Kanker payudara masih menjadi momok bagi perempuan Indonesia. Kanker ini menempati urutan pertama kasus kanker terbanyak. Padahal sesungguhnya, kanker bisa ditangani dengan baik dan kematian bisa dicegah bila ditemukan secara dini.
Data Globocan 2020, mencatat kanker payudara masih menjadi kanker pembunuh perempuan nomor satu di Indonesia, dengan proporsi mencapai 16,6% dari total kasus kanker. Terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada 2020. Sebagian besar pasien datang dalam stadium lanjut, yaitu stadium 3 dan 4.
Makin mengkhawatirkan, kasus kanker payudara tampaknya makin muda. Dulu, usia pasien kanker payudara antara 40-50 tahun. Tapi sekarang, dalam klinikal reviu tahun 2021 disebutkan semakin banyak kejadian kanker payudara di bawah 39 tahun.
Kanker payudara terjadi saat sel-sel payudara bereplikasi secara abnormal. Perubahan DNA bisa menyebabkan sel normal menjadi tidak normal. Alasan pasti mengapa sel normal berubah menjadi sel kanker belum jelas, tetapi para peneliti tahu bahwa hormon, faktor lingkungan dan genetik berperan.
American Cancer Society mencatat sekitar 5 -10 % kanker payudara berhubungan dengan mutasi gen. yang paling terkenal adalah gen kanker payudara 1 (BRCA1) dan gen kanker payudara 2 (BCRA2).
Melansir Healthline, perempuan berusia 20 – 30 tahunan bisa berisiko tinggi menderita kanker payudara bila:
- Memiliki riwayat keluarga dekat (ibu, saudara kandung atau bibi) yang didiagnosa kanker payudara sebelum umur 50 tahun.
- Memiliki kerabat laki-laki dekat dengan kanker payudara.
- Memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2.
- Pernah mendapatkan terapi radiasi di dada atau payudara sebelum usia 30 tahun.
- Faktor hormonal, seperti menstruasi pertama yang lebih cepat atau menggunakan pil kontrasepsi.
Pentingnya Sadari dan Sadarnis
Deteksi dini adalah kunci penanganan dan mencegah kematian akibat kanker payudara. Sayangnya sebagian besar masyarakat belum paham arti penting deteksi dini melalui Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari).
Riset di Surabaya, melibatkan 1.967 perempuan usia 20-60 tahun, menunjukkan kurang dari separuh (44%) responden yang pernah melakukan Sadari dalam setahun terakhir. Studi yang dilakukan Triana Kesuma Dewi dari Universitas Airlangga ini diterbitkan di BMC Public Health.
Dalam keterangannya, Triana menuliskan bahwa Sadari merupakan cara mudah, murah, dan tak perlu bantuan tenaga medis untuk deteksi dini kanker payudara. Namun perlu dicatat, bila curiga adanya benjolan - setelah melakukan Sadari - harus segera diikuti dengan pemeriksaan medis oleh tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis dan terapi medis yang efektif.
Di sinilah Sadarnis (Pemeriksaan Payudara Klinis) berperan. Untuk deteksi kanker payudara dengan lebih detil, digunakan USG dan mamografi. Khusus untuk mamografi, dianjurkan untuk yang berusia 40 tahun ke atas, di mana jaringan payudara sudah tidak terlalu padat sehingga bisa didapatkan gambar yang jelas. Pemeriksaan mamografi juga bisa dikombinasikan dengan USG.
Bakteri usus dan pencegahan kanker
Usus manusia dihuni oleh trilyunan bakteri, baik bakteri baik (probiotik) atau patogen yang bisa menimbulkan penyakit. Belakangan ini mulai diteliti hubungan bakteri usus dengan kanker.
Meredith Hullar dalam jurnal Cancer Treatment and Research menulis mikroba usus ini mempengaruhi kerentanan terhadap kanker melalui beberapa cara. Pertama, memfermentasi serat pangan dan zat pati tertentu sehingga tubuh mendapatkan nutrisi.
Kedua, mikroba tertentu mematabolisme zat asing (xenobiotics), yang bisa bermanfaat atau sebaliknya. Ketiga, beberapa mikroba mempengaruhi sel-sel epitel usus dan memelihara keutuhan mukosa (selaput lendir), serta mempengaruhi perkembangan dan aktivitas sistem imun.
Menariknya, efek mikrobiota usus ini memengaruhi tingkat inflamasi secara sistemik (seluruh tubuh), tidak hanya di usus. Caiyun Xuan, et al, menyatakan dysbiosis (ketidakseimbangan antara probiotik dan bakteri patogen usus) berhubungan dengan kanker payudara.
Salah satu bakteri baik (probiotik) yang diketahui bermanfaat dalam pencegahan kanker payudara adalah Lactobacillus casei Shirota (LcS). Mazakazu Toi, dkk (2013) mengevaluasi efek minuman susu fermentasi mengandung probiotik LcS sejak remaja, terhadap kanker payudara.
Penelitian dilakukan berdasar studi populasi pada perempuan Jepang dengan rentang usia 40-55 tahun. Dilakukan analisa terhadap 306 kasus kanker payudara dan 662 perempuan tanpa kanker payudara. Ditemukan, konsumsi LcS secara rutin sejak remaja, berbanding terbalik dengan insiden kanker payudara .
Hasil studi menunjukkan, secara umum konsumsi probiotik LcS membantu meningkatkan aktivitas sel NK (natural killer), yang bertugas membasmi sel kanker. Selain itu melalui modifikasi mikroflora (bakteri) usus, LcS akan meningkatkan produksi zat yang berguna untuk homeostasis (kestabilan lingkungan) usus, dan akan mengurangi penyerapan zat mutagenik yang berasal dari makanan. (jie)
__________________________________________________
Ilustrasi: Ilustrasi: https://www.freepik.com/free-photo/world-breast-cancer-day-concept-healt...