vaksin covid-19 yang diproduksi oxford university gagal

Uji Coba Vaksin COVID-19 oleh Oxford Gagal, Begini Kejadiannya

Dunia saat ini sedang berpacu dengan waktu untuk memroduksi vaksin COVID-19. Tetapi berita buruk dilaporkan kandidat vaksin yang dibuat oleh Oxford gagal saat diuji cobakan pada monyet.

Normalnya proses pembuatan vaksin memerlukan waktu bertahun-tahun, dibutuhkan serangkaian uji coba klinis panjang untuk meneliti keamanan dan efektivitas pada manusia. Saat ini para ahli di seluruh dunia bekerja dengan kecepatan yang sangat tinggi, dan saat ini dunia sudah memiliki lebih dari 100 vaksin potensial untuk COVID-19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi 7-8 kandidat vaksin yang prosesnya pembuatannya dipercepat. Salah satunya diproduksi oleh Oxford University, Inggris. Calon vaksin ini diberi nama ‘ChAdOx1 nCoV-19’.

Peneliti dari Oxford menggunakan strain adenovirus (virus penyebab selesma / common cold) pada simpanse dan menggabungkannya dengan materi genetik protein paku dari virus SARS-CoV-2 (nama resmi virus COVID-19).

Kandidat vaksin ini didasarkan pada ide untuk mengajari tubuh mengenali protein virus corona yang berbentuk seperti paku dan mempersiapkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya jika virus tersebut masuk ke dalam tubuh.

Sebagai tambahan, uji klinis vaksin ini sudah dimulai dan lebih dari 320 orang telah diberi suntikan ChAdOx1 nCoV-19.

Bagaimana percobaan dilakukan

Vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Universitas Oxford termasuk di antara 8 kandidat teratas yang sedang diuji keamanan dan kemanjurannya pada manusia, tetapi laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa itu hanya "sebagian" efektif karena tidak dapat mencegah infeksi pada monyet macaque.

Untuk melakukan percobaan, enam monyet divaksinasi dengan kandidat vaksin, sementara tiga hewan diberi ChAdOx1 GFP.

Percobaan pada monyet-monyet ini menunjukkan bahwa ChAdOx1 nCoV-19 melindungi hewan dari pengembangan pneumonia virus, tetapi tidak menghentikan mereka dari penularan infeksi. Lebih lanjut, “Tidak ada perbedaan dalam jumlah RNA virus yang terdeteksi pada monyet yang divaksinasi, dibandingkan dengan hewan yang tidak divaksinasi,” ungkap Dr. William A. Haseltine, mantan profesor Fakultas Kedokteran Harvard.

Lantas bagaimana?

Uji coba pada monyet ini menjelaskan bila vaksin mungkin efektif mengurangi keparahan penyakit, tetapi tidak cukup ampuh untuk mencegah infeksi. Sebelumnya, Serum Institute of India yang berada di kota Pune, India, telah bekerja sama dengan Oxford University akan memroduksi vaksin ini secara massal jika terbukti efektif; rencananya dalam satu tahun akan diproduksi hingga 60 juta dosis vaksin.

Ini penting dicatat karena pengembangan vaksin biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun melalui beberapa uji coba klinis, dan walaupun prosesnya saat ini dipercepat mungkin masih memerlukan setidaknya satu atau dua tahun untuk memiliki vaksin yang efektif.

Selain Oxford, saat ini beberapa uji coba klinis tengah dilakukan oleh farmasi-farmasi besar di Amerika Serikat dan China, dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. (jie)

Baca juga : Update Vaksin Corona : Untuk Pertama Kalinya Terbukti Bila Vaksin Mampu ‘Melatih’ Sistem Imun