Hasilnya, didapati perbaikan frekuensi BAB. Konsumsi 2 buah kiwi/ hari memperbaiki frekuensi BAB pada mereka yang mengalami konstipasi, menjadi 2x seminggu. Efek lain adalah mengurangi ketegangan, kembung, nyeri perut, BAB tidak tuntas dan memperbaiki kualitas hidup penderita konstipasi.
Peneliti lain dari University of Otago mengungkapkan, konsumsi 2 buah kiwi kuning / hari dapat mengurangi mood buruk, kelelahan dan depresi, dan meningkatkan semangat. Studi dilakukan pada pria usia 18-35 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat setengah (53mg) buah kiwi kuning, kelompok kedua mendapat 2 butir (212mg) kiwi kuning selama 6 minggu.
Hasilnya, setelah 6 minggu pada kelompok kedua ada penurunan total mood disturbance (TMD) atau gangguan suasa hati dan kelelahan 38%, depresi berkurang hingga 34% dan semangat naik 31%. Riset ini dipublikasikan di Journal of Nutritional Science (2013).
Kiwi dan diabetes
Kontrol gula darah yang buruk, diabetes, obesitas dan penyakit kardiovaskular adalah 4 hal yang saling berhubungan. Kontrol gula yang baik akan membantu penurunan & menjaga berat badan. Menambahkan kiwi dalam menu makan pagi, terbukti secara signifikan memperlambat dan menurunkan peningkatan gula darah setelah makan. Ini dibuktikan lewat riset oleh Monro J: Kiwifruit – a double agent for glycemic control and nutrien enhancement : 1st International Symposium on Kiwifruit and Health. Tauranga, New Zealand 2016.
Serat kiwi berperan beda dengan serat umumnya. Dibanding apel, jeruk atau gandum, serat kiwi kapasitasnya lebih besar dalam menahan air. Di perut, serat ini akan membengkak. Saat sarapan, makanan (selain kiwi) akan dicerna dan dipecah menjadi gula. Material ini bergerak perlahan karena ada serat-serat kiwi yang membengkak tadi. Hasilnya, gula terserap perlahan, dan insulin yang dikeluarkan turun. Gula darah tidak melonjak naik, itu sebabnya kiwi dianggap indeks glikemiknya rendah. Dengan kata lain, kiwi bisa menjadi “sahabat” para diabetesi (penderita diabetes)
“Serat larut dalam kiwi menjaga penyerapan karbohidrat dan lemak, juga membentuk gel di lambung. Pengosongan lambung menjadi lambat dan perut kenyang lebih lama. Sementara serat tak larutnya memberi makan bakteri baik di usus,” kata dr. Fiastuti.
Kadar gula alami dalam kiwi rendah. Dalam 100 gram kiwi terkandung 7,8 gram gula; di bawah buah-buah lain. Sebagai perbandingan, 100 gram jeruk atau apel mengandung 10 gram gula. Yang tak kalah penting, kandungan vitamin C-nyang tinggi (3x jeruk). Vitamin C dapat membantu mengolah makanan menjadi energi di dalam sel. Pembakaran energi optimal, jika didukung vitamin C yang cukup. Secara tidak langsung berarti mencegah energi menumpuk menjadi lemak. (jie)