Keguguran Berulang, Waspadai ACA
ACA_keguguran

Keguguran Berulang, Waspadai ACA

Mengalami keguguran sangat berat bagi perempuan. Terlebih keguguran berulang. Perasaan bersalah dan kesedihan tak bisa dihalau, hingga tak jarang menimbulkan depresi. Keguguran berulang adalah tanda, ada sesuatu yang tidak beres pada organ reproduksi atau sistem imun tubuh. Sebaiknya periksalah ke dokter kandungan yang terbiasa menangani masalah ini, agar bisa dilakukan secara komprehensif. Bisa jadi, keguguran berulang disebabkan oleh ACA (anti-cardiolopin antibody).

ACA merupakan bagian dari sindrom antifosfolipid. Dalam bahasa awam, biasa disebut sindrom darah kental. Pada orang dengan ACA, tubuh memproduksi antibodi untuk menyerang kardiolopin, sejenis lemak dalam darah yang disebut fosfolipid. Akibatnya, terbentuklah gumpalan-gumpalan darah.

Baca juga: Misteri Keguguran Berulang

“Pembuluh darah plasenta kecil, sedangkan pembuluh darah kita besar. Bila banyak gumpalan darah, darah jadi sulit masuk ke pembuluh darah plasenta yang kecil,” papar Prof. Dr. dr. Ichramsjah Azin Rachman, Sp.OG(K) dari FKUI/RSCM, Jakarta. Aliran darah yang tidak lancar ke plasenta membuat janin akan kekurangan nutrisi dan oksigen, sehingga bisa terjadi keguguran. ACA juga sering menjadi penyebab bayi lahir mati dan infertilitas yang tidak jelas penyebabnya. Ditengarai, sindrom antifosfolipid berkontribusi terhadap 10% kasus keguguran berulang. Beberapa penelitian juga menemukan hubungan antara sindrom antifosfolipid dengan terhambatnya pertumbuhan janin.

Pada kondisi biasa (tidak hamil), ACA kadang tak menimbulkan gejala. Beberapa perempuan dengan ACA positif mengaku sering memar tanpa sebab, kepala sakit seperti dipukuli, mual dan kesemutan. Bila ditemukan ACA, dokter kandungan akan merujuk ke dokter spesialis darah (hematolog). “Seringnya, ACA ditemukan belakangan, setelah dilakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan kecurigaan penyebab keguguran,” ujar Prof. Ichram.

Baca juga: Keguguran akibat Darah Menggumpal

ACA dipastikan dengan pemeriksaan darah utnuk menilai antibodi antikardiolopin, diukur dengan tes ELISA. Ini akan menunjukkan tingkat kekentalan darah. ACA positif bisa merupakan tanda dari sindrom antifosfolipid. Bila ACA ditemukan positif, calon ibu perlu mempersiapkan kehamilan. Ibu perlu minum obat pengencer darah, sesuai dosis yang disesuaikan dengan kondisi ibu. Jangan malas konsultasi lagi ke dokter meski sudah mendapat obat; kondisi harus terus dipantau. Penggunaan obat pun perlu diawasi, karena bisa menimbulkan risiko perdarahan saat haid.

Dan saat sudah hamil, “Bukan berarti tenang dan aman.” Kondisi ibu harus dimonitor makin ketat oleh dokter kandungan dan hematolog. Ibu perlu melakukan pemeriksaan darah secara berkala. Kalau kondisi ‘aman’, pemeriksaan cukup sekali dalam 3 bulan, tapi bila sedang gawat, bisa sekali tiap dua minggu. Tekanan tali pusat akan terus diukur dengan USG, tidak boleh sampai terlalu tinggi.

Baca juga: Polusi Udara Tingkatkan Risiko Keguguran

Bila kadar ACA sedang tinggi, dosis obat akan ditambah. Seiring bertambahnya usia kehamilan, umumnya ACA makin sulit dikendalikan. Obat oral mungkin diganti obat yang disuntikkan di daerah pusar. Ibu atau keluarga akan diajari cara menyuntik, sehingga bisa dilakukan sendiri di rumah.

Mengingat ACA terkait erat dengan sistem imun, ibu perlu menjaga pola makan. “Makanan yang merangsang sistem imun, apalagi yang mencetuskan alergi, perlu dihindari,” ujar Prof. Ichram. Untuk mengetahuinya, perlu pemeriksaan karena tiap orang berbeda. Makanan tinggi lemak dan kolesterol sebaiknya dihindari, karena bisa mempersempit pembuluh darah sehingga aliran darah makin tidak lancar. Ibu juga perlu beristirahat cukup. Sebisa mungkin hindari stres agar kondisi tubuh tetap fit. (nid)

___________________________________________

Ilustrasi: Photo by lucas mendes from Pexels