Akhir-akhir ini di media sosial banyak pesan yang beredar untuk mencari donor plasma darah konvalesen bagi keluarga mereka yang positif COVID-19. Kondisi ini memang nyata, Palang Merah Indonesia (PMI) mencatat di akhir Desember 2020 lalu terjadi antrean kebutuhan plasma darah konvalesen untuk membantu terapi COVID-19.
Pengurus Bidang Donor Darah PMI Linda Lukitari Waseso mengatakan bahwa saat ini antrean penerima plasma darah konvalesen cukup tinggi, di DKI Jakarta saja hampir 100 orang yang membutuhkan plasma, tapi yang mau donor sedikit.
“Kalaupun ada, contohnya ada salah satu perusahaan yang sudah menyumbangkan nama-nama karyawannya, dan kami sudah kontak ada sekitar 105 yang lolos cuma 15, jadi enggak gampang,” ungkapnya saat itu (28/12/2020).
Linda mengungkapkan, selama ini PMI telah menyalurkan sekitar 4.500 kantong plasma, dan 95% penerima mengalami kesembuhan dari gejala sedang sampai berat.
Hal yang mirip juga terjadi di Solo, Jawa Tengah. “PMI Solo mengalami kesulitan mendapatkan pendonor plasma konvalesen, karena memang persyaratannya juga tidak seperti pendonor pada umumnya," kata Sekretaris dan Chief Exceutive Officer (CEO) PMI Solo, Sumartono Hadinoto, melansir Inews.id.
Sumartono menambahkan, PMI Solo belum bisa menyediakan banyak plasma darah konvalesen, karena selesai pengambilan plasma langsung diberikan kepada pasien yang membutuhkan. Selain itu, ada perasaan takut di antara penyintas jika melakukan donor justru akan tertular lagi.
Syarat pendonor
Pengambilan dan pemberian plasma konvalesen ini tidak bisa sembarangan, harus sesuai dengan kategori dan persyaratan yang telah ditentukan.
Salah satu syarat pendonor adalah penyintas COVID-19 dengan rentang usia 18 – 60 tahun, diutamakan laki laki, wanita yang belum menikah, belum pernah hamil, belum memiliki anak juga bisa menjadi donor plasma.
Lanjutnya, penyintas COVID-19 yang akan mendonorkan plasmanya, dengan test swab PCR negatif, bebas gejala selama 14 hari pasca dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri.
Terapi penunjang
Sejatinya plasma darah konvalesen telah lama dipakai sebagai terapi pengobatan. Dalam wabah ebola, MERS, SARS, hingga H1N1 tahun 2009 lalu, terapi ini terbukti memperbaiki hasil perawatan penderita dan menurunkan angka kematian.
Tim peneliti terapi plasma konvalesen di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, dr. Johan Kurnianda SpPD-KHOM mengatakan pengobaan terapi plasma konvalesen dalam dunia kedokteran adalah adjunctive, alias tambahan dari pengobatan standar yang ada.
“Ia bukan satu-satunya yang diberikan. Diharapkan dengan begitu, pengobatan menjadi lebih efektif dan orangnya survive,” kata Johan dilansir dari VOA Indonesia.
Terapi plasma konvalesen berfungsi menambah efektifitas pengobatan yang diberikan bagi pasien COVID-19. Diharapkan, langkah ini mampu menurunkan badai sitoklin (pada pasien berat) dan meningkatkan antibodi.
Dr. Teguh Triyono MKes, SpPK(K), salah satu tim peneliti dari RSUP dr. Sardjito, menjelaskan, “Donor itu bisa memberikan darahnya sampai kapan? Sebetulnya tidak hanya dalam enam bulan setelah sembuh. Kalau memang donor ini memiliki antibodi yang cukup optimal, sampai lebih dari tujuh bulan boleh.”
Mengingat terus bertambahnya kasus positif COVID-19 tiap hari, tetapi juga dibarengi tingkat kesembuhan yang juga bertambah, alangkah baiknya bila para penyintas mau mendonorkan plasma darahnya untuk membantu mereka yang masih berjuang melawan virus corona ini. (jie)
Baca juga : Bagaimana Terapi Plasma Darah Konvalesen Bekerja Pada Pasien COVID-19 Yang Parah