probiotik cegah sindrom metabolik dengan memperbaiki bakteri usus

Probiotik Bantu Mencegah Sindrom Metabolik

Kelebihan berat badan (BB) terjadi di banyak negara. Di Amerika Serikat (AS), hampir 2/3 penduduknya mengalami kegemukan atau obes. Dengan kata lain, bila kita pergi ke sana, 2 dari 3 orang yang kita jumpai menderita kelebihan BB. Di Indonesia, meski belum ada data yang pasti, mudah dijumpai orang dengan masalah kelebihan BB, bahkan pada anak-anak.

Selain kurang indah dilihat, kegemukan merugikan kesehatan. Ada yang disebut sindrom metabolik (SM). Yakni sekumpulan gejala yang dapat meningkatkan faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner, diabetes, perlemakan hati dan beberapa jenis kanker.

Kriteria diagnosis SM telah dibuat oleh berbagai badan kesehatan, yang mirip atau beda tipis satu sama lain. Intinya mencakup obesitas sentral (gemuk di bagian perut) dengan lingkar pinggang >80 cm (perempuan) dan >90 (laki-laki), hipertensi, serta gangguan kadar gula darah dan metabolisme insulin. Disebut menderita SM bila memiliki 3 atau lebih dari kelainan tersebut. Di AS, lebih dari ¼ populasi memenuhi kriteria SM. Data survey tahun 1999-2000 di AS menunjukkan, prevalensi SM pada usia >20 tahun 32%, meningkat dari 27% pada tahun 1988-1994.

Gaya hidup adalah faktor risiko utama untuk SM. Di kota-kota besar, masyarakat cenderung makan di restoran yang notabene tinggi lemak, gula, garam serta minim serat; terutama di restoran cepat saji sebagai ciri gaya hidup “modern”. Di rumah pun ibu-ibu mencari yang praktis: makanan yang tinggal digoreng seperti sosis atau nugget. Sebagian besar waktu dihabiskan dengan duduk di belakang layar komputer. Sulit meluangkan waktu untuk berolahraga.

Gaya hidup seperti ini membuat tubuh menimbun lemak, dan mengubah pola bakteri penghuni usus. Makanan tidak sehat adalah nutrisi bagi bakteri patogen; sebaliknya serat adalah makanan bagi bakteri baik. Bila kita terus mengonsumsi makanan tidak sehat, populasi bakteri patogen akan meningkat, sebaliknya bakteri baik akan terdesak. Pada akhirnya kita akan semakin gemuk karena bakteri patogen turut memengaruhi selera makan, dengan memilih makanan yang tidak sehat.

Penelitian menunjukkan, pola bakteri usus orang gemuk/obes berbeda dengan orang yang langsing. Dr. Kieran Touhy dari University of Reading, Inggris, mengungkapkan, Bifidobacteria (salah satu bakteri probiotik) pada hewan yang obes lebih rendah daripada hewan yang langsing. Penelitian lain, jumlah Bifidobacteria pada bayi usia 6-12 bulan lebih banyak pada anak dengan BB normal, dibandingkan anak yang menjadi gemuk. Bakteri patogen yang mendominasi usus akan memroses lemak dan mengekstraksi kalori dari makanan melalui cara yang tidak seharusnya; lemak dan kalori yang diserap tubuh menjadi lebih banyak. Ampas makanan dan racun pun menumpuk sehingga bobot tubuh bertambah.

 

’Modifikasi’ bakteri

Untuk menghindari SM, pola makan dan aktivitas fisik harus diperbaiki. Agar efeknya lebih cepat, bisa dibantu dengan “memodifikasi” bakteri usus. Dapat dilakukan dengan mengonsumsi minuman probiotik, yang akan merangsang pertumbuhan bakteri baik di usus. Dan, ternyata, probiotik memberi efek positif tambahan.

Sebuah studi di Universitas Stanford, AS, secara tidak sengaja menemukan manfaat probiotik untuk menurunkan BB. Awalnya, studi ini bertujuan untuk melihat, apakah probiotik dapat mencegah komplikasi akibat operasi bypass lambung, berupa pertumbuhan berlebih bakteri patogen di usus dan defisiensi vitamin B12. Sebagai informasi, bypass lambung adalah operasi untuk memperkecil kapasitas lambung menerima makanan.

Dari 44 pasien obes yang menjalani operasi bypass lambung, 50% diberi suplemen probiotik Lactobacillus pasca operasi, selama 6 bulan. Ternyata, tidak hanya pertumbuhan bakteri patogen dan defisiensi B12 yang bisa diturunkan. Pada kelompok yang menerima probiotik, 70% di antaranya berhasil menghilangkan BB berlebih, dibandingkan 63% pada kelompok yang tidak mendapat probiotik. Pada kelompok probiotik, kadar insulin puasa, lipoprotein A dan trigliserida (lemak darah) lebih rendah, dan kolesterol baik tinggi.

Penelitian pada tikus, probiotik berupa susu fermentasi L. Casei Shirota strain tampak memperbaiki resistensi insulin. Naito E., dkk (2011) melakukan penelitian pada tikus obes, yang dipicu oleh makanan (diet-induced obecity). Tikus ini diberi makanan tinggi lemak, dengan atau tanpa L. Casei Shirota strain, selama 4 minggu. Kemudian dilakukan tes toleransi insulin (insulin tolerance test/ITT) dan tes toleransi gula (oral glucose tolerance test/OGTT). Pemeriksaan menunjukkan, L. casei Shirota strain memperbaiki resistensi insulin. Pemberian L. casei Shirota strain meningkatkan penurunan kadar plasma gula dalam ITT, dan menurunkan peningkatan kadar plasma gula dalam OGTT.

Tesis Ari Yuniastuti (2004) pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, menunjukkan efek positif susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain, terhadap kadar lemak serum pada tikus hiperkolesterolemi. Sebanyak 28 tikus dengan BB normal dibagi 4 kelompok: kelompok kontrol tanpa susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain, kelompok susu fermentasi dosis 2 ml/ekor/hari, kelompok susu fermentasi dosis 2,25 ml/ekor/hari, dan kelompok susu fermentasi dosis 2,5 ml/ekor/hari.

Hasil penelitian menunjukkan, pemberian susu fermentasi menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol ‘jahat’ LDL, serta meningkatkan kolesterol ‘baik’ HDL secara signifikan. Pada kelompok susu fermentasi dengan dosis 2,5 ml, kadar trigliserida juga turun secara signifikan.

Secara umum, probiotik membantu proses pembuangan sehingga racun dan sisa makanan tidak menumpuk dalam tubuh. Studi oleh K. Matsumoto, dkk (2006), 40 orang sehat dengan frekuensi buang air besar (BAB) rendah, dibagi menjadi dua kelompok: yang mendapat 1 botol probiotik berupa L. casei Shirota strain selama dua minggu, dan yang mendapat plasebo (obat kosong). Setelah itu dibalik: kelompok probiotik mendapat plasebo. Hasilnya, frekuensi BAB per hari dan per minggu meningkat selama periode probiotik, dibandingkan sebelum percobaan dan periode plasebo. Feses (tinja) lebih lunak, baunya lebih baik, dan perasaan lampias (plong) membaik selama periode probiotik. Jumlah Bifidobacteria juga meningkat.

Yakult mengandung 6,5 milyar L. casei Shirota strain. Yakult bisa membantu menghindari SM. Yakult perlu dikonsumsi setiap hari secara rutin dan kontinyu agar efeknya terasa. (nid)


Ilustrasi: Michal Jarmoluk dari Pixabay