Sosialita Helena Lim atau yang dikenal dengan crazy rich PIK (Pantai Indah Kapuk) menghebohkan media sosial dan pemberitaan setelah mengunggah momen ketika menunggu vaksinasi bersama beberapa orang – yang ditengarai sebagai teman / keluarganya.
Vaksinasi kepada Helena Lim dianggap salah sasaran, karena dilakukan di tahap pertama yang ditujukan bagi tenaga kesehatan, asisten nakes dan tenaga penunjang yang bekerja di fasilitas kesehatan.
Saat itu Helena divaksin berbekal surat keterangan ia bekerja di apotek sebagai penunjang. Yang di kemudian hari diketahui bila Helena adalah rekan usaha Elly Tjondro, pemilik Apotek Bumi, di Jakarta.
Berawal dari akun @ningzsppd yang mengunggah video Instagram Story seorang wanita bersama tiga orang lainnya sedang antre di puskesmas. Wanita dalam video memperlihatkan nomor antrean untuk mendapat vaksin COVID-19.
"Lagi antre vaksin, semoga habis vaksin kita bisa ke mana-mana, semoga vaksinnya berhasil," kata wanita yang belakangan diketahui bernama Helena itu dalam video itu.
Helena Lim menerima vaksin COVID-19 di Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Senin 8 Februari 2021. Karena ‘keributan’ kasus crazy rich Helena Lim ini aparat kepolisian pun melakukan penyelidikan.
Artikel ini bukan menilai benar atau salah Helena Lim mendapatkan vaksin COVID-19, tetapi menyoal unggahan dalam video tersebut yang mengatakan bila setelah divaksin bisa pergi ke mana-mana.
Pandangan pascavaksinasi aman untuk bepergian menjadi perhatian ditingkat dunia. The Guardian (media di Inggris) bahkan menulis “seberapa besar kebebasan yang harus diberikan pada mereka yang sudah divaksin?”
Pertanyaan tersebut didasarkan pada adanya ide tentang ‘paspor vaksin’ yang nantinya memperbolehkan mereka yang sudah divaksin untuk bepergian. Utusan khusus Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dr. David Nabarro mengatakan ia mengharapkan ada ‘semacam’ paspor vaksin di masa depan.
“Saya sangat yakin dalam beberapa bulan ke depan kita akan mendapati banyak pergerakan dan suatu keadaan di mana orang-orang menjadi lebih mudah untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain… semacam paspor vaksin jelas sangat penting,” ujarnya, melansir Sky News.
Menimbang untung rugi paspor vaksin
Ada keuntungan dan kerugian dengan adanya paspor vaksin tersebut. Manfaat terjelas memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan internasional. Setelah divaksin risiko untuk mengalami infeksi COVID-19 bergejala berkurang hingga 3 kali lipat, artinya kalaupun terpapar virus corona hanya dalam derajat ringan.
Manfaat kedua adalah paspor vaksin bisa menjadi motivasi kuat agar orang-orang segera melakukan vaksinasi, mengingat masih banyaknya orang yang ragu-ragu untuk divaksin.
Selain itu, adanya paspor vaksin berpotensi meningkatkan perekonomian dan kesempatan kerja. Mereka yang kehilangan pekerjaan selama pandemi COVID-19 akan diuntungkan karena akses untuk mendapatkan pekerjaan meningkat, sehingga roda perekonomian pun bergerak ke arah yang lebih baik.
Sementara di satu sisi keberadaan paspor vaksin juga memiliki kerugiannya sendiri. Di Jepang – yang sudah berencana mengeluarkan paspor vaksin – menyadari surat tersebut berpotensi menciptakan diskriminasi dan melanggar hak pribadi.
“Kami bisa melihat adanya masalah diskriminasi dan (munculnya) prasangka, jadi kami perlu melakukan pendekatan dengan hati-hati,” kata Menteri Kesehatan Jepang Norihisa Tamura, melansir Nikkei Asia.
Hal lain yang menjadi kekhawatiran adalah belum ada cukup bukti yang mengatakan bila vaksinasi mampu menghentikan penularan virus corona pada orang lain.
“Kami memperkirakan risiko transmisi akan berkurang drastis, tetapi tidak hilang,” kata Stanley H. Weiss, MD, profesor dan epidemiolog di Rutgers New Jersey Medical School.
Baca: Sudah Divaksin, Masih Bisakah Menularkan COVID-19?
Adanya varian baru virus COVID-19 juga wajib menjadi pertimbangan. Para peneliti belum bisa memastikan apakah vaksin yang saat ini diproduksi efektif terhadap varian baru dari Inggris atau Afrika Selatan.
Ini berarti walau memperoleh paspor vaksin belum tentu aman dari varian baru virus corona terebut. (jie)