Susu sudah bukan lagi makanan pelengkap, seperti slogan ‘4 Sehat 5 Sempurna’ yang sudah jadul. Susu diketahui sebagai minuman padat gizi yang diperlukan, terutama di massa tumbuh kembang. Susu juga bermanfaat untuk pencegahan pencakit, salah satunya anemia.
Susu tidak hanya tinggi kalori, protein, kalsium yang penting untuk pertumbuhan anak, tetapi juga vitamin dan mineral, seperti vitamin D atau A, DHA (doxosahexaenoic acid) dan ARA (Arachidonic Acid) untuk kecerdasan, hingga zat besi.
Baca: Mengenal Manfaat DHA Untuk Otak Anak
Kenapa penambahan zat besi dalam susu penting untuk anak? Salah satu fungsi zat besi adalah untuk mengangkut oksigen dalam darah. Kekurangan zat besi dalam darah bisa memicu rentetan masalah di masalah di massa datang. Berujung pada kejadian anemia defisiensi besi (ADB).
Dalam jangka pendek ADB bisa menurunkan kecerdasan, otak (atensi, pendengaran, visual), dan fungsi motorik. Jangka panjang, anemia bisa menurunkan kemampuan berhitung, membaca, menulis dan bahasa anak.
Anak juga mengalami perubahan atensi dan sosial karena dianggap kurang tanggap dengan lingkungan sekitar, hingga perubahan perilaku. Untuk itu, penting mengatasi defisiensi zat besi sejak dini.
Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si, Psi, Psikolog Klinis Anak dan Keluarga mengatakan, “Ada gangguan fungsi dopaminergik pada otak sehingga anak mudah stres, yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan menyebabkan gangguan proses belajar.”
Sebagai informasi, Indonesia masih termasuk dalam 5 negara dengan prevalensi anemia tertinggi di Asia Tenggara. Salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia defisiensi besi adalah kurangnya konsumsi protein hewani yang tinggi zat besi (hanya mencapai 43%), dibandingkan protein nabati (57%).
Padahal faktanya, kandungan zat besi dalam protein hewani lebih tinggi dibandingkan dalam protein nabati, sehingga penting untuk konsumsi protein hewani demi cegah anemia. Zat besi dari protein hewani tinggi bisa didapatkan dari hati (ayam maupun sapi), daging merah, unggas, ikan, seafood dan susu yang difortifikasi zat besi.
Dr. dr. Luciana B. Sutanto, MS, SpGK(K), Presiden Indonesian Nutrition Association, menjelaskan, pada anak balita, pencegahan anemia dapat dilakukan dengan memberikan asupan gizi seimbang, terutama dari sumber protein hewani yang kaya zat besi.
“Namun sayangnya, kekurangan zat besi bisa juga terjadi karena sebagian besar zat besi tidak terserap optimal di tubuh anak. Maka itu, dibutuhkan kombinasi antara zat besi dan vitamin C yang mampu memaksimalkan penyerapan zat besi, untuk pencegahan anemia,” ujar dr. Luciana.
Zat besi merupakan salah satu mineral yang susah diserap. Penyerapannya lebih optimal bila dibantu oleh vitamin C. Ini kenapa terjadi hubungan ‘mesra’ antara vitamin C dan zat besi.
“Untuk itu, dalam memenuhi kebutuhan nutrisi harian si kecil, bisa juga dipertimbangkan untuk memberikan sumber nutrisi yang difortifikasi, seperti susu terfortifikasi dengan zat besi dan vitamin C agar si kecil bisa tumbuh maksimal,” dr. Luciana menambahkan.
Tiap orangtua – khususnya ibu – dituntut untuk pintar memilih produk susu untuk buah hati mereka. Mencegah anemia bisa dengan minum susu.
Tanasha Suhandani, Brand Manager SGM Eksplor menjelaskan salah satu inovasi SGM Eksplor untuk menjawab permasalahan anemia adalah dengan menghadirkan produk yang mengandung IronC, kombinasi zat besi dan vitamin C.
“Serta dilengkapi dengan nutrisi penting lainnya seperti DHA, Minyak ikan tuna, Omega 3&6, serta nutrisi penting lainnya,” katanya.
Guna terus memberikan dukungan untuk pencegahan anemia & dukung pemenuhan nutrisi dan stimulasi yang optimal, SGM Eksplor meluncurkan program “Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju” untuk mengedukasi melalui platform digital di antaranya melalui website www.generasimaju.co.id. (jie)
Baca juga: 5 Cara Mencegah dan Mengatasi Defisiensi Zat Besi pada Anak