Selama hamil, bukan hanya bobot tubuh yang bertambah. Terjadi pula berbagai perubahan, termasuk peningkatan hormon-hormon tertentu, yang pada akhirnya bisa membuat insulin tidak bisa bekerja dengan optimal. “Sensitivitas insulin pada ibu hamil turun 45-70%,” ungkap dr. Wismandari, Sp.PD-KEMD dari RS Pondok Indah – Pondok Indah, Jakarta. Inilah mengapa ibu hamil bisa mengalami diabetes yang hanya muncul selama kehamilan, atau disebut diabetes gestasional.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, insiden diabetes gestasional berkisar 1 – 14%. Di Indonesia, ditengarai sekitar 1,9 – 3,6%. Namun sekitar 10-25% diabetes gestasional tidak terdeteksi.
Umumnya, diabetes gestasional muncul pada usia kehamilan 24 – 28 minggu. “Karenanya, wajib skrining gula darah pada minggu-minggu tersebut,” tegas dr. Wisma, dalam diskusi Diabetes dan Kehamilan yang diselenggarakan oleh RS Pondok Indah di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Baca juga: Penting, Menghindari Diabetes saat Hamil
Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan gula darah puasa (GDP) dan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Angkanya berbeda dengan diagnosis diabetes pada orang yang tidak hamil. Disebut diabetes gestasional bila kadar GDP >92 mg/dL, atau TTGO 1 jam setelah makan >180 mg/dL, atau TTGO 2 jam setelah makan >153 mg/dL.
Perempuan yang memiliki faktor risiko mengalami diabetes gestasional, disarankan memeriksakan kadar gula darah sejak awal kehamilan, dan dilakukan secara berkala selama hamil sesuai anjuran dokter. Faktor risiko antara lain: hamil di usia lebih tua (35 tahun ke atas), gemuk/obes, berat badan (BB) naik berlebihan saat hamil, riwayat diabetes mellitus (DM) di keluarga, riwayat diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya, pernah memiliki bayi yang mati dalam kandungan (stillbirth), pernah melahirkan bayi >4 kg.
Baca juga: Menyusui, Risiko Diabetes Turun Setengahnya
Diabetes gestasional sering kali tidak bergejala, atau gejalanya tidak jelas. “Kalaupun muncul gejala, sering tersamar dengan keluhan yang biasa dialami perempuan saat hamil: sering pipis, lapar terus, dan sering merasa haus,” tutur dr. Wisma.
Bila ditemukan diabetes gestasional, kehamilan harus terus dipantau dengan pemeriksaan USG. Ini penting untuk menilai laju pertumbuhan berat badan janin, menilai jumlah cairan ketuban, menilai aliran sirkulasi darah di tali pusat dan plasenta, serta menentukan metode persalinan nantinya. “Kalau bayi terlalu besar, persalinan harus dengan sectio,” ucap dr. Wisma. Persalinan normal sangat berisiko karena bayi bisa terjepit di jalan lahir. Liang persalinan ibu pun bisa robek. Pada trimester 3, pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan rutin setiap 2 minggu.
Pengobatan
Pengobatan diabetes gestasional diutamakan dengan insulin, karena tidak memengaruhi kehamilan dan janin. Beberapa obat antidiabetika oral bisa mengganggu kehamilan. “Bila memang diperlukan atau ibu sama sekali tidak bisa menerima insulin karena takut menyuntik misalnya, bisa dipertimbangkan metformin atau sulfonylurea,” terang dr. Wisma.
Jangan ketakutan lalu tidak mau makan; ini akan membahayakan janin. Ibu tetap harus makan, hanya saja nutrisinya diperhatikan agar seimbang. Makana dengan kandungan karbohidrat sederhana tentu perlu dibatasi. Ibu juga harus akan dalam jadwal yang teratur dan porsi yang serupa setiap hari, karena sangat berkaitan dengan dosis dan jadwal insulin. Jangan lupa untuk tetap beraktivitas fisik sesuai kemampuan.
Baca juga: Terapi Diabetes pada Ibu Hamil
Setelah melahirkan, kadar gula darah akan kembali normal seperti semula, umumnya dalam dua bulan. Perlu tetap waspada, karena separuh perempuan yang mengalami diabetes gestasional, akan mengalami diabetes tipe 2 dalam 5-10 tahun kemudian.
Ibu yang mengalami diabetes gestasional maupun diabetes sejak sebelum hamil, bisa menyusui seperti ibu-ibu lainnya. Dokter akan memilihkan obat yang aman bagi produksi ASI dan tidak ikut terbawa dalam ASI. (nid)
_________________________________
Ilustrasi: Designed by Freepic.diller