Ketika seseorang terdiagnosis dengan gangguan bipolar, mereka bisa mengalami siklus emosional naik dan turun yang ekstrim. Disebut episode manik dan depresif. Asam arakidonat dan omega-6 bisa menjadi penyebab utama gangguan bipolar, menurut sebuah studi baru.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab jelas gangguan bipolar (GB). Sebagian ahli menghubungkan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter (penghatar sinyal pesan) di otak. Ahli lainnya melihat adanya faktor keturunan.
Beberapa hal bisa memicu timbulnya gangguan bipolar seperti stres tingkat tinggi, pengalaman traumatik, serta kecanduan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
Namun sebuah studi baru menunjukkan bila gangguan bipolar, setidaknya sebagian, disebabkan oleh rendahnya kadar asam arakidonat yang meningkatkan kesehatan sel. Asam arakidonat merupakan bentuk ubahan dari asam lemak omega-6 tak jenuh ganda.
Asam lemak adalah komponen utama penyusun lemak (lipid). Omega-6 (asam linoleat) adalah salah satu lemak sehat karena dapat menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL).
Para peneliti menemukan bahwa kadar asam arakidonat yang lebih tinggi berhubungan dengan rendahnya kejadian gangguan bipolar. Temuan ini dipublikasi di jurnal Biological Psychiatry, Februari 2024.
Biomarker lipid pada gangguan bipolar
Peneliti menggunakan data metabolisme milik 14.296 orang di Eropa. Dari sana, mereka menguji 913 metabolit yang beredar untuk mengetahui kaitannya dengan gangguan bipolar. Teridentifikasi 33 metabolit yang terkait dengan kondisi bipolar.
Sebagian besar metabolit adalah asam arakidonat. Secara signifikan, riset ini menemukan bahwa hubungan lipid dengan gangguan bipolar dipicu oleh varian genetik dalam kelompok gen FADS1/2/3.
Hal ini merupakan faktor risiko kuat untuk gangguan bipolar. Melansir Medical News Today, Dr. Jason Ng, profesor endokrinologi dan metabolism di Departemen Kedokteran, Universitas Pittsburgh, menjelaskan klaster gen FADS1/2/3 dalam lipid dengan konfigurasi tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan risiko bipolar.
Penulis utama penelitian, David Stacy, PhD, menggambarkan gen ini berperan mengkode enzim desaturaseyang mendorong konversi asam linoleat menjadi asam arakidonat.
“Temuan ini menunjukkan bahwa kecenderungan genetik yang menurunkan kadar asam arakidonat dan lipid kompleks yang mengandung asam arakidonat mungkin berkaitan dengan risiko gangguan bipolar yang lebih tinggi,” kata Stacy.
“Karena klaster gen ini terlibat dalam bipolar, gangguan jalur sintesis asam arakidonat mungkin menjadi faktor penting (menurunkan risiko bipolar),” imbuhnya.
Diet menurunkan risiko bipolar
Dari temuan tersebut, peneliti menjelaskan bila pola makan dapat berperan untuk menurunkan risiko bipolar, khususnya di antara mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental ini.
Intervensi pola makan diharapkan juga mampu meminimalkan perkembangan kondisi bipolar bagi mereka yang sudah mengidapnya.
Asam arakidonat diperoleh melalui makanan sebagai asam lemak omega-6. Asam lemak ini tidak diproduksi tubuh - itu sebabnya disebut asam lemak esensial – sehingga perlu asupan dari makanan.
Ditemukan dalam makanan misalnya seafood, telur dan daging. Telur merupakan salah satu makanan tinggi omega-6, terlebih bagian kuningnya. Kandungan omega-6 dalam sebutir telur berukuran besar adalah 1,8 gram.
Selain itu omega-6 juga bisa didapatkan dari sumber nabati, seperti kacang-kacangan (almond, mete dan kacang kenari), biji-bijian (misalnya biji bunga matahari) dan minyak nabati (seperti kanola, minyak kedelai atau safflower).
“Penelitian ini bisa mendukung upaya kita mengoptimalkan nutrisi bayi dan anak untuk mendapatkan jumlah arakidonat yang sehat, yang dapat membantu menurunkan risiko bipolar di masa depan,” kata Profesor Jason Ng. (jie)
Baca juga: Bipolar pada Perempuan Lebih Berat dan Sering Terjadi