Indonesia dilewati oleh “sabuk thalasemia”, yang membentang dari Mediterania, hingga ujung Papua. Thalasemia adalah penyakit kelainan darah, yang diturunkan secara genetik. “Penyakit ini muncul akibat tidak terbentuknya atau berkurangnya rantai hemoglobin dalam sel darah merah,” terang dr. Bambang Sudarmanto, Sp.A(K), MARS, dokter spesialis Anak Konsultan Hematologi RS Kariadi, Semarang. Pengobatan dengan transfusi darah dan obat kelasi besi untuk thalasemia, adalah hal yang tidak terhindarkan.
Hemoglobin terbentuk dari dua komponen: heme dan globin. Globin sendiri terdiri atas sepasang rantai globin alfa, dan globin beta. Pada thalasemia, rantai globin alfa atau globin beta inilah yang tidak terbentuk atau kurang. “Ketika rantai globin tidak terbentuk atau kurang, sel darah merah jadi mudah pecah. Fungsinya untuk mengangkut oksigen pun berkurang,” jelas dr. Bambang, dalam diskusi daring bersama Kalbe, bertajuk Hidup Berdamai dengan Thalasemia, Jumat (31/5/2021). Thalasemia alfa terjadi bila seseorang kekurangan globin alfa, dan thalasemia beta bila globin betanya kurang.
Berdasarkan sifatnya, thalasemia dibagi menjadi minor (trait) dan mayor. Pada thalasemia minor, seseorang hanya membawa sifat/gen thalasemia. Umumnya tidak ada gejala, atau hanya anemia ringan, tapi bisa mewariskan gen tersebut ke anaknya kelak. Yang berat adalah thalasemia mayor, di mana seseorang mewarisi gen thalasemia dari kedua orang tuanya, sehingga merasakan kondisi yang berat akibat thalasemia.
Anemia dan transfusi darah
Globin berperan sebagai building block dalam pembentukan Hb. Bila salah satu globin tidak ada, maka tubuh pun kekurangan building block yang diperlukan untuk membuat Hb dalam jumlah normal. “Akibatnya, eritropoiesis atau pembentukan sel darah merah di sumsum tulang jadi tidak efektif,” ujar dr. Bambang.
Selain itu, sel darah merah pun mengalami hemolisis atau pecah lebih awal. Kombinasi eritropoiesis dan hemolisis akhirnya membuat penyandang thalasemia berisiko mengalami anemia.
Masalahnya tak berhenti di sini. Akibat anemia, mereka pun kekurangan oksigen kronis, yang tentu akan berdampak besar bagi kesehatan mereka. itu sebabnya pada satu titik, penyandang thalasemia akan memerlukan transfusi darah berulang, secara regular.
Penyandang thalasemia baru akan membutuhkan transfusi darah bila kadar Hb <7 g/dL, dan dilakukan rutin dalam rentang 2-4 minggu. “Atau Hb >7 g/dL tapi sudah ada kelainan pada tulang wajah, gangguan pertumbuhan, patah tulang, dan pembesaran limfa,” papar dr. Bambang.
Kondisi lain yang memerlukan transfusi yakni bila kadar Hb >7 g/dL, tapi ada infeksi. Untuk kasus seperti ini, maka infeksi harus diobati dulu, maksimal 2 minggu. Bila setelah pengobatan, kadar Hb <7 g/dL diperlukan transfusi, dan bila >7 g/dL transfusi ditunda, sambil terus dipantau kondisinya.
Obat kelasi besi untuk thalasemia
Penyandang thalasemia mayor, suatu saat mutlak membutuhkan transfusi, untuk mengatasi anemia kronisnya. Namun sayangnya, pemberian transfusi darah pun bukannya tanpa masalah. “Transfusi berulang menimbulkan penumpukan zat besi di berbagai organ, sehingga akan muncul komplikasi,” ucap dr. Bambang. Misalnya gangguan tumbuh kembang, kelainan hormonal, gagal jantung, diabetes, hingga penyakit hari fibrosis – sirosis.
Di sinilah peranan obat kelasi besi untuk thalasemia. “Obat kelasi besi bekerja menghilangkan penumpukan zat besi dalam organ. Diberikan kalau sudah transfusi sekitar 10-20 kali,” tutur dr. Bambang. Tepatnya, obat kelasi besi untuk thalasemia diberikan ketika kadar feritin sudah mencapai 1.000 mg/L, atau saturasi transferin >50%.
Pengobatan dengan transfusi darah dan obat kelasi besi akan dijalani seumur hidup oleh penyandang thalasemia. Tak bisa disangkal, kadang timbul rasa jenuh minum obat. Padahal, menurut dr. Bambang, kepatuhan penyandang thalasemia minum obat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan kelasi besi. Juga dianjurkan mengonsumsi sayur dan buah yang kaya vitamin, seperti asam folat, vitamin C, dan vitamin E.
Obat kelasi besi untuk thalasemia perlu memiliki profil farmakokinetik yang baik, dan dibuktikan melalui uji bioekuivalansi, untuk menilai kesetaraan sifat dan kerja obat di dalam tubuh. obat dengan waktu paruh panjang memiliki keunggulan lain, karena cukup diminum sekali sehari. “Dengan dosis sekali sehari, diharapkan dapat menurunkan rasa jenuh minum obat seumur hidup,” ungkap Direktur PT Kalbe Farma Mulia Lie. Obat ini sudah masuk di e-katalog BPJS sejak tahun lalu, sehingga lebih mudah diakses.
Hingga saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan thalasemia. Sebelum menikah, ada baiknya melakukan skrining thalasemia, untuk melihat apakah ada gen thalasemia pada diri sendiri maupun pasangan. Dari hasil skrining tersebut, akan dilakukan konseling genetik lebih mendalam. (nid)