Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa vaksinasi COVID-19 akan dimulai minggu kedua Januari 2020, sementara di satu sisi ada varian baru virus corona yang diberi kode B117 diketahui sudah masuk ke Asia. Kekhawatiran apakah vaksin akan efektif terhadap virus varian baru ini pun muncul.
Sebelumnya lima negara di Asia (Singapura, Jepang, Lebanon, Yordania dan Korea Selatan) telah melaporkan bila varian baru virus COVID-19 ini masuk di negara mereka. Malaysia juga melaporkan penemuan virus baru, namun dari jenis yang berbeda, mirip yang ditemukan di Afrika Selatan.
Sebagai informasi ada dua varian baru virus COVID-19 yang menimbulkan kekhawatiran para ahli; varian B117 yang menyebar luas di Inggris dan Eropa, serta varian 501Y.V2 yang terdeteksi menyebar di Afrika Selatan.
Sementara di Indonesia, menurut Menteri Riset dan Teknologi Prof. Bambang Brodjonegoro, PhD, belum ada bukti bahwa virus corona varian baru dari Inggris sudah masuk ke Tanah Air.
Program vaksinasi pun akan dimulai pada 13 Januari 2021, diawali oleh Presiden Joko Widodo, kemudian dilanjutkan secara serentak di 34 provinsi secara bertahap.
Vaksinasi tahap pertama akan diprioritaskan untuk tenaga medis, mulai dokter hingga perawat rumah sakit. Setelahnya, diberikan kepada TNI, Polri dan guru. Kemudian baru ditujukan untuk masyarakat umum.
Lantas jika varian baru virus COVID-19 benar-benar masuk ke Indonesia, apakah vaksin masih tetap efektif? Menjawab pertanyaan tersebut Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan, mutasi virus adalah suatu keniscayaan alias sesuatu yang tidak bisa dihindari.
“Mutasi pertama yang dikenal dengan D614G sudah terjadi Januari 2020 di China. Lima bulan kemudian ia menjadi mayoritas di seluruh dunia. Saat ini yang menjadi isu adalah mutasi di Inggris dan Afrika Selatan, kedua-duanya independent tidak ada kaitan,” katanya.
Walau muncul varian baru, Dicky meyakini vaksin yang telah dikembangkan saat ini masih bisa digunakan.
Untuk varian virus COVID-19 dari di Inggris, efikasi (khasiat) vaksin dianggap tetap cukup baik. “Tetapi informasi terbaru untuk varian yang di Afrika Selatan ada potensi kalau efikasinya akan berkurang, walau masih bisa (dipakai) karena vaksin Oxford sedang dilakukan uji klinisnya di Afrika Selatan, di lokasi yang lagi meledak itu,” urai Dicky.
Dikutip dari CBS News, peneliti utama uji coba vaksin Oxford di Afrika Selatan, Shabir Madhi mengatakan bahwa lebih dari 13 varian virus corona telah diidentifikasi di negara itu, sejak dimulainya pandemi.
Dia mengatakan, varian 501Y.V2 menyebar seperti api di kota-kota pesisir Afrika Selatan. Menurutnya, itu adalah mutasi virus yang paling mengkhawatirkan sejauh ini.
“Bukan berarti vaksin tidak akan bekerja pada varian ini, tetapi dengan pertimbangan bahwa vaksin tersebut mungkin tidak memiliki khasiat penuh,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan setidaknya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk memastikan apakah vaksin yang ada saat ini akan terganggu efikasinya terhadap virus varian baru ini.
“Mutasi virus adalah suatu keniscayaan, sehingga kita perlu meningkatkan kewaspadaan. Bukan dengan panik, tetapi merespons situasi yang serius ini untuk evaluasi bagaimana strategi kita, terutama di pintu masuk (kedatangan orang),” Dicky menegaskan. (jie)
Baca juga : Muncul Varian Baru Virus COVID-19 Di Inggris, Perlukah Khawatir?