vape sebabkan kerusakan dna yang sama seperti rokok tembakau
vape sama bahayanya dengan rokok konvensional

Vape Sebabkan Kerusakan DNA yang Sama Seperti Rokok Tembakau

Studi menemukan vape sebabkan kerusakan DNA yang sama seperti rokok tembakau. Vape dengan rasa tertentu bahkan mengakibatkan kerusakan yang lebih banyak. 

Selama ini vape dan rokok elektrik dianggap sebagai solusi ‘sehat’ untuk menggantikan rokok tembakau karena mengandung nikotin yang lebih rendah. Juga dianggap lebih trendy di kalangan anak muda. 

Menurut data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 terjadi kenaikan pengguna rokok elektrik di Indonesia, dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021). Secara keseluruhan GATS melaporkan jumlah perokok dewasa di Indonesia sebesar 33,5%, dan 19,2% untuk remaja usia 13-15 tahun pada 2021. 

Semakin banyak riset yang menyanggah anggapan rokok elektrik sebagai alternatif sehat merokok. Salah satunya adalah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti di Keck School of Medicine dari University of South California (USC), Amerika Serikat.

Penelitian yang baru saja diterbitkan di jurnal Nicotine & Tobacco Research ini adalah yang pertama dengan jelas membedakan kerusakan DNA yang terjadi antara pengguna vape vs perokok tembakau. 

Peneliti juga merinci risiko yang dihadapi vaper (pengguna vape) berdasarkan seberapa sering mereka merokok vape, termasuk jenis alat dan rasa yang mereka pilih.

Ini adalah studi terobosan karena menganalisa sel epitel rongga mulut pengguna vape, perokok tembakau dan bukan perokok. Sebagai informasi, sel epitel adalah sel yang membentuk jaringan epitel yang menutupi rongga dan permukaan organ tubuh.

Mereka menemukan vape sebabkan kerusakan DNA yang sama dengan rokok tembakau, dua kali lebih banyak dibanding non perokok. Riset melibatkan 72 orang dewasa sehat.

Semakin kerap mereka merokok – baik vape atau tembakau – kerusakan DNA yang ditemukan semakin banyak. Tes menunjukkan tingkat kerusakan DNA yang serupa antara vape dan rokok tembakau: masing-masing 2,6 dan 2,2 kali lipat dari bukan pengguna. 

Kerusakan DNA tertinggi juga diamati pada vaper yang menggunakan pod atau mod vape, serta vape rasa manis, buah dan mint. 

“Untuk pertama kalinya, kami menunjukkan semakin lama seseorang menggunakan vape atau rokok elektrik, semakin banyak kerusakan DNA terjadi pada sel-sel area mulut,” kata Ahmad Basaratinia, PhD, MPH, salah satu peneliti, melansir laman resmi Keck USC.

“Pola yang sama terjadi pada perokok (tembakau).” 

Kerusakan DNA pada sel epitel mulut merupakan perubahan awal yang dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai penyakit kronis, termasuk kanker dan penyakit peradangan. 

Studi baru ini didasarkan pada penelitian Prof. Basaratinia sebelumnya, yang menunjukkan bahwa vape berhubungan dengan perubahan ekspresi gen, perubahan epigenetik dan perubahan biologis lainnya, yang terlibat dalam perkembangan penyakit. 

Popular tapi berbahaya

Menurut Prof. Basaratinia, temuan ini bisa dimanfaatkan oleh badan kesehatan masyarakat dan pemangku kebijakan untuk menjauhkan produk berbahaya dari kelompok rentan, seperti anak-anak dan remaja.  

Produk vape yang popular - termasuk vape beraroma – digunakan oleh sekitar 85% remaja. Menyebabkan mereka berisiko tinggi mengalami kerusakan DNA sejak dini. 

92,5% perokok adalah perokok berat

Berdasarkan riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), terdapat 59,3 juta perokok di Indonesia pada 2021. Dari jumlah tersebut, 92,5 persennya adalah perokok berat lantaran merokok setiap hari. 

Riset IDEAS juga menunjukkan perilaku merokok berkorelasi dengan kemiskinan. Wilayah dengan jumlah perokok terbesar juga memiliki penduduk miskin terbanyak. 

Sementara itu GATS juga menjelaskan rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua di antara orang miskin. Jumlah itu lebih tinggi dari belanja untuk makanan bergizi. Miris. (jie)