Empagliflozin Mengurangi Risiko Kematian akibat Gagal Jantung

Obat Antidiabetes Empagliflozin Mengurangi Risiko Kematian dan Rawat Inap akibat Gagal Jantung, dengan atau tanpa Diabetes

Terapi fundamental untuk gagal jantung meliputi 3 jenis obat yang disebut triple therapy: ACE inhibitor, beta-blocker, dan aldosterone antagonist. Studi EMPEROR-Reduced menemukan, obat antidiabetes empagliflozin mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat gagal jantung. Uniknya, obat ini bisa digunakan untuk pasien gagal jantung dengan atau tanpa diabetes.

Gagal jantung masih menjadi momok di seluruh dunia. Akibat penyakit ini, >1 juta orang di Amerika Serikat dan Eropa dirawat di setiap tahunnya. Kondisi di Indonesia pun mengkhawatirkan. Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi gagal jantung diperkirakan mencapai 1,5% atau menjangkiti sekitar 29.550 orang.

Gagal jantung adalah kondisi di mana jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Ada beberapa jenis gagal jantung, salah satunya gagal gantung kiri. Ada 2 jenis gagal jantung kiri: gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun (HFrEF) dan gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFpEF). “HFrEF biasanya karena jantung mengalami cedera, misalnya akibat serangan jantung. Sedangkan HFpEF lebih akrena penuaan, dan lebih nanyak dialami oleh perempuan,” papar Prof. Faiez Zannad, salah satu peneliti studi dari Université de Lorraine, Perancis.

Gejala utama gagal jantung yakni sesak napas dan kelelahan. “Kedua gejala ini sangat umum, sehingga orang jarang curiga. Ini membuat gagal jantung sulit didiagnosis,” ungkap Prof. Faiez dalam webinar bersama Boehringer Ingelheim, Kamis (3/8/2020). Sekitar 50% orang dengan gagal jantung meninggal dunia dalam 5 tahun setelah diagnosis, atau kembali masuk RS setelah menjalani perawatan sebelumnya. Gagal jantung membuat kegiatan fisik sehari-hari menurun, dan bisa menurunkan kualitas hidup.

 

Studi EMPEROR-Reduced: empagliflozin mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat gagal jantung

Empagligflozin adalah obat antidiabetes golongan SGLT-2. “Awalnya obat ini digunakan untuk mengontrol gula darah. Namun ternyata manfaatnya jauh lebih banyak,” ujar Prof. Faiez. Salah satunya, empagliflozin mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat gagal jantung.

Studi EMPEROR-Reduced adalah uji klinis Fase II yang dilakukan secara acak dan tersamar ganda, yang menyelidiki manfaat dan keamanan empagliflozin dibandingkan placebo (obat kosong) pada 3.370 penderita gagal jantung HFrEF, dengan atau tanpa diabetes. Semua pasien menerima menerima perawatan standar yang ada saat ini, tapi satu kelompok mendapat tambahan empagliflozin, dan kelompok lain mendapat tambahan plasebo.

“Hasilnya menunjukkan bahwa empagliflozin mengurangi risiko kematian dan rawat inap akibat gagal jantung hingga 25%,” UCAP PROF. FAIEZ. Empagligflozin juga tampak melindungi ginjal, dengan memperlambat penurunan eGFR, serta menunjukkan keamanan yang meyakinkan.

 

Potensi empagliflozin sebagai terapi gagal jantung

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dalam kesempatan yang sama menjelaskan, empagliflozin sebagai obat antidiabetes aman digunakan pada penderita gagal jantung yang tidak memiliki diabetes. “SGLT-2 bekerja dengan membuang gula yang berlebihan di ginjal. Bila kadar gula normal, maka gula pun tidak dibuang. Jadi relatif aman bagi penderita gagal jantung non-diabetes, karena tidak membuat gula darah drop,” jelasnya.

Menurut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana ini, hasil studi EMPEROR-Reduced tidaklah mengherankan. Beberapa studi terdahulu telah menunjukkan bahwa SGLT-2 memang menunjukkan manfaat untuk gagal jantung pada pasien diabetes.

Perlu digarisbawahi, indikasi empagliflozin masih sebagai obat antidiabetes, sehingga belum bisa diberikan pada pasien gagal jantung yang tidak diabetes. Manfaat empagliflozin utnuk pasien gagal jantung non-diabetes masih sebatas dalam studi, dan butuh waktu untuk diimplementasikan dalam indikasi obat.

Selain itu, ahli jantung dr. Siti Elkana Nauli, Sp.JP mengingatkan, empagliflozin adalah sebagai terapi tambahan pada gagal jantung, bukan terapi tunggal. “Gagal jantung tidak murni disebabkan oleh satu proses saja. Banyak sekali mekanisme yang terlibat dalam gagal jantung. Satu mekanisme bisa dihambat oleh SGLT-2, tapi pengobatan standar dengan triple therapy tetap harus diberikan, karena faktor-faktor lain juga harus dihambat,” jelasnya.

Bagaimanapun juga, hasil studi EMPEROR-Reduced menambah harapan kita untuk pengobatan gagal jantung yang lebih baik lagi. Terlebih bila akhirnya empagliflozin bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by freepik - www.freepik.com