Selain dokter, perawat berperan penting agar memberikan hasil terbaik terapi kanker. Sayangnya di Indonesia belum ada perawat khusus untuk penanganan kanker. Sudah saatnya Indonesia punya perawat spesialis kanker (onkologi).
Kanker masih menjadi satu dari tiga penyakit tidak menular (PTM) dengan prevalensi dan tingkat kematian tertinggi, di samping penyakit jantung dan stroke. Berdasarkan data Globocan (Global Burden Cancer) 2020, di Indonesia terdapat 396.914 kasus baru kanker, dengan 234.511 kematian akibat kanker.
Dr. Soeko Werdi Nindito D, MARS, Direktur RS Pusat Kanker Nasional Dharmais mengatakan, “Diprediksi tahun 2030 jika kita tidak melakukan intervensi jumlahnya akan sampai dua kali lipat dari kasus saat ini.”
Di sisi lain, ada keterbatasan jumlah tenaga medis spesialis kanker. Selain dokter, perawat merupakan salah satu bagian tenaga medis yang membutuhkan penguatan. Dr. Aswan Usman, M.Kes, Direktur Fasilitas Layanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, “Rasio perawat 24 dibanding 1000 penduduk, rendah seperti dokter.”
Kepada media, pada Rabu (2/10/2022), dr. Aswan menegaskan hingga saat ini belum ada perawat spesialis kanker di Indonesia. Perawat spesialis kanker masih mengandalkan on-the-job training dan sering dirotasi sehingga membatasi pengalaman perawat dalam bidang kanker.
Kondisi ini berkontribusi pada rendahnya kualitas perawatan pasien, kelelahan perawat dan hasil perawatan kanker yang tidak optimal.
Saat ini baru ada satu program studi keperawatan spesialis kanker di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI). Masih menggodok mahasiswanya, belum menghasilkan lulusan.
Agus Setiawan, SKp, MN, DN, Dekan FIK-UI, menjelaskan, “Sudah dua tahun ini FIK-UI bekerja sama Roche Internasional dan Kementerian Kesehatan dan RS. Dharmais mengembangkan spesialisasi keperawatan onkologi. Tujuannya untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan tingginya masalah kanker di Indonesia.”
Setelah seorang perawat menyelesaikan pendidikan ilmu keperawatan (generalis), mereka bisa mengikuti program magister selama 2 tahun (di kampus), dilanjutkan 1 tahun program spesialis kanker (di rumah sakit/klinik).
“Kanker kan lintas organ, jadi para spesialis ini diharapkan punya kompetensi yang bisa menangani di berbagai macam masalah kanker,” lanjut Agus. “Salah satunya kemampuan dalam perawatan paliatif itu sangat penting.”
Kita sering mendengar pasien kanker mendapat vonis “sisa” umur yang tidak lama, setelah dari penanganan medis sudah optimal diberikan.
Peran perawat spesialis kanker secara paliatif adalah untuk menjamin kualitas hidup pasien (mengoptimalkan fungsinya). Melalui pendekatan kultural, spiritual, ethical, hingga pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga kebutuhan hidup pasien tetap optimal walaupun dengan kanker.
“Kompetensi-kompetensi ini yang harus dimiliki oleh seorang perawat onkologi, selain ketrampilan yang khusus, misal pasien kanker mengikuti berbagai macam terapi radiologi, infus, mereka harus punya skill itu,” Agus melanjutkan.
“Dokter spesialis itu fokus pada treatment how to cure (bagaimana mengobati), perawat ini how to care. Termasuk home care (perawatan di rumah). Perawatan paliatif kalau dilakukan di rumah sakit kan mahal dan lama, nah perawat bisa melakukan perawatan di rumah, pastinya biayanya menjadi lebih murah,” Agus menerangkan.
Pada 21 November 2022, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta akan membuka Pusat Pelatihan Keperawatan Onkologi Dasar. Pada akhir 2024, ditargetkan ada lima pusat pelatihan di Indonesia dan setidaknya telah melatih 500 perawat dari berbagai rumah sakit di Indonesia. (jie)