Merokok tidak hanya membahayakan jantung-pembuluh darah, paru-paru, dan kehamilan. Perokok berat juga lebih berisiko mengalami infeksi pada luka operasi, yang dalam istilah medis dikenal sebagai SSI (surgical site infection).
SSI bukan hal sepele. Akibat SSI luka jadi sulit sembuh dan bisa terbuka kembali. Pada operasi yang lebih dalam, infeksi mungkin tidak hanya terjadi di kulit, melainkan juga mengenai jaringan sekitar (otot), bahkan mungkin organ/rongga dalam tubuh. Bisa dibayangkan nyeri yang ditimbulkannya, dan risiko kematian pun mengintai.
Rokok merupakan masalah besar di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, jumlah perokok mencapai 36%. Apa hubungannya merokok dengan SSI? “Rokok menurunkan kemampuan tubuh membuat pembuluh darah baru, yang sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka,” terang Prof. Charles E. Edmiston, Jr. Ph.D, ahli SSI dari Medical College of Wisconsin, Amerika Serikat. Hal ini diungkapkannya saat dalam diskusi “The Role of SSI Prevention for Better Patient Outcome” yang diselenggarakan oleh PT Johnson & Johnson Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pembuluh darah baru diperlukan untuk mengalirkan darah ke area luka. Namun, rokok menghambat proses pembuatan pembuluh darah baru. Akibatnya, luka lebih lama menutup atau tidak menutup dengan baik. Akhirnya, bakteri lebih mudah masuk dan menimbulkan infeksi.
Telah banyak studi yang membuktikan pengaruh buruk rokok terhadap penyembuhan luka pasca operasi. Misalnya studi oleh François Durand, dkk (International Orthopaedics, 2013). Studi yang menelaah 3.809 pasien yang menjalani operasi ortopedi ini menegaskan bahwa merokok merupakan faktor risiko yang signifikan dalam terjadinya SSI. Juga ditemukan perbedaan yang signifikan antara perokok dan bukan perokok terkait komplikasi luka misalnya hematoma (penumpukan darah di bawah kulit), luka bernanah, atau dehisensi luka (luka kembali terbuka).
Sementara itu, studi oleh John C. Alverdy dan Vivek Prachand (Journal of the American Medical Association, 2017) menemukan, perokok yang tetap merokok sebelum operasi elektif berhubungan dengan peningkatan SSI. Risiko SSI meningkat hampir dua kali lipatnya bila pasien merokok di hari operasi. Operasi elektif adalah operasi yang terencana, bukan operasi darurat.
Memang, SSI tidak hanya terjadi gara-gara rokok. “Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya SSI. Namun dengan tingkat merokok yang begitu tinggi di Indonesia, bisa dibilang rokok adalah salah satu faktor risiko utama,” tutur Prof. Edmiston.
Harus diakui, sangat sulit membuat seseorang berhenti merokok. Rasanya bisa dihitung dengan jari, berapa orang yang bersedia dan berhasil menjalankan nasehat dokter untuk berhenti merokok demi mencegah SSI. “Dokter harus mencari cara-cara lain untuk berusaha memperbaiki penyembuhan luka dan menghindari SSI,” imbuhnya.
Bila sampai terjadi SSI, pengobatannya sangat mahal, dan tentu tidak nyaman bagi yang mengalaminya. Jadi, masih mau merokok? (nid)
_________________________________
Ilustrasi: Designed by Peoplecreations