Mereka yang mengalami obesitas secara umum, atau berpawakan tinggi dengan penumpukan lemak di area perut (obesitas sentral) berisiko lebih tinggi menderita kanker kolorektal (kolon/usus besar).
Beberapa penelitian terdaluhu saling menguatkan dan menunjukkan hubungan antara obesitas, tinggi badan dan risiko kanker, termasuk kanker kolon. Misalnya, riset yang dipublikasikan tahun 2022 di British Journal of Cancer menunjukkan keturunan orang-orang Eropa yang bertubuh tinggi dan mengalami obesitas sentral, serta orang dengan obesitas umum, dua kali lipat lebih berisiko terkena kanker usus besar.
Studi terbaru yang dilakukan dengan menganalisa data kesehatan lebih dari 300.000 orang keturunan Kaukasia, Afrika, Asia dan/atau China, di mana kecenderungan tersebut juga ada pada semua peserta. Data diambil dari UK Biobank database.
Dalam riset yang diterbitkan di jurnal Science Advances, peneliti mengamati dampak obesitas, tinggi badan dan distribusi lemak terhadap risiko seseorang terkena kanker kolorektal.
Membandingkan 4 fenotip tubuh
Menggunakan data-data seperti indeks massa tubuh, tinggi dan berat badan, rasio pinggang-pinggul, serta lingkar pinggang, peneliti membagi peserta dalam 4 kelompok berdasarkan bentuk tubuh:
- PC1 umumnya mengalami obesitas
- PC2 bertubuh tinggi, tetapi dengan massa lemak yang lebih terdistribusi
- PC3 bertubuh tinggi dengan obesitas sentral
- PC4 cenderung tidak tinggi, tetapi dengan IMT tinggi dan pengukuran pinggul serta pinggang lebih rendah
Peneliti menemukan individu pada grup PC1 berisiko 10% lebih tinggi mengalami kanker kolon. Sementara kelompok PC3 dengan 12% peningkatan risiko, dan risiko tersebut meningkat menjadi 18% lebih tinggi pada wanita.
IMT sama, berbeda tipe tubuh
Heinz Freisling, PhD, salah satu peneliti mengatakan, “Seseorang dengan IMT yang sama (dengan orang lain) bisa memiliki risiko kanker berbeda.”
Temuan mereka menegaskan bahwa penumpukan lemak di sekitar bagian tengah tubuh atau di sekitar perut (disebut lemak visceral) berkaitan dengan risiko lebih tinggi terkena kanker usus besar.
Analisa lebih lanjut terhadap kesimpulan tersebut menemukan bahwa peningkatan risiko kanker kolon terhadap tipe tubuh ini terlihat pada keturunan Kaukasia, Afrika, Asia dan/atau Tiongkok.
Gen yang berbeda pada tipe tubuh yang beda
Sebuah studi genom kemudian dilakukan menggunakan data genom dari 460.198 orang dari UK Biobank database. Peneliti mengidentifikasi lebih dari 3 ribu varian genetik terkait bentuk tubuh yang diekspresikan secara berbeda di empat kategori tubuh di atas.
Mereka dengan varian genetik yang terkait dengan bentuk tubuh PC1 mengalami peningkatan ekspresi di otak dan kelenjar pituitary. Sementara pada bentuk tubuh PC3 mengalami peningkatan ekspresi genetik di jaringan adiposa (lemak), payudara, saraf, pembuluh darah dan organ reproduksi wanita.
Hasil analisis genetik di tingkat jaringan menunjukkan adanya disregulasi kadar glukosa dan metabolisme, yaitu proses mengubah makanan menjadi energi, tetapi juga meningkatkan peradangan tubuh dan hormon yang diproduksi jaringan adiposa (disebut adipokin), Freisling menjelaskan.
“Adipokin yang digambarkan dengan baik adalah leptin, yang mengatur nafsu makan tetapi berpotensi berhubungan langsung dengan perkembangan kanker. Misalnya, leptin meningkatkan laju pembelahan sel,” urainya.
Lebih tinggi, sel kanker lebih banyak?
“Ada bukti kuat yang menunjukkan adanya dampak umum antara tinggi dan risiko kanker,” kata Leonar Nunney, profesor biologi di University of California yang tidak turut serta dalam studi tersebut.
Ia sebelumnya telah melakukan analisis yang menunjukkan bahwa ada peningkatan 10% risiko kanker yang terlihat per penambahan 4 inci tinggi badan, disebabkan jumlah sel yang lebih tinggi dan ukurannya lebih besar. Tinjauannya tersebut diterbitkan di di jurnal Biological Sciences. (jie)