Gangguan Fibrilasi Atrium
Ganguan Fibrilasi Atrium

Gangguan Fibrilasi Atrium

Fibrilasi atrium (FA) merupakan kelainan jantung paling umum. Gejalanya antara lain cepat lelah, irama jantung tidak teratur, sesak nafas, berdebar. Bisa disertai rasa nyeri, dada tertekan dan seperti diikat.  Dapat dicegah?

Sejak 3 bulan lalu, oma Widya (74 tahun) merasa mudah lelah. Detak jantungnya 120 kali/menit saat istirahat (normal 60-100 kali/menit).  Saat di-EKG (electrocardiogram),  ia diketahui mengalami fibrilasi atrium. Serambi (atrium) berdenyut terlalu cepat, karena aliran listrik jantung yang terlalu banyak. Dinyatakan ada bekuan darah di jantung. Dokter mengantisipasi dengan memberi obat pengencer darah (antikoagulan), untuk mencegah terjadinya sumbatan dan meminimalkan perdarahan di otak.  

Fibrilasi atrium (FA) merupakan kelainan jantung paling umum dan sebaiknya jangan dianggap remeh. Jantung berdenyut karena ada aliran listrik yang bersumber dari organ sinus (SA) node di serambi. Ada kalanya, sumber listrik di serambi kiri menjadi banyak (dari sel-sel otot jantung), bisa mencapai 450-600 sumber. Hal ini memicu keluarnya impuls listrik yang tidak beraturan dan menyebabkan iregulasi irama jantung; bisa lebih cepat, lambat atau tidak teratur.

Karena banyak sumber listrik, darah di jantung khususnya pada serambi kiri, mengalami stasis (berputar-putar dan melambat). Terjadinya gumpalan darah di kuping jantung (left atrial appendage). Gumpalan darah ini bisa lepas dan masuk ke bilik kiri, kemudian dipompa bersama aliran darah sampai ke otak. Akibatnya, terjadi penyumbatan pembuluh darah di otak (stroke).

Menurut Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), Ketua Indonesia Heart Rhtyhm Society (InaHRS), “Sebagian besar FA karena aging disease (penyakit karena penuaan). Tapi bisa menyerang  orang usia muda.“ Prevalensi penderita FA meningkat, seiring bertambahnya usia. Pada mereka yang berusia  40-60 tahun, FA sekitar 0,2% dari total populasi, sedangkan >80 tahun mencapai 15-40%.

Framingham Heart Study yang melibatkan 5209 subyek penelitian sehat (tidak menderita penyakit kardiovaskular)menunjukkan, dalam periode 20 tahun angka kejadian FA 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan. Di Indonesia, jumlah usia lanjut meningkat dari 7,74% (tahun 2000-2005) menjadi 28,68% (perkiraan WHO tahun 2045-2050). Angka kejadian FA ikut meningkat. Data RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, menunjukkan peningkatan dari 7,1% (2010), menjadi 9% (2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013).

Penderita FA berisiko 5x lebih besar mengalami stroke dibanding orang tanpa FA. Di Indonesia, kata Dr. Yoga, “Banyak kejadian stroke akibat FA di usia produktif, <60 tahun.” FA juga dapat mengakibatkan gagal jantung. Irama jantung tidak normal menyebabkan kontraksi otot-otot jantung tidak beraturan. Dalam jangka panjang berpotensi melemahkan pompa jantung dan memicu gagal jantung, diikuti gagal organ penting lainnya.

“Penderita FA yang gagal jantung, membuat risiko kematian naik 50% dalam 3 tahun. Bila bila FA diperbaiki, gagal jantung dapat disembuhkan,” papar dokter dari RS Jantung Harapan Kita ini.

Fakta lain, FA menyebabkan terjadinya serangan jantung (infark miokard). Itu karena FA menyebabkan pembekuan darah di seluruh tubuh meningkat. Jika penyempitan terjadi di pembuluh koroner,  serangan jantung pun terjadi.

