Ramadan sudah hampir berakhir, kurang dari seminggu lagi umat Muslim akan merayakan Idul Fitri. Sayangnya, data menunjukkan kepatuhan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan selama ramadan menurun drastis.
Sebelumnya di pertengahan April 2021 Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny B. Harmadi sudah mengatakan bila kepatuhan warga Jakarta terhadap protokol kesehatan menurun. Semisal kepatuhan untuk menggunakan masker yang sebelumnya 85% berkurang menjadi 80-81% dalam dua minggu pelaksanaan ramadan.
"Kita berkoordinasi kepada kepala daerahnya agar ini menjadi perhatian. Meski sudah ada pelandaian tapi perlu diingat bahwa penambahan kasus kita masih ribuan," ujar Sonny dalam Dialog Produktif Protokol Kesehatan di Bulan Ramadan secara virtual, April lalu.
"Jangan sampai masyarakat lalai dan lengah hingga mengakibatkan lonjakan kasus kembali terjadi. Seperti diketahui pada Januari-Februari Indonesia mengalami lonjakan kasus COVID-19 yang sangat tinggi," tuturnya.
Terbaru, Pandemictalks menulis berdasarkan data hingga 1 Mei 2021 yang dirilis oleh tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ada penurunan drastis protokol kesehatan 3M. Data diambil dari pengamatan perilaku 3M oleh UNICEF, dan data harian di-smoothing menggunakan metode moving average-MA (3-1-3).
Untuk perilaku menjaga jarak kepatuhan masyarakat Jakarta hanya 20%, sementara memakai masker tinggal 30%. Yang lebih memrihatinkan adalah perilaku mencuci tangan; turun ke titik nol.
Kita perlu sadar bila mengabaikan protokol kesehatan berisiko tinggi terjadi lonjakan kasus. Kita bisa berkaca dari India.
Terjadi juga di luar negeri
Sebuah riset terbaru mengatakan seiring pengurangan kasus COVID-19, praktik mencuci tangan oleh tenaga medis menurun hingga seperti kondisi sebelum pandemi.
Riset dipublikasikan minggu ini di jurnal JAMA Internal Medicine. Kepatuhan mencuci tangan di antara profesional medis turun kembali ke tingkat pra-pandemi. Yakni hanya 51%, dibanding 90-100% saat di tengah pandemi COVID-19 tahun lalu.
Rachel Marrs, DNP, RN, penulis penelitian dan direktur Program Pengendalian Infeksi di University of Chicago Medicine, AS, menjelaskan ini bisa menjadi gambaran di masyarakat umum.
“Ini mencerminkan komunitas pada umumnya,” kata Marrs. “Banyak dari kita masih waspada, tapi pasti ada beberapa dari kita di luar sana yang (berhenti) mencuci tangan.”
Banyak ungkapan yang menyatakan hanya diperlukan 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru, tetapi tampaknya tidak belaku dalam hal ini. Membutuhkan waktu lebih lama.
Pentingnya (kembali) mencuci tangan
Para ahli mempercayai, praktik mencuci tangan tidak hanya efektif menghambat penyebaran COVID-19, tetapi juga berdampak pada penyakit lain.
Marrs mengatakan biasanya jumlah pasien rumah sakit di musim flu sekitar 300-400 orang per bulan. Tetapi di musim dingin tahun lalu, Marrs mendapati rumah sakitnya hanya merawat tiga pasien flu.
Melansir Healthline, Erica Jones, BSN, RN, CIC, direktur dari Mt. Washington Pediatric Hospital, AS, mempercayai bila pengurangan penyakit lain yang terlihat selama setahun terakhir terkait dengan kebiasaan cuci tangan (lebih sering dan efisien) di seluruh masyarakat.
“Kita tidak boleh meremehkan pentingnya mencuci tangan,” katanya. “Cuci tangan mencegah penyakit dan merupakan lini pertahanan pertama kita melawan penyebaran penyakit. Mencuci tangan mengurangi penyebaran virus pernapasan seperti flu dan pilek, serta diare." (jie)