Mengenal Teknologi DSA Dalam Penanganan Stroke (Bagian 1) | OTC Digest

Mengenal Teknologi DSA Dalam Penanganan Stroke (Bagian 1)

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI mencatat Indonesia adalah Negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Walau begitu, stroke dapat dikenali dan dicegah lebih dini.

Untuk mendeteksi dan mencegah stroke, dapat dilakukan dengan pelayanan Digital Substraction Angiography (DSA). Lebih jauh tentang DSA, Dr. dr. Jacub Pandelaki, Sp.Rad (K), dari Bethsaida Hospital, Tangerang memberikan paparannya.

Apa yang utama dalam penanganan stroke?

Waktu. Sebagai gambaran, setiap 48 detik ada yang terkena serangan stroke terjadi di Eropa. Jika tidak segera diobati, penelitian menunjukkan 30% menimbulkan kecacatan menetap. Stroke menjadi penyebab kematian ke-2 di dunia.

Batas waktu yang maksimal adalah 6 jam. Untuk pengobatan dengan penghancur sumbatan (trombolitik) melalui vena dan arteri dapat dilakukan sampai 4,5 jam. Tindakan yang lain adalah mengambil sumbatan pembuluh darah di otak yang disebut “retrieval thrombus” dengan menggunakan alat kateter khusus.

Bila batas waktu 6 jam terlewati maka kelumpuhan akan sulit diobati atau membutuhkan waktu yang lebih lama bahkan dapat menimbulkan cacat yang menetap atau kematian.

Baca juga : Dokter Terawan Diberhentikan IDI, Dan Metode “Cuci Otak”

Tapi walaupun lebih dari 4 jam sebaiknya jangan putus asa, karena tim dokter akan mengupayakan tindakan intervensi apa yang terbaik untuk pasien.

Pada kasus stroke yang terlambat dibawa ke dokter, DSA bermanfaat untuk melihat seberapa besar kerusakan / sumbatan yang sudah terjadi pada otak.

Teknik diagnostik pada penderita stroke?

Terdapat beberapa metode untuk melihat sumbatan atau pecah pembuluh darah di otak. Pertama, CT scan. Dalam journal of the American Heart Association dikatakan CT scan dapat memrediksi stroke yang lebih parah pada pasien yang pernah mengalami stroke ringan. 40% penderita stroke ringan berpotensi mengalami stroke yang kedua kali. 

CT scan dapat menunjukkan besarnya dan abnormalitas dalam otak yang disebabkan oleh tumor, cacat pembuluh darah, gumpalan darah dan masalah lain. Namun, CT scan paling baik digunakan untuk melihat perdarahan otak (bukan sumbatan pembuluh darah). Gambar perdarahannya akan putih, sementara bagian otak lainnya adalah abu-abu.

Kemudian MRI (magnetic resonance imaging) atau MRA (magnetic resonance angiography) yang khusus melihat daerah otak. MRI mampu melihat/memetakan bagian otak per fungsinya, misalnya wilayah yang mengatur fungsi tangan atau kaki.

Teknologi ini dikategorikan lebih canggih dibanding CT scan, namun CT scan dan MRI mepunyai kelebihan dank kekurangannya sendiri-sendiri. Itu kenapa kadang dokter menyarankan pasien melakukan MRI walau sudah CT scan. MRI memberi gambar optimal pada stroke yang disebabkan oleh sumbatan.

Jika penggunaan CT scan maupun MRI/MRA tidak memberikan gambar yang maksimal, kita gunakan DSA (Digital Substraction Angiography).

Bersambung ke bagian 2