Gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia pada anak/remaja adalah kondisi kronis, membutuhkan terapi jangka panjang. Melalui perawatan yang tepat dan sesuai, dapat membantu untuk mengatasi gejala, serta meningkatkan kualitas hidup anak dan remaja secara signifikan.
Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat.
Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, menjelaskan, “Anak yang mendapatkan obat antipsikotik fungsi eksekutifnya tidak berbeda bermakna, tetapi kontrol emosinya beda bermakna. Ini artinya obat saja tidak cukup, perlu tatalaksana psikososial seperti keterampilan sosialisasi, anger management atau terapi perilaku kognitif.”
Sebagai informasi, fungsi eksekutif otak adalah sekelompok keterampilan kognitif tingkat tinggi yang memungkinkan kita untuk mengatur, mengontrol dan memantau tindakan, pikiran dan emosi. Termasuk mengatur memori kerja, konitif, mengontrol perilaku, menetapkan tujuan, dll.
“Semakin sering kambuh, kerusakan otak makin besar, kemungkinan pulih lebih kecil,” imbuh Prof. Tjhin.
Kepatuhan untuk terus berobat, baik pada pasien GB maupun skizofrenia anak/remaja berdampak langsung terhadap prognosis jangka panjang, stabilitas kondisi, dan kualitas hidup.
Dr. dr. Khamelia Malik, SpKJ(K), Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa FKUI- RSCM menambahkan, ketidakpatuhan terhadap pengobatan meningkatkan risiko hasil klinis yang buruk. “Pada GB, ketidakpatuhan dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi, peningkatan rawat inap, dan risiko bunuh diri yang lebih besar. Untuk Skizofrenia, ketidakpatuhan tidak hanya memperburuk gejala psikotik tetapi juga meningkatkan risiko menyakiti diri sendiri dan orang lain,” tegasnya.
Biasanya mereka kurang patuh karena munculnya efek samping seperti, fluktuasi mood, mengantuk berat, kenaikan berat badan dan masalah gerakan tubuh. Padahal saat ini ada obat-obat inovatif yang meminimalkan efek samping seperti itu.
Selain itu masih ada masalah pandangan/stigma buruk di masyarakat terkait masalah mental ini. “Orang masih sulit kalau dengar teman mau kontrol bipolar atau skizofrenia, padahal ini sama saja dengan kontrol hipertensi atau diabetes,” dr. Khamelia menggambarkan.
Sebaliknya, mereka yang patuh berobat umumnya jarang mengalami kekambuhan, bisa memperbaiki hubungan sosial, mengikuti pendidikan secara normal, dan lebih konsisten dalam menjalani tugas tanggung jawabnya sebagai anak atau remaja.
Dukungan keluarga dan lingkungan sangat penting untuk pemulihan pasien GB atau skizofrenia. Berdampak langsung pada stabilisasi emosi dan penguatan psikologis yang bermakna, meningkatkan kepatuhan pengobatan, membantu mengurangi stigma negatif dan isolasi sosial, serta mendorong pemulihan sosial dan fungsi akademik anak dan remaja.
“Untuk keberhasilan pengobatan, bergantung juga pada dukungan keluarga dan lingkungan. Psikoedukasi pada keluarga dan lingkungan dapat membantu keluarga memahami dan mendukung orang yang mereka cintai dengan lebih baik. Dukungan ini berfungsi untuk meningkatkan harapan dan mendukung kemampuan pasien, pemberdayaan pribadi, dan inklusi di lingkungan sosial,” terang dr. Khamelia
“Jangan sampai mereka putus sekolah, harus ditolong bukan dijauhi,” pungkas Prof. Tjhin. (jie)
Baca juga: Asam Lemak Omega-6 Mungkin Bisa Menurunkan Risiko Bipolar