Gejala dan penyebab

Gejala FA beragam pada tiap individu, dipengaruhi usia dan ada/tidaknya penyakit lain (hipertensi, diabetes, dll). Tanda-tanda FA: cepat lelah, irama jantung tidak teratur, sesak nafas, berdebar, sulit melakukan pekerjaan sehari-hari.  Dapat disertai rasa nyeri, dada tertekan dan seperti diikat. Pusing, rasa mengambang dan berputar hingga pingsan (bila jeda antardetakan jantung terlalu lama). Sering buang air kecil.

“Jantung tidak pernah berhenti berdenyut. Kalau diraba, kadang denyutnya terasa ada yang hilang, atau timbul lebih dulu dari yang diharapkan. Bisa juga denyutnya cepat, seperti orang mukul drum terus normal lagi. Itu gejala FA,” papar dr. Yoga.

Berdasar penyebabnya, FA terbagi dua. Pertama, FA sorangan (lone atrial fibrillation), sebabnya tidak jelas. Kerap terjadi di usia muda (<20 tahun), dan ada faktor genetik. Pada anak-anak, FA dapat dipicu oleh penyakit jantung bawaan. Berdasar studi pada populasi, kejadian FA sorangan berkisar  12 -30% dari seluruh kasus FA.

Kedua, FA yang berkaitan dengan penyakit hipertensi (30-50 % penderita hipertensi mengalami serangan FA 3-5x), diabetes, hipertiroid, obesitas, usia tua, merokok dan stres berat; ini lebih banyak terjadi.

Baca juga : Mencegah FIbrilasi Atrium

“Stres berat dapat memicu keluarnya hormon-homon yang memicu impuls listrik di sel-sel otot jantung, lalu memicu FA,” tutur dr. Yoga. Yang berisiko mengalami FA selain faktor penyakit di atas adalah usia > 60 tahun, memiliki gangguan tidur, penyakit paru kronik, komsumsi alkohol dan pekerja dengan tingkat stres tinggi.

Dari jenisnya, FA terbagi tiga. Pertama, FA paroksismal atau yang belum menetap. Kejadiannya hanya sesekali. Kadang pemantauan dengan EKG tidak menangkap abnormalitas irama jantung, namun penderita mengeluhkan pernah merasa gejala AF.

Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, dengan holter monitoring (alat dipasang terus-menerus selama 1 bulan, sehingga dapat merekam irama jantung nonstop). Atau, dengan implantable loope recorder, di mana alat dimasukkan ke bawah kulit dan mampu merekam detak jantung sampai 3 tahun.

“Jarang timbul bukan berarti risiko stroke lebih rendah. Risiko stroke dipengaruhi faktor (penyakit) lain,” tambah dr. Yoga.

Kedua, FA persisten. Muncul dan menetap selama 7 hari, kemudian hilang sendiri. Atau muncul, kemudian menetap, dan hilang karena pengobatan. Ketiga, adalah FA permanen. “Ini jika pasien dan dokter sepakat untuk tetap memiliki FA tidak diubah menjadi irama normal, tapi dikontrol supaya tidak terjadi stroke dan denyut jantung tidak cepat,” papar dr. Yoga.

Pencegahan

Pencegahan FA dengan gaya hidup sehat: konsumsi makanan tinggi serat, hindari lemak, stop merokok dan olahraga. Jika terdapat gejala-gejala di atas, sebaiknya segera konsultasi ke dokter. Dokter akan menghitung risiko FA dengan metode skoring. Yakni,  memasukkan faktor  congestive heart pulse (detak jantung kongestif), usia, riwayat hipertensi, diabetes, stroke dan jenis kelamin. Obat pengencer darah (antikoagulan) diberikan jika skor FA > 2.

“Pengobatan FA murah jika cepat ditangani. Mahal jika sudah kena stroke atau serangan jantung,” ujar dr. Yoga. (jie)