Berbagai penelitian membuktikan bahwa konsumsi lemak trans berhubungan dengan penyakit jantung, stroke, diabetes, hingga kanker. “Lemak trans adalah lemak yang dihasilkan dari proses hidrogenasi; ditambahkan atom hydrogen sehingga cis menjadi asam lemak trans,” terang Dr. Marudut, MPS, ahli gizi dan dosen di Jurusan Gizi – Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.
Proses hidrogenasi parsial/sebagian mengubah senyawa kimia asam lemak tak jenuh (disebut cis). Dua atom H yang terletak di sisi yang sama pada ikatan rangkap cis, berubah menjadi sisi yang berlawanan (trans). Proses hidrogenasi parsial membuat asam lemak jenuh menjadi padat dalam suhu ruang, misalnya dalam proses pembuatan margarin. Juga berbagai pangan olahan yang garing/renyah, seperti biskuit, kukis dan lain-lain. Baca juga: Plus Minus Mentega dan Margarin
Organisasi Kesehatan Dunia WHO menetapkan, asupan elmak trans sebaiknya maksimal 1% dari total kalori harian. Maka bila kebutuhan energy kita 1.800 kkal, lemak trans sebaiknya hanya 18 kkal saja. “Satu gram lemak mengghasilkan 9 kkal. Maka, 18 dibagi 9; cukup 2 gr lemak trans sehari,” ucap Dr. Marudut.
Susu juga mengandung asam lemak trans, tapi sangat berbeda dengan yang dihasilkan industri. “Pada susu, prosesnya disebut biohidrogenasi. Makanan yang dikonsumsi oleh hewan memamah biak kemudian dicerna oleh bakteri yang ada di saluran cernanya, berubah menjadi lemak trans,” tutur Dr. Marudut. Perbedaan proses ini menghasilkan efek yang berbeda pula. Kebalikan dari lemak trans industri, lemak trans susu justru baik bagi kesehatan.
Hal ini telah dibuktikan dalam berbagai penelitian yang dipublikasi di jurnal ilmiah bergengsi. Misalnya yang dilakukan oleh Dariush Mozaffarian, dkk dan dipublikasi di American Journal of Clinical Nutrition (2013). Studi ini meneliti asam lemak trans palmitoleat,dengan melibatkan 2.617 partisipan usia dewasa dan multi etnis di Amerika Serikat (AS).
“Hasilnya, terjadi penurunan trigliserida 219%, insulin puasa 9,1%, tekanan darah sistolik 22,4 mmHg dan insiden diabetes sebanyak 48% pada mereka yang mengonsumsi asam lemak trans palmitoleat tinggi dibandingkan yang tidak,” papar Dr. Marudut. Dalam studi tersebut, tingginya konsentrasi asam lemak trans palmitoleat berkorelasi dengan konsumsi susu full cream, mentega, margarine dan pencuci mulut yang dipanggang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan ulasan sistemik dan meta analisis oleh Russell de Souza yang dipublikasi di jurnal ilmiah British Medical Journal (2015). “Dalam meta analisis ini, dikumpulkan 50 penelitian lalu diolah dan disimpulkan. Hasilnya konsisten bahwa palmikoleat bisa menurunkan insiden diabetes,” ungkap Dr. Marudut.
Berdasarkan studi oleh Mozaffarian, kolesterol ‘jahat’ LDL juga ikut naik dengan konsumsi trans palmitoleat. Namun studi lain menemukan bahwa kenaikan LDL akibat lemak susu juga disertai dengan peningkatan kolesterol ‘baik’ HDL sehingga terjadi efek netral. Selain itu beberapa riset menunjukkan bahwa lemak pada susu hanya meningkatkan LDL berukuran besar yang tidak terlalu merusak dinding pembuluh darah.
Masih diselidiki mengapa asam lemak trans pada susu. Hipotesis oleh Dr. Marudut, “Asam lemak yang ada di susu struktur kimianya berbeda, berbeda pula proses menghasilkannya. Hal ini yang menyebabkan efeknya berbeda.” (nid)