transplantasi ginjal bisa dilakukan dengan aman di masa pandemi

Layanan Sempat Terhenti, Transplantasi Ginjal Sudah Bisa Dilakukan Dengan Aman di Masa Pandemi

Imbas pandemi dirasakan juga pada pelayanan kesehatan, termasuk mereka yang membutuhkan tindakan transplantasi. Sejak di awal pandemi COVID-19 rumah sakit- rumah sakit di dunia, termasuk Indonesia berhenti memberikan layanan transplantasi ginjal. Namun setelah dikeluarkannya panduan transplantasi ginjal di masa pandemi ini, prosedur ini bisa dengan aman kembali dilakukan.

Dunia mulai berani melakukan prosedur transplantasi organ dengan prosedur yang ketat di akhir April. “Di Spanyol dan Wuhan mulai lagi sekitar April. Kita (di Indonesia) mulai awal Mei. (Selama pandemi) RSCM sudah melakukan 16 transplantasi ginjal, hasilnya semua negatif COVID-19 baik di awal, saat operasi dan selama periode follow up,” ujar Dr. dr. Nur Rasyid, SpU(K), dari Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Urologi FKUI-RSCM.

Prosedur yang dilakukan di era pandemi ini memiliki sedikit perbedaan karena menerapkan protokol kesehatan baru yang ketat, baik dari sebelum operasi, selama operasi, maupun sesudah operasi.

Tenaga kesehatan yang terlibat wajib melakukan swab real time (RT) PCR SARS-CoV-2 tiap 2 minggu. “Jika ada anggota tim transplan yang terpapar kasus probable atau confirmed COVID-19, ia tidak diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi dalam prosedur transplantasi ginjal sementara waktu hingga hasil swab terbukti negatif,” imbuh Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K), Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM, dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/9/2020).

Berdasarkan update terakhir bulan Juni 2020, angka transplantasi ginjal secara kumulatif di pusat-pusat transplantasi ginjal di 12 kota se-Indonesia mencapai 913 prosedur. Bila dibandingkan dengan data tahun 2017, terdapat peningkatan sebesar 284 prosedur yang dicapai dalam 3 tahun terakhir.

Tingkat keberhasilan transplantasi ginjal di Indonesia pun relatif sama dengan negara-negara maju. Berdasarkan studi Wang, dkk, angka kesintasan (survival rate) organ donor pasien transplantasi ginjal dengan donor hidup dalam 1 tahun di AS, Kanada, New Zealand, dan Eropa lebih dari 95%.

“Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM, angka kesintasan organ donor dalam 1 tahun pascatransplan adalah 92%, dan 3 tahun pascatransplan adalah 90,6%,” ungkap dr. Nur Rasyid.

Tahapan skrining dalam periode pandemi

Walau di tengah kondisi pandemi, transplantasi yang bersifat live-saving harus tetap dikerjakan, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan manfaatnya.

Bagi pendonor, jika ia dicurigai atau positif COVID-19, diketahui/dicurigai positif COVID-19 dalam 28 hari ke belakang, atau berinteraksi dengan individu yang dicurigai /diketahui positif COVID-19 dalam 21 hari ke belakang, maka prosedur transplantasi akan ditunda atau dibatalkan.

“Menunggu hingga 28 hari dari waktu diagnosis dan memastikan semua gejala hilang. Skrining dengan tes RT-PCR untuk memastikan negatif COVID-19, baru transplantasi bisa dilakukan,” imbuh dr. Marbun.

Sementara itu untuk penerima organ, bila calon penerima dengan kondisi COVID-19 aktif, atau dengan gangguan pernapasan lain selain COVID-19, maka prosedur transplantasi ditunda. Menunggu semua gejala hilang dan minimal telah melalui 2 tes RT-PCR dengan hasil negatif.

Selama periode pra transplantasi risiko penularan virus COVID-19 dari organ donor ke penerima donor masih bersifat teoritis. Menurut dr. Marbun, hingga saat ini tidak ditemukan adanya laporan infeksi turunan dari donor.

Demikian pula periode pascatransplantasi, belum diketahui apakah penerima transplan berisiko lebih tinggi terinfeksi SARS-CoV-2, dibandingkan populasi masyarakat pada umumnya.

Manfaat yang diperoleh lebih banyak

Dalam penanganan penyakit ginjal tahap akhir, terapi pilihan yang tersedia saat ini adalah dialysis (cuci darah) atau transplantasi.

Tetapi secara umum transplantasi ginjal merupakan metode yang lebih baik. Dengan adanya ginjal sehat yang didapat dari donor, fungsi ginjal untuk mengeluarkan racun maupun cairan pun normal.

“Kualitas hidup pasien jauh lebih baik, kuantitas hidup (usia) meningkat, diet lebih bebas, dapat beraktivitas normal, dan dapat melakukan perjalanan jauh,” terang Dr. dr. Mahurum Bonar H. Marbun, SpPD-KGH, juga dari Pokja Transplantasi Ginjal RSCM.

Selain itu juga ada perbaikan fungsi seksual dan fertilitas, kesehatan mental dan fungsi sosial. Ketahanan hidup pasien transplantasi pun lebih tinggi dibanding mereka yang cuci darah.

Tingkat kesintasan penerima transplantasi ginjal dalam sekitar 88,0%, sementara pasien cuci darah hanya 62,7%. Untuk periode 10 tahun menjadi 78,8% dan 39,8%; masing-masing untuk transplantasi dan cuci darah. (jie)