Magnesium merupakan mineral penting yang bekerja pada lebih dari 300 reaksi enzimatik di tubuh. Selain itu ia juga berperan mengatur produksi energi dan keseimbangan mineral. Tidak hanya masalah fisik, magnesium juga mempengaruhi psikologis, termasuk mengatasi kecemasan, stres hingga kualitas tidur.
Tubuh tidak bisa memproduksi magnesium secara alami, sehingga perlu diperoleh dari makanan atau suplemen. Pria dewasa dianjurkan untuk mengonsumsi kurang lebih 400–420 mg magnesium per hari. Sedangkan wanita, 310–320 mg magnesium per hari. Pada anak-anak dan remaja, magnesium perlu dikonsumsi sebanyak 80–240 mg per hari.
Gisèle Pickering, et al, menjelaskan bahwa penurunan kadar magnesium dalam tubuh berhubungan dengan kecemasan dan stres. Kecemasan ditandai dengan pikiran khawatir dan perasaan tegang, biasanya fokus pada masalah yang berorientasi ke masa depan. “Over thinking” bisa menyebabkan kecemasan.
Masalah psikologis ini bisa munjul menjadi gejala fisik seperti pusing, tekanan darah naik, detak jantung cepat dan keringat berlebih.
Bagaimana magnesium mengurangi kecemasan?
Dr. dr. Rizaldy T. Pinzon, SpN, MKes, dari RS Bethesda Yogyakarta menjelaskan, banyak penelitian menunjukkan hubungan magnesium dengan gangguan neurologis. “Termasuk migrain, depresi, epilepsi, nyeri kronis, kecemasan, penyakit alzheimer dan parkinson ” katanya.
Terkait kecemasan dan stres, magnesium bekerja melalui beberapa mekanisme.
1. Mengontrol neurotransmiter
Magnesium membantu mengontrol neurotransmiter (senyawa kimia penghantar pesan di otak), menyebabkan efek menenangkan.
Magnesium merupakan ion intraseluler, tetapi dapat berpindah ke kompartemen ekstraseluler sebagai mekanisme perlindungan saat terpapar stresor. Riset Maier JAM, dkk, menjelaskan di ruang ekstraseluler, magnesium akan menghambat neurotransmiter eksitatori yang pada akhirnya beroktribusi terhadap stres dalam tubuh.
“Defisiensi magnesium menyebabkan penurunan aktivitas GABA (gamma aminobutyric acid). GABA merupakan neurotransmiter yang mengendalikan hiperaktivitas sel saraf yang terkait dengan kecemasan, stres dan ketakutan.”
“Kalau kita memberikan suplementasi magnesium – yang adalah agonis GABA- akan memperbaiki aktivitas GABA, sehingga akan menurunkan kecemasan, ketakutan, stres dan memperbaiki kualitas tidur,” terang dr. Pinzon, kepada OTC Digest.
2. Mengurangi ketegangan otot
Magnesium merupakan nutrisi penting untuk fungsi otot dan relaksasi yang optimal. Di satu sisi, ketegangan otot merupakan salah satu gejala umum kecemasan.
Kekurangan magnesium dapat menyebabkan peningkatan ketegangan dan kram otot, yang memperburuk gejala kecemasan. Di sisi lain, kadar magnesium yang cukup dapat membantu mengurangi ketegangan dan meredakan gejala kecemasan tersebut.
Baca: Kram Kaki Saat Tidur, Penyebab dan Bagaimana Mengatasinya
Berapa banyak yang harus dikonsumsi?
Para ahli menyarankan suplemen magnesium bagi mereka yang terus-menerus tidak dapat memenuhi kebutuhannya melalui makanan saja, dan yang mengalami kecemasan.
Sebagai informasi, magnesium melimpah pada makanan seperti pisang, cokelat hitam, tahu dan tempe, kacang-kacangan, sayuran hijau, gandum utuh, ikan dan alpukat.
Suplemen magnesium biasanya dapat dikonsumsi kapan saja, dengan atau tanpa makan. Dosis akan bervariasi di antara merek, tetapi sebagian besar kapsul atau pil menyediakan 100-150 mg magnesium.
Magnesium sitrat adalah suplemen magnesium yang popular, ia lebih mudah diserap tubuh dibandingkan magnesium jenis lain (misalnya magnesium oksida). Penelitian Kseniia Afitska, et al, tahun 2021, memperlihatkan bahwa suplementasi magnesium sitrat signifikan memperbaiki berbagai tanda kesehatan, termasuk level kecemasan.
Selain itu, magnesium klorida juga relatif mudah diserap tubuh dan telah dikaitkan dengan perbaikan kadar gula puasa pada penderita diabetes. Riset di jurnal PLoS One juga menunjukkan bahwa suplementasi magnesium klorida berhubungan dengan penurunan gejala kecemasan dan depresi.
Namun perlu diperhatikan, walau secara umum suplementasi magnesium aman dikonsumsi, pada beberapa kasus bisa menimbulkan masalah pencernaan, seperti diare, mual dan nyeri perut. Penderita penyakit ginjal kronis bisa menjadi lebih rentan terhadap peningkatan kadar magnesium dan risiko toksisitas. (jie)