Di Indonesia, ada budaya mutih atau makan nasi saja. Diyakini, cara ini membantu menyehatkan tubuh dan menenangkan pikiran. Ada juga pasien kanker yang menjalaninya. “Justru nasi itu sumber gula, yang jadi makanan sel kanker. Harus dibatasi,” tegas dr. Evelina Suzanna, Sp.PA dari RS Kanker Dharmais, Jakarta, saat dijumpai di Forum Ngobras beberapa waktu lalu di Jakarta.
Hal lain yang perlu dibatasi untuk meminimalkan risiko kanker yakni asupan lemak dan garam. Bukan berarti benar-benar anti sampai tidak mengonsumsinya sama sekali, “Semua ada porsinya. Yang penting seimbang.”
Tubuh tetap perlu lemak dan kolesterol, baik HDL maupun LDL. Asal, LDL jangan berlebihan. “Kalau dihindari sama sekali malah akan susah buang air besar karena tidak ada pelicin,” ungkapnya. Buah alpukat sangat baik sebagai sumber lemak sehat yang akan meningkatkan HDL, “Yang jelek itu teman-temannya: gula, susu kental manis.” Minyak zaitun juga sumber lemak sehat. Pun minyak kelapa, asalkan hanya sekali pakai.
Untuk sumber protein, boleh dari apa saja, hewani maupun nabati. Termasuk daging merah dan telur dengan kuningnya. Daging merah hanya perlu dipantang oleh mereka dengan riwayat kanker usus besar di keluarga, atau pernah mengalami kanker usus besar. “Tapi kalau kanker lain apalagi dalam masa pengobatan, justru perlu banyak protein agar luka operasi dan setelah radiasi cepat sembuh,” tuturnya.
Daging merah merupakan sumber protein yang bagus, plus kaya akan zat besi sehingga bermanfaat bagi pasien kanker yang kerap mengalami anemia.
Ia mengingatkan untuk cukup makan buah dan sayur setiap hari. “Kalau bisa, tujuh warna dalam satu hari. Rujak itu bagus. Ada warna merah, kuning, hijau, putih,” tuturnya. Zat warna tanaman juga berfungsi sebagai antioksidan, yang akan menetralkan radikal bebas di dalam tubuh.
Garam perlu dibatasi, tapi tidak dihindari sepenuhnya. Kekurangan garam akan mengganggu fungsi ginjal, jantung dan organ tubuh lainnya. Ia menjelaskan, garam bersifat iritasi. Paparan yang terlalu banyak dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko terhadap kanker lambung. Seperti yang banyak dialami oleh orang Jepang. Makanan sehari-hari mereka memang cenderung tinggi garam. “Kalau habis makan yang krispi dan asin, mulut terasa tidak enak. Coba saja makan itu terus sebulan, saya yakin mulut jadi iritasi,” ujar dr. Evelina.
Kanker tidak bisa dicegah sepenuhnya, kecuali kanker yang disebabkan oleh virus seperti kanker serviks dan kanker hati akibat hepatitis B, yang bisa dicegah dengan vaksinasi. Namun, pola makan yang baik membantu meminimalkan faktor risiko.
Terutama untuk kanker usus besar (kolon), yang sangat berhubungan dengan pola makan. Untuk kanker ini, kuncinya: buang air besar (BAB) harus rutin setiap hari. “Jangan ada zat rusak yang tersimpan lama di usus dan kontak dengan dinding usus,” tegasnya.
Jangan lupa berolahraga secara rutin serta istirahat cukup. Berolahraga memperbaiki metabolisme tubuh, sehingga daya tahan tubuh lebih baik. Diharapkan, sel imun bisa mengenali dan membasmi sel kanker dengan baik.
Pasien kanker pun tetap perlu berolahraga. Penelitian menemukan, orang yang terbiasa berolahraga, baik sebelum, selama dan setelah pengobatan kanker, angka kesembuhannya lebih tinggi dan lebih cepat pulih dari efek pengobatan. Tentu, olahraga disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien kanker. (nid)