Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Astrazeneca/Oxford gagal mencegah kasus ringan dan sedang dari varian baru virus corona Afrika Selatan, ungkap para peneliti.
Tim peneliti dari Universitas Witwatersrand, Johannesburg, Afrika Selatan, mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca hanya memberikan perlindungan minimal terhadap infeksi COVID-19 ringan sampai sedang dari varian baru Afrika Selatan.
Ini bisa berarti bila varian virus corona Afrika Selatan itu masih akan menyebabkan gejala infeksi berat, walau belum ada cukup data untuk membuat penilaian pasti.
Temuan tersebut, yang belum ditinjau oleh sesama ilmuwan (peer review), “tampaknya mengonfirmasi teori bahwa varian virus corona di Afrika Selatan tetap akan menyebabkan penularan virus pada populasi yang sudah divaksinasi,” tulis laporan tersebut.
“Perlindungan terhadap infeksi sedang hingga berat, rawat inap atau kematian tidak bisa dinilai dalam riset ini karena target populasi berada pada risiko ringan.”
Tetapi para pengembang vaksin AstraZeneca di Inggris tetap berharap bila vaksin tersebut dapat mencegah kematian dari varian baru virus corona Afrika Selatan.
“Kami mungkin tidak bisa mengurangi jumlah total kasus, tetapi tetap ada perlindungan terhadap kematian, risiko rawat inap dan infeksi berat,” kata Sarah Gilbert, yang memimpin pengembangan vaksin, dilansir dari AFP.
Itu juga berarti butuh beberapa waktu sebelum mereka bisa menentukan efektivitas vaksin pada lansia untuk melawan varian baru virus corona yang juga terjadi di Inggris.
AstraZeneca mempercayai bila vaksin mereka tetap akan memberi perlindungan terhadap (mencegah) infeksi berat COVID-19.
“Aktivitas antibodi penetral setara dengan vaksin COVID-19 lainnya, yang menunjukkan reaksi melawan infeksi yang lebih parah, terutama ketika interval dosis dioptimalkan hingga 8-12 minggu,” terang Gilbert.
Saat ini para peneliti sedang bekerja memperbarui vaksin, dan mengerjakan versi yang sesuai dengan mutasi virus corona Afrika Selatan. Diharapkan vaksin siap sekitar Maret - Juni 2021, saat musim gugur.
Merespon hasil riset tersebut pemerintah Afrika Selatan saat ini menghentikan sementara pemberian vaksin AstraZeneca.
Dianggap lebih berbahaya
Sebelumnya para ilmuwan menengarai varian baru virus corona di Afrika Selatan – diberi nama 501Y.V2 – lebih berbahaya daripada varian baru yang muncul di Inggris (B117).
Dikutip dari CBS News, peneliti utama uji coba vaksin Oxford di Afrika Selatan, Shabir Madhi mengatakan bahwa lebih dari 13 varian virus corona telah diidentifikasi di negara itu, sejak pandemi mulai.
Dia mengatakan, varian 501Y.V2 menyebar seperti api di kota-kota pesisir Afrika Selatan. Menurutnya, itu adalah mutasi virus yang paling mengkhawatirkan sejauh ini.
Seperti halnya varian Inggris, strain virus corona Afrika Selatan ini melibatkan banyak mutasi di dalamnya pada saat bersamaan.
“Kedua varian memiliki banyak mutasi berbeda di dalamnya, jadi bukan mutasi tunggal,” jelas John Bell, profesor kedokteran di Univeristas Oxford. “Benar-benar terjadi perubahan substansial dalam struktur protein paku pada varian virus corona Afrika Selatan.”
Dalam riset yang diterbitkan di medRxiv, pada Desember 2020 lalu, dijelaskan varian baru ini mengalami delapan mutasi berbeda di protein paku virus, struktur yang memungkinkan virus corona menempel dan menginfeksi sel manusia.
Afrika Selatan telah melaporkan lebih dari 1,5 juta kasus COVID-19 dan lebih dari 46.000 kematian sejak awal pandemi. Varian baru tersebut ditemukan menyebar dengan cepat di Western Cape, Eastern Cape dan KwaZulu-Natal. (jie).
Baca juga : Ada Varian Baru Virus COVID-19, Apakah Vaksin Masih Efektif?