Vaksinasi pada Penjamah Makanan Cegah Penularan Hepatitis A dan Tipes | OTC Digest

Vaksinasi pada Penjamah Makanan Cegah Penularan Hepatitis A dan Tipes

Ada anggapan, kita orang Indonesia sudah kebal dengan hepatitis A dan tipes, karena dari kecil biasa jajan sembarangan. Ternyata, sekarang hal ini tak sepenuhnya benar. Memang, di akhir penelitian di akhir 1960-an di Indonesia menemukan bahwa 80% orang berusia 35 tahun ke atas memiliki anti hepatitis A, meski belum divaksin. “Artinya, orang Indonesia saat itu sering kali terpapar virus tersebut,” tutur Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD-KAI, Guru Besar Tetap Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Namun penelitian sekarang mendapati bahwa orang dewasa yang punya anti hepatitis A jauh lebih rendah, sehingga bila terpapar berisiko sakit.

Adapun penyakit tipes atau demam tifoid angka penularannya sudah menurun dibandngkan beberapa dekade lalu. Namun tetap tak bisa dianggap enteng karena kini sudah terjadi resistensi antibiotik, sehingga penyakit yang ditularkan oleh bakteri Salmonella thyphi ini lebih sulit diobati. “Bahkan bisa menimbulkan kematian,” ujar Prof Samsu, dalam lokakarya Building and Managing Healthy Workforce Collaboration di Jakarta, Sabtu (31/8/2019). Kematian akibat tifoid di Indonesia tercatat 5-10%.

Hepatitis A dan tifoid ditularkan melalui jalur fekal-oral. Artinya, kedua penyakit ini bisa menular lewat makanan/minuman yang terkontaminasi feses (tinja) yang mengandung virus hepatitis A atau bakteri Salmonella thyphi. Secara umum, tingkat kebersihan dan sanitasi di Indonesia semakin baik. Bagaimanapun tetap ada risiko terkena dua penyakit tadi, terutama bila suka makan di luar. Apalagi sekarang wisata kuliner berkembang demikian pesat; sering kita hanya mementingkan rasa makanan tanpa memedulikan kebersihannya.

Penjamah makanan (food handler) berperan penting dalam mencegah penularan penyakit yang menular lewat makanan/minuman. “Seandainya penjamah makanan menderita hepatitis A dan kurang menjaga kebersihan diri, maka virus bisa menempel di tangannya. Lalu mengolah makanan, bisa menularkan ke konsumen,” ungkap dr. Nursye E. Zamsia, MS. Sp.OK dari Perdoki.

Vaksinasi bagi penjamah makanan bisa dilakukan sebagai salah satu upaya mencegah penularan hepatitis A dan tifoid ke konsumen. Di samping tentunya kontrol keamanan makanan, seperti higienitas dan sanitasi, baik perorangan maupun lingkungan, serta penerapan upaya keamanan makanan lainnya.

Sayangnya, kesadaran untuk melakukan vaksinasi pada orang dewasa masih rendah. “Yang kami temukan di lapangan, orang hanya sadar untuk vaksinasi bayi karena masuk program pemerintah. Sedangkan untuk dewasa, kesadarannya masih rendah,” ucap dr. Kristoforus Hendra Djaya, Sp.PD, pendiri In Harmony, klinik vaksinasi pertama di Indonesia.

Bagi Anda yang bekerja sebagai penjamah makanan, atau memiliki bisnis makanan, lakukanlah vaksinasi diri atau karyawan Anda untuk penyakit yang bisa menular lewat makanan/minuman, seperti hepatitis A dan tifoid. Jangan tunggu sampai sakit, karena tujuan vaksin adalah mencegah sebelum sakit sama sekali. Kita juga bisa menjadi carrier (pembawa penyakit) meski tidak sakit, dan vaksin bisa mencegah hal ini.

Vaksinasi hepatitis A dilakukan dalam dua dosis, dengan jeda antar dosis 6-12 bulan. Adapun tifoid cukup 1 dosis untuk tiga tahun. “Jangan hanya melakukan vaksinasi untuk memenuhi regulasi. Misalnya pekerja di pelayaran; hepatitis A yang harusnya dua kali vaksin, tapi baru sekali lalu tidak dilanjutkan karena sudah mendapat kartu vaksin,” pungkas dr. Kristof. (nid)

_____________________________________________

Ilustrasi: Food photo created by freepik - www.freepik.com