Nutrisi yang kita konsumsi berpengaruh pada kuat/tidaknya sistem imun tubuh. Salah satunya konsumsi makanan/minuman probiotik. Ada hubungan yang jelas antara probiotik dan imunitas tubuh yang optimal.
“Gizi merupakan faktor utama kelangsungan hidup, termasuk proliferasi sel, spesialisasi, perkembangan pertumbuhan jaringan dan organ, pasokan energi dan fungsi pertahanan kekebalan tubuh,” terang Meike Mayasari, S.Gz, MPH, dietisien dari RSUP. dr. Sardjito Yogyakarta.
Apa yang kita konsumsi menentukan mikroba yang hidup di usus, imbuhnya. Padahal, mikrobioma usus berperan penting dalam fungsi kekebalan tubuh. Usus adalah tempat utama aktivitas kekebalan dan produksi protein antimikroba.
Sebagai informasi, mikrobioma terdiri dari triliunan mikroorganisme atau mikroba yang hidup di tubuh kita, sebagian besar di usus. Lebih dari 70% sistem imun dipengaruhi oleh saluran cerna yang sehat.
Pada usus kita terdapat GALT (gut-associated lymphoid tissue), organ imun terbesar di tubuh, yang terdiri dari berbagai jenis sel imun. Meski terletak di usus, GALT tidak hanya bekerja lokal di usus, melainkan secara sistemik. Artinya, ia melindungi seluruh tubuh dari berbagai serangan virus, kuman, maupun zat asing lain yang berbahaya.
“Kolonisasi mikrobiota nonpatogen (bakteri probiotik) mempengaruhi kerentantan terhadap penyakit. Kolonisasi ini diperlukan untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh yang normal. Gangguan dalam proses ini dapat menyebabkan penyakit kekebalan seperti alergi makanan, dermatitis atopik (eksim) dan asma,” Meike menjelaskan dalam webinar Pentingnya Konsumsi Probiotik untuk Memelihara Imunitas, Sabtu (26/10/2024).
Pada kondisi usus sehat penuh dengan bakteri baik yang melindungi usus dari serangan patogen. Sebaliknya, jika kondisi usus tidak sehat berkembang bakteri patogen, merusak sel epitel yang melapisi usus, villi tidak berkembang dengan baik, integritas mukosa menurun, patogen dapat melakukan translokasi ke sel darah, terjadi inflamasi (peradangan).
Terapi gizi yang mendukung ekologi mikroba
Menjaga usus dalam kondisi nomobiosis – terjadi keseimbangan ekosistem antara probiotik dan patogen – bisa dilakukan dengan mengonsumsi dan menghindari / membatasi makanan tertentu.
Meike menerangkan ada gizi spesifik untuk saluran cerna seperti:
- Mengonsumsi makanan fermentasi dan serat, seperti kimchi, tempe, yogurt, dll
- Mengurangi makanan olahan, misalnya sosis, nugget, bacon, daging deli, dll.
- Menghindari antigen inflamasi
- Perbanyak makanan fungsional (alami) yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan, seperti sayuran, kacang-kacangan, legume (misalnya kacang hitam, buncis dan lentil), dan biji-bijian utuh (beras merah, oat atau barley). Pada kelompok pangan fungsional hewani ada ikan, daging sapi dan daging ayam, serta susu dan produk turunannya.
- Konsumsi makanan sumber prebiotik (seperti asparagus, tomat,pisang, apel, bawang bombay, dll) dan probiotik (misalnya susu fermentasi yang mengandung bakteri probiotik L.casei Shirota (LcS).
- Suplemen dan makanan kaya serat.
Tidak semua makanan fermentasi ‘layak’ disebut makanan probiotik
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang bila dikonsumsi dalam jumlah cukup, akan memberi manfaat bagi kesehatan. Pendeknya, probiotik adalah mikroba yang bermanfaat. Misalnya bakteri asam laktat Lactobacillus dan Bifidobacterium, yang kerap digunakan untuk memfermentasi susu menjadi yogurt.
Namun harap dicatat, tidak semua makanan/minuman fermentasi bisa disebut pangan probiotik. “Tidak semua makanan fermentasi menggunakan jenis mikroba yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan, atau bertahan hidup saat melewati usus,” terang Meike.
“Tidak semua makanan fermentasi memiliki jumlah mikroba yang cukup untuk memenuhi sarat sebagai probiotik,” katanya. “Yogurt, kefir, sauerkraut, kimchi dan kombucha adalah contoh makanan fermentasi yang mengandung mikroba hidup. Namun hanya yogurt dan kefir tertentu yang difermentasikan dengan bakteri probiotik (dalam jumlah cukup).”
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Endang E. Rahayu, MS, Guru Besar Bidang Mikrobiologi Pangan UGM menambahkan, “Hanya yang sudah terbukti melalui penelitian mengandung bakteri probiotik dalam jumlah tertentu (misalnya 6,5 milyar bakteri LcS), dan tetap mampu hidup di pencernaan setelah melewati lambung yang bisa disebut sebagai pangan probiotik. Ini dibuktikan ketika diambil sampel feses, terdapat bakteri probiotik dalam feses tersebut.”
Agar usus tetap memiliki bakteri probiotik spesifik tersebut, perlu mengonsumsi rutin pangan probiotik. “Kalau kita tidak rutin konsumsi, ya bakteri probiotik spesifik itu tidak ada di usus,” pungkas Prof. Endang. (jie).