Keguguran berulang tanpa sebab yang jelas, perlu diperiksa lebih lanjut. Bisa jadi, akar permasalahannya yakni sindrom antifosfolifid (antiphospholipid syndrome/APS). Ini adalah salah satu kondisi trombofilia, di mana darah mudah menggumpal/membeku secara abnormal.
Trombofilia saat kehamilan bukan hal sepele. Kondisi ini dihubungkan dengan keguguran berulang, kelahiran mati, plasenta lepas dini (abruption placentae), eklamsia berat, dan komplikasi kehamilan lain seperti pertumbuhan janin tidak maksimal.
Bekuan darah (trombosis) bisa menghambat aliran darah di plasenta. “Akibatnya, nutrisi dan oksigen ke janin terhenti. Janin tidak mendapat makanan, sehingga biasanya usia tiga bulan kehamilan gugur,” terang ujar Prof. Dr. dr. Karmel Lidow Tambunan, Sp.PD, KHOM, Ketua Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia (PTHI). Sekalipun janin bertahan, bisa terjadi retard growth atau pertumbuhannya kurang. Pada ibu, bisa terjadi pre/eklamsia yang bisa membahayakan keselamatan ibu/ janin.
APS termasuk penyakit autoimun, yakni antibodi menyerang sel-sel tubuh sendiri. Dalam pemeriksaan lab, terlihat kadar antibodi terhadap membran anion fosfolipid tertentu selalu tinggi; misalnya terhadap antikardiolopin (anticardiolipin antibodies/ACA). ACA dianggap musuh yang harus dibasmi, dan ujungnya terbentuk gumpalan/bekuan darah.
Kadang bekuan darah tidak sampai menyumbat plasenta. Namun, darah dengan ACA cenderung lebih kental, sedangkan pembuluh darah plasenta kecil. “Darah kental lebih sulit masuk sehingga aliran darah tersendat,” ujar Prof. Dr. dr. Ichramsjah Azin Rachman, SpOG (K) dari FKUI/RSCM.
Kehamilan sendiri meningkatkan risiko trombosis, “Karena menekan pembuluh darah sehingga aliran darah melambat,” terang Prof. Karmel. Selain itu diduga, secara fisiologis darah ibu cenderung lebih kental, untuk mencegah terjadinya perdarahan saat persalinan. Kehamilan dihubungkan dengan peningkatan risiko trombo-emboli vena (VTE) 5x lipat. Risiko makin tinggi bila ibu memiliki trombofilia.
Ibu hamil perlu waspada terhadap terjadinya bekuan darah. terutama yang pernah mengalami keguguran berulang, atau ada riwayat dalam keluarga. Calon ibu dengan ACA perlu mendapat terapi antikoagulan atau antiplatelet untuk mengencerkan darah. Bila sudah hamil, perlu periksa darah secara berkala dan kontrol ke dokter sesuai anjuran. Tekanan tali pusat diukur dengan USG, tidak boleh terlalu tinggi.
Masalah ACA dan kehamilan memang belum terlalu familiar, bahkan di kalangan dokter. Untuk mendapat pengobatan dan monitoring yang memadai, perlu konsultasi ke dokter kandungan yang biasa menangani kasus seperti ini. (nid)