Awas Bayi Prematur Rentan Alami Anemia Defisiensi Besi | OTC Digest

Awas Bayi Prematur Rentan Alami Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi (ADB) menjadi kekurangan nutrisi tersering yang dialami anak seluruh dunia. Perlu dipahami meskipun ukuran tubuh anak lebih kecil, namun kebutuhan zat besi pada anak sama bahkan lebih besar dibanding dewasa.

Anemia defisiensi besi mulai banyak ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak. Penyebabnya, anemia sejak masa kehamilan, dan percepatan tumbuh kembang si kecil. Diperburuk dengan rendahnya asupan zat besi (Fe) dari makanan.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 menunjukkan, prevalensi ADB pada balita sekitar 40-45%.

Riset menunjukkan pada bayi dan anak-anak, anemia defisiensi besi dapat menghambat tubuh kembang, seperti lemahnya kemampuan motorik. Dan gangguan perilaku, seperti kesulitan berinteraksi sosial dan kurangnya fokus. Gejala ini dapat bertahan sampai si anak memasuki usia sekolah jika anemia tidak diatasi.

Bayi prematur lebih berisiko

Secara lebih spesifik, mereka yang berisiko mengalami ADB adalah bayi lahir prematur, biasanya yang lahir 3 minggu sebelum waktu normal. Atau berat bayi lahir rendah.

Demikian juga dengan bayi yang mendapatkan susu sapi sebelum umur 1 tahun. Atau anak usia 1-5 tahun yang minum lebih dari 710 ml (sekitar 3 gelas ukuran biasa) susu sapi atau susu kedelai sehari. Anak yang menderita cacingan, terutama cacing tambang, juga bisa mengalami anemia.

“Bayi mulai mengalami anemia setelah mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak cukup mangandung zat besi,” papar dr. Yustina Anie Indriastuti, MSc, SpGK, dari Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI).

Agak sulit untuk menandai anak mengalami anemia, gejala tidak muncul sampai tubuh benar-benar kekurangan zat besi.  

Menurut Jennifer Janus,MD, dari John Hopkins Community Physicians ditunjukkan dengan gampang lelah, pucat, nafsu makan berkurang, napas lebih cepat, lebih gampang mengalami infeksi dan biasanya cravings (nyandu) ‘makanan’ yang tidak bernutrisi seperti es, tepung kanji, bahkan tanah.

Mengobati ADB

Pengobatan dimulai sedini mungkin, yakni pada keadaan kekurangan cadangan zat besi. Pemberian preparat besi dilakukan sampai cadangan zat besi terpenuhi, tidak hanya cukup untuk mencapai hemoglobin (Hb) normal.

Zat besi dapat diberikan lewat tablet, sirup atau suntikan. Sebaiknya diberikan dalam bentuk ferro sebanyak 3-5 mg/kg berat badan.

Preparat besi dapat mengendap sehingga menyebabkan gigi hitam, tapi perubahan warna ini tidak permanen. Dapat dicegah dengan berkumur air putih atau meneteskan preparat besi di bagian belakang lidah. Tinja juga mungkin berubah menjadi hitam, namun ini tidak perlu dikhawatirkan.

Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit (sel eritrosit yang belum matang di sumsum tulang belakang) seminggu sekali. Pemberian preparat besi dilanjutkan sampai 2 bulan sejak kadar Hb normal.

Sebagai upaya pencegahan, dr. Anie menganjurkan sumber Fe hewani, seperti daging, hati atau ikan sebagai bahan pembuat MPASI. Adalah anggapan salah jika bayi hanya boleh diberi sayur / buah pada tahap awal MPASI. Usia 6 bulan, pemberian daging dengan dihaluskan / bertekstur lembut.

“MPASI itu harus sudah lengkap, termasuk proteinnya. Kalau ada riwayat alergi ikan atau telur, pakai yang lainnya, misalnya ayam,” tegasnya. (jie)

Baca juga : Kurang Vitamin B12 dan Asam Folat Berisiko Sebabkan Anemia